Mohon tunggu...
Nur Kholillah
Nur Kholillah Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Jika memang harus, patah dan hancurlah! lalu hiduplah kembali dan mencoba lagi

Selanjutnya

Tutup

Money

Rela Meminjam ke Bank Keliling, Darurat Krisis bagi Masyarakat Kecil?

28 Oktober 2024   11:06 Diperbarui: 28 Oktober 2024   11:08 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bank keliling semakin berkembang di kalangan Masyarakat menengah ke bawah. Bank keliling adalah layanan pembiayaan yang diberikan oleh individu atau sekelompok orang kepada Masyarakat. Tetapi, dianggap sebagai lembaga pembiayaan informal yang tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Setiap hari mereka selalu datang dan menawarkan pinjaman. Tidak dengan nominal fantastis, justru mereka meminjamkan mulai dari 100 ribu sampai 500 ribu, karena target hanya membutuhkan nominal kecil. Proses peminjamannya pun mudah -- tanpa jaminan apa pun.

Masyarakat kecil sangat antusias dengan kedatangan bank keliling. Mereka membutuhkan bantuan finansial, yang akhirnya tidak bisa memberikan bantuan kepada siapapun. Awalnya mereka meminjam untuk modal jualan kecil-kecilan. Tetapi pada akhirnya mereka menggunakan uang tersebut untuk kehidupan sehari-hari, sebab tidak ada uang untuk pangan.

Bunga pinjaman per100 ribu  adalah 20 ribu dengan cicilan 5 ribu rupiah perhari, selama 24 hari. Tetapi meskipun sudah jatuh tempo dan si peminjam belum bisa membayar, tidak ada kenaikan bunga. Konsekuensinya hanyalah omelan penagih pinjaman.

Hal tersebut semakin mengakar di masyarakat kecil. Alih-alih bekerja, mereka malah menjadikan Bank keliling sebagai penghidupan. Kenapa? Karena ekonomi tidak stabil. Sandang dan pangan semakin mahal, sementara gaji semakin kecil. Lapangan kerja dengan kriteria sempurna membuat mereka tidak memiliki pekerjaan, terutama kriteria batas usia. Produsen menjadi saingan dagang. Seakan ekonomi hanya berputar di antara kaum atas.

Solusinya?

Turunkan standar kriteria S1 jika tidak benar-benar mendesak dan maksimal usia. Masyarakat kecil tidak mampu menunjang Pendidikan S1, tetapi bukan berarti mereka tidak bisa bekerja dan berpikir. Sebagian besar Perusahaan atau lembaga menolak usia 35 tahun ke atas. Padahal usia 40 tahun pun masih bisa bekerja.

Dengan memiliki penghasilan, Masyarakat kecil tidak memerlukan Bank keliling.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun