pembelajaran menggunakan kur.2013 (dok.pribadi)
Seiring dengan diberlakukannya kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 yang serentak mulai tahun 2014, maka berbagai kebijakan baru dibuat juga untuk menyesuaikan dengan kurikulum yang baru.
Mulai dari tujuan yang lebih membentuk karakter siswa, bukan lagi mengedepankan aspek kognitif namun lebih pada pembentukan karakter dan moral anak yang baik. Sehingga hasil akhir evaluasi tidak disajikan dalam bentuk nilai namun dalam bentuk narasi dengan keterangan huruf A, B, atau C. Menyusul itu ada kebijakan lagi tentang UN SD yang dinyatakan dihapus tepatnya pada tahun ajaran 2014/2015 mendatang. Kebijakan ini sangat positif, siswa tidak akan dituntut lagi belajar semata-mata hanya mengejar nilai namun lebih pembentukan moralnya. Dengan tujuan agar menjadi generasi yang cerdas dan bermoral sehingga tidak hanya merugikan negara namun dapat membangun negara.
Selain itu ada lagi kebijakan tentang anak SD yang pasti naik kelas. Untuk kebijakan ini memang maksud pemerintah juga baik sebagai imbas dari penilaian secara kualitatif sehingga tidak ada ukuran untuk siswa tinggal kelas, menghilangkan rasa rendah diri pada anak sejak dini dan juga sebagai dorongan kepada guru SD agar lebih kreatif sehingga siswa tidak ada yang tinggal kelas.
Kebijakan yang baik tentu harus dilihat bagaimana di lapangan yang terjadi, sehingga seimbang. Anak SD memiliki kemampuan yang berbeda-beda mereka juga belum begitu terlihat mana yang “benar” bodoh dan pandai. Ada anak yang sebenarnya pintar namun daya tangkapnya kurang sehingga dalam belajar lebih membutuhkan waktu lama, misalnya di kelas satu. Ada siswa yang ketika diajak bicara atau berdiskusi dia bisa menanggapi namun namun anak tersebut belum bisa baca dan tulis. Untuk bisa baca dan tulis membutuhkan waktu lama sehingga memang harus mengulang setahun lagi karena jika dipaksakan naik kelas dan materi juga semakin bertambah anak semakin ketinggal, karena belajar baca dan tulis itu di kelas satu. Itu hanya satu contoh anak yang sebenarnya pintar namun terlambat bisa baca dan tulis, untuk anak yang benar-benar "kurang mampu" bagaimana? Bagaimana nanti ketika di kelas 6 dan tetap tidak bisa apakah bisa lulus? Kalau memang kebijakan yang diberikan anak harus naik kelas dan harus lulusitu baru seimbang.
Anak SD yang tidak naik kelas itu belum begitu merasa rendah diri karena mereka belum begitu paham akan hal yang terjadi, seperti kelas satu malah ada yang senang ketika tinggal kelas, untuk siswa yang sudah mengerti bisa jadi untuk pelajaran dan belajar juga menjadi anak yang bertanggung jawab atas yang sudah dilakukannya sehingga tidak seenaknya saja dalam belajar agar bisa naik kelas. Karena ketika guru menyatakan siswa tinggal kelas itu sudah dipikirkan masak-masak bukan hanya melalui satu kali tes tertulis saja.
Sebenarnya guru juga sudah menetapkan batasan anak tinggal kelas yang hanya satu kali, jadi ketika tahun ini siswa tinggal kelas maka tahun depan harus dinaikkan. Tapi itu saja dirasakan guru berat ketika menghadapi anak yang benar-benar "kurang mampu", apalagi yang tanpa tinggal kelas.
Dan ketika pada akhirnya nanti diberlakukan kebijakan itu berarti seorang guru memaksa kembali siswanya untuk bisa dengan segala cara tentu saja menurut guru positif, dan pada dasarnya paksaan itu tidak baik terutama bagi siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H