Mohon tunggu...
Nur Kholillah
Nur Kholillah Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Jika memang harus, patah dan hancurlah! lalu hiduplah kembali dan mencoba lagi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Klarifikasi Masyarakat Era 90-an tentang Penurunan Angka Pernikahan

24 November 2024   06:22 Diperbarui: 24 November 2024   06:39 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat Era 90-an (sumber : pinterest.com/whitney)

Sempat viral bahwa masyarakat kelahiran tahun 90-an berperan sebagai partisipan terbanyak dalam penurunan angka pernikahan di Indonesia. Pasalnya, banyak sekali masyarakat tahun 90-an yang sampai saat ini, tercatat masih asyik mendaki gunung, traveling, dan sebagainya.

Penurunan angka pernikahan tersebut masih berlaku sebagai fenomena besar dalam beberapa tahun terakhir. Karena justru yang banyak berlalu-lalang memegang buku hijau di media sosial hanya warga kelahiran 2000-an.

Lalu ke mana masyarakat era 90-an?

Menurut kesaksian beberapa partisipan dalam fenomena turunnya angka pernikahan di Indonesia, mereka mengaku hal tersebut bukanlah suatu hal yang disengaja. Selain memang belum waktunya, mereka memiliki alasan lain mengapa memilih menunda menikah atau bahkan beberapa tercatat tidak ingin menikah.

Apakah alasan tersebut?

1. Takut mendapatkan pasangan yang salah.

Ketakutan untuk menikah muncul sebab beberapa faktor, di antaranya adalah sebab warga net di media sosial yang menceritakan pengalaman pernikahan yang membuat trauma karena memiliki pasangan yang tidak tepat.

2. Masih ingin bebas.

Sebagian orang menyukai bereksplorasi ke berbagai tempat di Indonesia atau bahkan di dunia. Alasan tersebut muncul karena mereka melihat realita bahwa sebagian pasangan strict terhadap pasangannya. Sehingga mereka tidak memiliki kebebasan seperti saat sebelum menikah.

3. Fokus berkarir

Setiap orang memiliki mimpi. Dan dalam sebuah pernikahan, tidak semua pasangan mendukung mimpi tersebut. Bahkan menghancurkannya dengan alasan kata 'tanggung jawab'. Tetapi meskipun sudah menunaikan tanggung jawab tersebut dengan baik, sebagian pasangan tetap tidak mendukung mimpi pasangannya.

4. Ingin membahagiakan orang tua.

Tidak semua orang memiliki proses yang lurus dan cepat. Sebagian besar orang belum mampu merealisasikan hal tersebut meski sudah berusia di ujung kepala dua. Sedangkan jika menikah, fokus tersebut nyaris terhambat oleh tanggung jawab dalam rumah tangga. Apalagi jika finansial belum stabil.

5. Memiliki trauma.

Semua orang melalui banyak hal, baik yang sama atau berbeda. Ketakutan menikah juga muncul sebab trauma dalam kehidupan pribadi. Terkadang kekecewaan yang tidak bisa dibendung membuat seseorang mengalami sebuah jenis mental illness - yang akhirnya merubah pola pikir atau tujuan seseorang.

Masih banyak alasan yang belum bisa dijelaskan secara rinci. Tetapi lima alasan yang dipaparkan, sudah mencukupi klarifikasi perihal penurunan angka pernikahan di Indonesia. Meskipun mendapatkan tekanan sosial berupa status perawan tua atau bujang lapuk, mereka tetap memiliki alasan dan hak untuk memutuskan kapan akan meningkatkan angka pernikahan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun