Mohon tunggu...
Kholila
Kholila Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Kepemilikan yang Tak Utuh

24 Februari 2018   00:26 Diperbarui: 24 Februari 2018   00:35 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki sama artinya dengan mempunyai.  Setiap orang, pasti mempunyai rasa memiliki atau ingin memiliki, baik memiliki harta, benda, atau lainnya, baik itu barang yang berharga ataupun hanya barang biasa, yang bahkan menurut orang lain,benda tersebut tidak layak untuk di miliki. Ketika seseorang sudah mempunyai keinginan untuk memiliki sesuatu benda, maka orang tersebut akan berusaha untuk mendapatkannya. Dan dalam islam, semua tentang kepemilikan telah di atur dalam al-Qur'an dan hadist. 

Apa itu hak milik? 

Kata Hak berasal bahasa arab al-Haqq, secara terminologi memiliki beberapa arti, diantaranya yaitu: milik, ketetapan dan kepastian, menetapkan dan menjelaskan, dan masih banyak lagi. Secara terminologi banyak di kemukakan oleh ulama' fiqih, salah satunya ialah di kemukakan oleh Ibn Nujaim, yaitu:"suatu kekhususan yang terlindungi", dan juga di kemukakan oleh Mustafa Ahmad al-Zarqa', yaitu:" Kekhususan yang ditetapkan syara' atas suatu kekuasaan".

Kemudian, Kata milik berasal dari bahasa arab milk, yaitu kata yang berasal dari kata kerja Malaka . Secara lughah milik berarti :" memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya ". Sedangkan secara istilah ialah:" Suatu ikhtisas (syarat atau ketentuan) yang menghalangi yang lain, menurut syara' yang membenarkan si pemilik ikhtisas itu bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang". Al-Mulk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta). 

Dari definisi di atas bisa di ketahui bahwa, memiliki atau hak milik adalah kekhususan atau kebebasan seseorang untuk melakukan hal apapun terhadap harta benda yang telah dimilikinya tanpa adanya Penghalang kecuali dari syara'. Contoh dari halangan syara' misalnya: orang yang belum cakap dalam hukum, seperti anak kecil dan orang gila.

Dengan artian, jika seseorang telah memiliki suatu benda, maka orang tersebut berhak untuk melakukan apapun terhadap benda itu, baik akan di jual, di sewakan, di ambil manfaatnya, atau apapun itu.

 Ada beberapa cara atau sebab kepemilikan harta yang di syariatkan oleh islam, yaitu:

  1. Melalui penguasaan terhadap harta yang belum di miliki seseorang atau lembaga hukum, yang dalam islam di sebut harta Mubah. Di sebut dengan istilah Ihraz al-Mubahat. 
  2. Melalui transaksi, seperti jual beli dan hibah. Di sebut dengan istilah al-Uqud (aqad).
  3. Melalui peninggalan seseorang, seperti menerima harta warisan.Di sebut dengan istilah al-Khalafiya (pewarisan).
  4. Hasil atau buah dari harta yang telah dimiliki, seperti buah dari pohon di sawah dan anak sapi yang lahir. Di sebut dengan istilah al-Tawallud min al-Mamluk (berkembang biak). 

Dalam islam, kepemilikan yang sebenarnya adalah milik Allah SWT, karena semua yang ada di bumi dan langit ini adalah ciptaan-Nya, dan Allah SWT adalah pemilik tunggal. Disini, manusia hanya sebagai pengelola dan pengguna dalam semua bentuk materi yang di ciptakan oleh Allah SWT. Maka, dalam pengelolaan dan penggunaan materi tersebut, haruslah dalam bingkai syariah, dan tidak boleh hanya mempertimbangkan untung ruginya saja. 

Seperti yang telah di jelaskan di atas, Allah sebagai pencipta dan pemilik harta yang hakiki, telah menganugerahkannya pada manusia. Penganugerahan ini dalam rangka memberikan fasilitas bagi kehidupan manusia. Setelah manusia berupaya  untuk mencari harta sesuai dengan anjuran islam, maka Allah akan memberikan sebagian dari harta-Nya pada manusia tersebut sebagi imbalan atas usahanya, dan jadilah manusia tersebut memiliki atau mempunyai harta. 

Maksud dari memiliki harta tersebut bukanlan memiliki secara hakiki, tapi lebih hanya di beri kekuasaan untuk mengelola dan memakai harta tersebut di dunia saja, karena pada akhirnya harta itu akan kembali pada pemilik yang sesungguhnya, yaitu Allah SWT. 

Dari sekian banyak harta atau fasilitas yang di berikan Allah SWT kepada umat manusia, ada harta atau fasilitas yang bisa di miliki manusia secara pribadi dan juga ada harta atau fasilitas yang tidak bisa dimiliki manusia secara pribadi.

Untuk bagian pertama ini, yaitu harta atau fasilitas yang bisa dimiliki secara pribadi,misalnya yaitu harta yang di dapat dari hasil usaha sendiri, seperti bekerja dan perolehan dari harta warisan, maka untuk kepemilikan harta ini adalah milik pribadi atau perorangan. Tapi dalam penggunaan dan pembelanjaannya harus tetap sesuai dengan syariat islam, karena di akhirat nanti akan ada hisab tentang kekayaan yang dimiliki, yang kaitannya bukan sekedar dari mana harta di peroleh, tapi juga untuk apa harta itu di pergunakan, sesuai dengan hadist yang di riwayatkan oleh Abu Daud, yang artinya:

Rasulullah SAW bersabda:" Seorang pada hari akhir nanti pasti akan di tanya tentang 4 perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia pergunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia nafkahkan, dan tentang ilmu, apa yang ia lakukan dengan ilmunya itu."

Maka dari itu, pergunakanlah harta yang kita miliki dengan sebaik mungkin untuk kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.

Tapi ada kalanya harta milik pribadi bisa menjadi milik umum, sesuai hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yang artinya:

" Dari Samurah Bin Jundub RA sesungguhnya Nabi SAW bersabda: "Jika salah satu di antara kalian mendatangi ternak,apabila ada pemiliknya, hendaklah minta izinnya, apabila telah di izinkan, maka ia bisa memerah dan meminum susunya, akan tetapi apabila tidak ada pemiliknya, hendaklah minta izin sampai tiga kali, apabila ia telah menjawabnya berarti ia telah mengizinkannya, dan jika ia tidak menjawabnya, maka ia boleh memerah dan meminum susunya dan tidak boleh mambawanya (HR Abu Daud).

Dari hadist tersebut, bisa di ketahui bahwa kepemilikan secara pribadi juga tidak bersifat absolut, tapi ada kalanya kepemilikan pribadi bisa menjadi kepemilikan umum di waktu yang sangat darurat. 

Untuk bagian ke dua, yaitu harta atau fasilitas yang kepemilikannya tidak boleh dimiliki secara pribadi atau harus di kelola dan dimiliki oleh negara, hal ini sesuai dengan hadist yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah, yang artinya:

"Dari Ibnu Abbas RA berkata, sesungguhnya Nabi SAW bersabda: "orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu: air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir (HR ibnu Majah). 

Dalam hadist tersebut, sudah jelas bahwa memiliki salah satu di antara ketiga hal di atas secara pribadi di larang dalam agama dan UU, dan hukum jual belinya di haramkan.

Dalam pengolahannya, ketiga hal tersebut menjadi hak kepala negara. Kepala negara di beri wewenang untuk mengatur ke tiga hal tersebut untuk kemaslahatan masyarakat. Maka kepala negara harus bisa mengolah aset-aset negara dengan baik.

Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam, salah satu Undang-Undangnya ada yang senada dengan hadist di atas, yaitu pada Pasal 33 ayat 1 dan 2 tahun 1945 tentang Pengelolaan sumber daya alam, yaitu: 1)."Cabang-cabang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai negara". 2)."Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

Maka dari itu, kita harus bangga menjadi warnaga negara Indonesia, karena selain mentaati aturan negara, secara tidak langsung kita juga telah mengikuti ajaran agama kita, yaitu agama islam. 

Jadi kesimpulannya,   kita sebagai manusia bijaklah dalam mengelola harta yang kita miliki, karena sesungguhnya semua yang ada di bumi ini adalah ciptaan Allah SWT yang di anugerah kepada kita umat manusia, dan Allah SWT adalah pemilik tunggal atas segala harta dan kekayaan yang ada. 

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Suwardi K dan Wadji, Farid. 2012. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 

Lubis, Suwardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 

Suhendi, Hendi. 2011. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 

Sholahuddin.  2007. Asas-Asas Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 

Sahrani, Sohari dan Abdullah, Ruf'ah.  2011. Fikih Muamalah. Bogor: Penerbit Ghalia Indinesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun