Mohon tunggu...
Lila Septiarum
Lila Septiarum Mohon Tunggu... Kuliah dan mengajar -

septiarumlila.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petani Cilik

11 September 2015   21:51 Diperbarui: 11 Juni 2017   02:45 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu jaman saya masih duduk di sekolah dasar masih membekas di memori otak mengenai soal ujian akhir bahwa Indonesia disebut negara agraris. Disebut negara agraris alasannya karena di Indonesia unggul pada sektor pertaniannya hal ini didukung juga oleh dilewatinya garis khatulistiwa di Indonesia sehingga iklim di Indonesia merupakan iklim tropis yang memang cocok untuk mengembangkan sektor pertanian ini. 

Namun, seiring berjalannya waktu saya tinggal di Indonesia, sektor unggulan ini malah justru dipandnag sebelah mata bahkan perhatian dari pemerintah akan sektor ini juga masih kurang. Buktinya banyak petani yang hidup dalam hidup kekurangan, mereka lebih menderita diandingkan dengan buruh pabrik. Imbasnya banyak generasi muda di daerah yang berpotensi untuk mengembangkan pertanian malah lebih memilih untuk bekerja di pabrik. Hingga kini yang masih bertahan mengelola pertanian adalah orang tua. Padahal kebutuhan pangan kita akan terus mengalami peningkatan. Kemungkinan yang terjadi daya impor pangan semakin meningkat. Lalu apa makna Indonesia sebagai negara agraris tapi sektor pertanian tertinggal dan terus meningkat impor pangan. Tidak ada rasa malukah? Atau memang sudah terbiasa memalukan? Semoga tidak begitu dan masih ada harapan sektor pertanian di tangan generasi muda yang akan datang. Meski hanya kemungkinan kecil tap setidaknya tetap berusaha. 

Kebetulan materi yang saja ajarkan di sekolah dasar ini juga mengenalkan pada anak- anak tentang Indonesia sebagai negara agraris. Saya tidak mau terulang lagi jaman saya sekolah dulu dimana saya sangat hafal di luar kepala bahwa negara Indonesia sebagai negara agraris tapi saya tidak tau apa hakikatnya apalagi bagaimana penerapannya. Di sekolah tempat saya mengajar ada mata pelajaran pertanian dan perikanan (PP), pelajaran ini merupakan pengembangan dari kurikulum sekolah yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) dimana banyak warga masyarakat sekitar yang bermata pencaharian sebagai petani. Pelajaran ini merupakan pengembangan diri, selain muatan lokal dan ekstrakurikuler memang ada pengembangan diri sesuai kebutuhan sekolah. Namun di sekolah saya sendiri pelajaran ini sudah mulai ditinggalkan, alasannya di tahun sebelumnya ada guru mapel yang khusus mengajar PP namun di tahun belakangan ini tidak ada guru mapel tetapi harus guru kelas. 

Menyikapi hal ini, sebagai guru kelas tidak saya sia- siakan pelajaran ini karena memang ada hubungan dengan materi pelajaran yang saya ajarkan serta sebagai rasa prihatin saya akan keadaan sektor pertanian yang seakan mati suri tidak ada program pemerintah yang menghidupkan sektor ini. Padahal menurut saya sektor pertanian merupakan salah satu sektor vital bagi keberlangsungan suatu negara. Kegiatan yang saya lakukan untuk membimbing anak- anak mengenal sektor pertanian dengan mengajak mereka terjun langsung ke sawah. Kegiatan ini sengaja saya berikan di Hari Sabtu karena baju seragam rawan kotor untuk itu saya pilih Hari Sabtu karena hari berikutnya merupakan hari libur. Berikut ini beberapa rangkaian kegiatan yang saya lakukan bersama anak- anak untuk menghidupkan sektor pertanian, minimal anak- anak mengenal akan kekayaan alam yang mereka tinggali sehingga bisa menghargai dan melestarikannya.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun