Mohon tunggu...
Lilan Annisa Sugiyanto
Lilan Annisa Sugiyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said

Orang yang suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghormati Duka Bukan Mengeksploitasi: Refleksi Akhlak dari Kasus Nia Kurnia Sari

6 Desember 2024   17:44 Diperbarui: 6 Desember 2024   17:58 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tragedi pemerkosaan dan pembunuhan Nia Kurnia Sari menyisakan luka mendalam, tidak hanya bagi keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat luas. Namun, ironisnya, tragedi ini malah dimanfaatkan oleh sebagian pihak untuk kepentingan pribadi. Berita ini menjadi viral di berbagai media sosial, diikuti dengan respons publik yang tak kalah kontroversial- termasuk menjadikan kamar korban sebagai objek wisata dadakan. Bukan hanya kamar korban, TKP 8 (tempat ditemukannya korban), bahkan makam korban pun dijadikan konten video klip.

Korban bernama Nia Kurnia Sari, seorang penjual gorengan keliling yang dikenal ramah di lingkungannya, menjadi korban kejahatan brutal yang dilakukan oleh pelaku Indra Septiawan. Setelah diperkosa dan dibunuh, jasadnya ditemukan terkubur di lahan perkebunan di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Tragedi ini mengguncang hati banyak orang, tetapi alih-alih hanya membawa empati dan solidaritas, tragedi ini juga membuka mata tentang fenomena eksploitasi duka. 

Awal mula tragedi ini bisa dijadikan ladang konten oleh beberapa pihak adalah Nia dikenal sebagai orang baik dan pekerja keras, jadi banyak orang geram akan kejadian itu, namun ada pula anggapan jika ia adalah penghafal 30 juz. Alasan-alasan itulah yang menyebabkan, orang jadi sedih dan penasaran bagaimana kehidupan Nia sebenarnya. Ayah Nia sendiri mengkonfirmasi terkait kesalahan bahwasanya Nia bukanlah penghafal 30 juz namun hanya hafal juz ke 30 saja, seperti yang ia ungkapkan dalam salah satu video "jangan dilebihkan, anak saya bukan hafiz Al-Qur'an, tapi benar ia tamat Al-Qur'an namun hanya hafal juz 30 saja". Ujar Asril ayah Nia.

Walau begitu banyak orang yang datang kesana hanya untuk melihat, berdoa bahkan ada yang datang untuk membuat konten. Tujuan oknum memanfaatkan hal ini, tidak lain adalah untuk menambah popularitas, karena ada oknum selebgram yang sampai membuat video klip di makam serta TKP korban. Hal ini tentu menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen, karena dinilai berlebihan, dan tidak etis untuk dilakukan. Bahkan karena hal itu ayah Nia memohon kepada oknum, "Saya mohon sama anda, hati saya terluka, saya kehilangan anak saya dan kamu malah bernyanyi, siapapun anda tolong tidak bernyanyi di atas makam anak saya", ujarnya sambil memohon, dikutip dari TribunJakarta.com (19/11/2024). Kejadian seperti ini sudah kelewat batas, bahkan orang tua Nia sendiri melarang hal tersebut. Apakah kita sebagai pengguna media sosial turut bertanggung jawab atas eksploitasi yang terjadi ?.

Dalam Islam dan ajaran akhlak sendiri, sangat mengutamakan penghormatan terhadap orang lain termasuk korban dan keluarga, sebagai umat Islam kita diajarkan untuk menjaga lisan dan perbuatan saat menyikapi kesedihan orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda "Barang siapa yang tidak menghormati/mengasihi, maka ia tidak akan dihormati/dikasihi oleh Sang Pencipta" (HR. Bukhari No 6013), dengan memanfaatkan tragedi ini untuk kepentingan pribadi, menunjukkan ketidak hormatan terhadap hak korban dan keluarganya. Kita memang perlu cari peluang rezeki, namun bukan seperti ini. Jika ingin membantu tunjukkan empati melalui cara yang terhormat, yaitu dengan dukungan finansial, emosional dan lainnya kepada keluarga korban.

Dari peristiwa ini, menjadi pelajaran kita untuk lebih mengedepankan rasa empati daripada ego. Memanfaatkan keadaan untuk tujuan tanpa memikirkan keadaan orang lain adalah hal yang tidak manusiawi. Dalam tasawuf menghormati orang yang sudah meninggal adalah wajib, Rasul sangat menjunjung tinggi hal tersebut. Untuk mencegah kejadian selanjutnya, kita harus meningkatkan rasa empati dan etika dalam bermasyarakat, tidak melebih-lebihkan informasi dan jangan manfaatkan duka untuk keuntungan pribadi. Kita mulai dari langkah kecil, ketika seseorang dalam musibah ulurkan lah tangan bukan handphone mu, karena orang itu perlu bantuanmu bukan handphone mu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun