The Great Lockdown, itulah judul bab pertama dari Laporan International Monetary Fund (IMF) yang bertajuk World Economic Outlook. Apa yang sedang terjadi di seluruh dunia saat ini adalah sebuah siklus masalah yang selalu berulang. Bahkan bukan hanya terjadi berulang-ulang tapi masalah ini menular dari satu negara ke negara lain akibat globalisasi.
Globalisasi memiliki dampak positif sekaligus dampak negatif. Ada banyak keuntungan yang dapat diperoleh melalui globalisasi, seperti akses belajar jarak jauh yang mudah dan kemudahan mengakses berita dari berbagai belahan dunia hanya dengan sebuah gadget. Namun seiring dengan keuntungan, ada pula masalah yang dapat timbul akibat globalisasi, diantaranya adalah masalah ekonomi dan kesehatan.
Ketika suatu negara membuka diri dan berinteraksi dengan negara lain, yang akan terjadi adalah akulturasi budaya dan kegiatan ekonomi. Dua kegiatan tersebut menjadi akar penyebaran masalah. Dengan pertimbangan itu, negara-negara maju memulai gerakan lockdown. Langkah tersebut diikuti oleh negara-negara berkembang tetapi ditentang keras oleh negara-negara tertinggal.
Hal yang akan timbul akibat lockdown adalah krisis ekonomi dan berbagai macam masalah kesehatan. Puncak dari krisis adalah meningkatnya angka kematian di suatu negara. Untuk mengantisipasi hal tersebut, setiap negara dengan strateginya masing-masing akan mengeluarkan  kebijakan menangani krisis yang disebut dengan Manajemen Krisis.
Manajemen Krisis
Krisis adalah suatu keadaan darurat yang menyerang suatu sistem serta komponen-komponen di dalamnya. Dimana sifat krisis adalah tiba-tiba, tidak diharapkan, mengganggu, merusak kestabilan dan menyerang siapapun tanpa seleksi. Akibatnya, krisis menimbulkan ketakutan, kecemasan, kegelisahan, serta menghambat seseorang untuk berpikir jernih.
Manajemen Krisis adalah seni merangkai krisis sehingga menghasilkan suatu kebiasaan baru, metode baru atau pola pikir yang baru untuk menghadapi tantangan yang tidak pasti. Intisari manajemen krisis adalah melihat krisis sebagai batu pijakan untuk mencapai keadaan yang jauh lebih baik dari keadaan sebelum krisis. Dimana tahap-tahapnya adalah belajar bagaimana menyambut krisis, kemudian mengelola krisis sehingga membawa dampak positif, dan tahap akhir adalah menyelesaikan krisis dengan serangkaian solusi.
Tujuan dari manajemen krisis adalah meminimalkan efek negatif yang disebabkan oleh krisis. Manajemen krisis dipelajari, dirancang, dan harus dioptimalkan jauh sebelum krisis terjadi karena ini adalah sistem bukan respon. Bahkan, sistem ini harus diuji coba terlebih dahulu sebelum krisis yang sebenarnya terjadi. Hasil uji coba akan memperlihatkan seberapa baik kinerja komponen-komponen yang terlibat di suatu sistem serta apa saja yang perlu diperbaiki dari sistem itu.
Manajemen Krisis Bank Indonesia
Pemerintah Indonesia memberi amanat kepada Bank Indonesia (BI) untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan. Sebagai pengemban amanat, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan Makroprudensial. Maksudnya, pemerintah fokus pada pertumbuhan ekonomi makro.
Pertumbuhan ekonomi makro meliputi:
- meningkatkan pendapatan nasional,
- memberi kesempatan membuka lapangan kerja,
- meningkatkan kapasitas produksi nasional,
- mengendalikan inflasi,
- menjaga stabilitas ekonomi,
- menyeimbangkan neraca pembayaran luar negeri.
Kebijakan Makroprudensial akan menyentuh seluruh elemen sistem keuangan, baik itu lembaga keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, serta perusahaan non keuangan dan rumah tangga. Sederhananya, agar kebijakan makroprudensial sukses, maka harus melibatkan kerjasama seluruh rakyat Indonesia. Dengan cara inilah akan tercipta makroprudensial aman terjaga.
Kebijakan Makroprudensial diterjemahkan menjadi:
- menambah laju ekspor dan mengurangi impor,
- pengetatan anggaran negara,
- menunda pembangunan proyek-proyek infrastruktur non strategis,
- menunda pemberian kredit properti,
- meningkatkan kompetensi sumber daya manusia,
- memberikan modal untuk UMKM agar lapangan kerja terbuka,
- membatasi jumlah uang yang beredar,
- meluncurkan produk-produk kesehatan yang mudah akses,
- mengontrol jalur distribusi barang,
- mendidik masyarakat untuk hemat,
- memudahkan proses investasi,
- menganjurkan donasi,
- menindak para spekulan,
- dll.