Mohon tunggu...
Mohammad Iman Mahlil
Mohammad Iman Mahlil Mohon Tunggu... Auditor - Fraud Examiner and Investigator

Sudut pandang kita berbeda, bahkan data yang sama bisa diartikan berbeda. Mari kita analisa data bersama walaupun interpretasi berbeda

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Apakah Covid-19 adalah Agama?

21 Juli 2020   12:00 Diperbarui: 21 Juli 2020   12:01 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah kritik terhadap pemerintah atas penanganan covid19 yang mengabaikan karakteristik kebanyakan masyarakat Indonesia.

Kenapa bawa-bawa agama? Saya akan coba menjelaskan secara mudah tanpa bermaksud menyinggung pihak manapun, namun diharapkan dapat membuka pikiran pemerintah tentang bagaimana penanganan covid19 di Indonesia yang lebih baik.

Sebagai seorang penganut agama, saya :

  1. yakin dan percaya bahwa Tuhan itu ada (walaupun saya tidak memiliki kemampuan untuk melihatNya).
  2. yakin bahwa ibadah serta seluruh perintah dan larangan dalam kitab suci agama yang saya anut akan membawa keselamatan bagi saya, apabila saya laksanakan.

Setelah membahas kepercayaan kepada agama, sekarang kita pindah ke covid19. Saya percaya covid19 sangat berbahaya, tapi apakah semua orang sama seperti saya (mohon perhatikan tulisan tebal, garis bawah dan miring diatas, dan bandingkan dengan yang dijelaskan berikut ini) :

  1. (Mungkin) lebih dari 90% masyarakat Indonesia tahu covid19 dari berita. Hanya petugas medis, pemerintah yang terkait penanganan kasus, orang-orang yang keluarganya pernah menderita atau meninggal karena covid19, yang pernah melihat langsung betapa berbahayanya virus ini, yang lain? Masyarakat selain mereka diminta percaya bahwa covid19 exist hanya melalui berita.
  2. Masyarakat diminta mengikuti perintah dan menjauhi segala larangan yang ditetapkan dalam protokol kesehatan agar bisa selamat. 

Setelah penjelasan dua hal diatas, mungkin anda paham kenapa judul artikel ini seperti itu, percaya tanpa bisa dilihat dan mematuhi perintah & menjauhi larangan agar bisa selamat. Saya melihat dari sudut pandang saya, cara yang seperti ini yang menyebabkan pemerintah belum berhasil menangani covid19 dengan sempurna, saat tulisan ini dibuat 4.239 penduduk Indonesia meninggal terkonfirmasi positif (belum termasuk meninggal dalam kondisi masih suspect). Sebagai referensi, anda bisa melihat tulisan saya di kompasiana dengan judul :"Prediksi Jumlah Kematian di Indonesia Akibat Corona (Jumlah Kasus Positif Covid-19 Berpotensi Melebihi Itali)" yang ditulis 3 (tiga) bulan lalu bisa dibilang tepat dengan kondisi saat ini.

Pemerintah mungkin selalu bertanya-tanya : "kenapa ya masyarakat Indonesia susah sekali mengikuti protokol kesehatan?". Jawabannya coba kita ambil dari realita pelaksanaan beragama : "bahkan ketika seseorang percaya kepada agama yang dianutnya, belum tentu mereka melaksanakan perintah agama tersebut"

Sosialisasi dan sanksi tidak cocok bagi karakter masyarakat Indonesia. Saya ambil contoh paling gampang dalam lalu lintas. Apakah peraturan lalu lintas, polisi lalu lintas, marka dan tanda jalan, razia dll bisa meningkatkan kesadaran masyarakat? Anda lebih tahu jawabannya. (Mungkin) saat razia sedang dilakukan grafik yang taat lalu lintas meningkat, saat razia berhenti akan turun. Silahkan bandingkan antara suatu simpang yang ada polisi dan yang tidak ada polisi. Kesimpulannya adalah masyarakat Indonesia masih takut kepada sanksi, namun kesadaran sangat rendah, sehingga jika tidak ada yang mengawasi maka kembali ke habit asalnya.

Pemerintah akan menerapkan sanksi bagi yang tidak mengikuti protokol kesehatan, saya setuju atas langkah tersebut. Kita kembali lagi kepada penjabaran agama dan lalu lintas diatas. Bagaimana mengawasi secara 24 jam dan pada spot-spot yang tidak mungkin terawasi?

Banyak yang akan mengatakan : "berikan solusi donk, jangan hanya kritik". Namun ketika diberikan solusi akan mengatakan : "itu kan susah dilaksanakan". Susah bukan berarti tidak bisa.

Solusi saya adalah lockdown (banyak yang akan mengatakan sudah terlambat, dan akan menimbukan biaya banyak serta bagaimana hidup). Beberapa bulan lalu saya sudah mengatakan : "lockdown (hanya medis dan law enforcer yang berhak keluar rumah), selama 1 (satu) bulan, sehingga selama satu bulan, semua yang sakit sembuh, yang "positif belum terdeteksi" akan sembuh (ingat kita baru sekitar 1 juta spesimen yang di test, belum 1% penduduk Indonesia), yang belum terkena virus tidak akan tertular". Setelah 1 (satu) bulan Indonesia benar-benar aman. Lantas bagaimana hidup selama 1 (satu) bulan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun