Mohon tunggu...
Nur Kholillah
Nur Kholillah Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Jika memang harus, patah dan hancurlah! lalu hiduplah kembali dan mencoba lagi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Welcome to Insecure Era

27 Oktober 2024   05:55 Diperbarui: 27 Oktober 2024   07:20 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat datang di peradaban teknologi yang semakin canggih.

Kita hidup di zaman yang semua serba mudah berkat teknologi. Misalnya, mengirim pesan menjadi mudah tanpa harus menggunakan surat yang notabene memerlukan waktu berhari-hari. Belanja lebih mudah tanpa perlu keluar rumah. Transportasi pun sangat fleksibel. Menyimpan gambar tidak perlu lagi menggunakan album yang entah kapan akan dibuka, dan masih banyak kemudahan-kemudahan lainnya.

Kita perlu mensyukuri itu.

Tetapi karena zaman terus berkembang, orang-orang menjadi semakin kreatif dalam memanfaatkan teknologi yang ada. Sebagian menggunakannya untuk memperlihatkan kesuksesan mereka. Sebagian melakukan perjalanan dan mengunggahnya di media sosial. Bahkan, teknologi bisa menjadi ajang kecantikan seluruh dunia. Saat ini, teknologi menjadi tolak ukur tentang kesukesan, kebahagiaan, dan kecantikan.

Akhirnya, lahirlah sebuah emosi yang bernama insecure.

Saat seseorang melihat kesuksesan temannya di media sosial, ia akan merasa hidupnya telah gagal. Masa depannya telah hancur karena sudah tertinggal sangat jauh. Saat seseorang yang tidak memiliki uang melihat temannya berlibur ke tempat impian, ia akan menghujat Tuhan karena memberikannya kehidupan yang sempit. Lalu, saat seorang  wanita melihat wanita-wanita cantik di seluruh dunia, ia akan membandingkan seluruh dirinya sendiri.

Setelah insecure dengan semua itu, muncullah kata flexing. Ironisnya, pecandu flexing ini akan melakukan segala cara agar terlihat seperti orang-orang Impian mereka. Misalnya dengan melakukan transaksi pinjaman online atau judi online tanpa memikirkan kerugian apa pun, dan itu akan terus berlangsung seperti kutukan.

Bersyukur memang sangat sulit, tetapi menjadi pecandu pinjaman online dan judi online itu seperti tidak ada obatnya. Sebelum semakin tertinggal jauh, berjalanlah sesuai ritme kita, bukan ritme orang lain. Tidak apa-apa sampai terlambat, daripada tidak pernah memulai atau menjadi pecandu akut.

Jika semua memang benar-benar berat, menangis dan berteriaklah. Kemudian berjalan lagi di hari esok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun