Mohon tunggu...
Liky Ledoh
Liky Ledoh Mohon Tunggu... Ilmuwan - peneliti

married, civil servants and interisti. masih belajar untuk fokus...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menakar Strategi Rusia ala Karpov

7 Juli 2018   02:42 Diperbarui: 7 Juli 2018   03:27 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BAGI penggemar olahraga catur, Anatoly Karpov merupakan grandmaster Rusia yang memiliki gaya khas. Mantan juara dunia ini  memiliki strategi yang sangat rapi terutama dalam membangun pertahanan. Gaya sang Black Widow seolah tidak berbahaya bagi lawan, tapi tiba-tiba mematikan. Kecermatan dalam membaca arah permainan dan memanfaatkan kesalahan kecil lawan membuat para musuhnya menyerah tanpa sadar.

Berbeda dengan Fishcer atau Kasparov, Karpov pandai memainkan posisi tiap bidaknya yang dia anggap sebagai "nyawa permainan catur". Ia tidak memaksa bermanuver. Ia sabar dan teliti mencari titik kelemahan strukur permainan lawan kemudian memfokuskan serangan pada titik tersebut.

Sepakbola dan catur memiliki kesamaan dalam adu strategi. Kualitas tim menjadi tidak berarti jika pelatih tidak jeli menerapkan strategi yang tepat. Lihat saja tim bertabur bintang banyak berguguran saat menghadapi tim-tim kecil. Saat bola bergulir, semua pemain memiliki peran dalam tim bukan sebagai individu.

Seperti diatas papan catur, status pemain bintang seperti menteri yang dapat bermanuver sesukanya dapat dikurung oleh beberapa bidak yang tepat posisi. Messi dan Ronaldo yang mendominasi pemain terbaik dalam satu dekade terakhir juga merasakan hal yang kurang lebih sama. Saat di atas lapangan, tidak ada yang bisa saling meremehkan. Tidak ada tim besar maupun tim kecil.

Tim nasional Rusia tetap dipandang sebelah mata di Piala Dunia 2018. Saat akan memulai pertandingan perdananya, timnas Rusia dianggap hanya sebagai penggembira saja di ajang sepakbola terbesar di dunia. Rusia memiliki peringkat terendah (70) dibanding 32 tim lainnya dan datang dengan bekal tuan rumah yang otomatis lolos ke piala dunia.

Saat masuk ke 16 besar dengan 2 kemenangan di tangan, Rusia tetap dianggap beruntung karena berada di grup mudah. Bahkan setelah menyingkirkan Spanyol juga tidak membuat Rusia lepas dari statusnya sebagai tim kuda hitam. Banyak pihak beranggapan Rusia beruntung mengalahkan juara dunia 2010 itu dengan adu pinalti. Tapi membutuhkan lebih dari sekadar keberuntungan untuk menahan gempuran El Matadorselama 120 menit pertandingan.

Tuan rumah Sbornaya juga memainkan gaya Karpov ini saat menghadapi Spanyol. Sadar akan materi skuadnya, Rusia memainkan pola bertahan yang sangat rapat. Rusia menyusun formasi 5-3-2 yang bertranformasi 5-4-1 dengan garis pertahanan yang rendah membuat Spanyol sulit masuk ke area pertahanan. Spanyol dengan gaya khas tiki-taka terus memaksa masuk dan berusaha membuka ruang tapi Rusia tidak terkecoh.

Penempatan posisi yang baik dan kedisiplinan pasukan rusia  dalam menjaga posnya membuat dominasi penguasaan bola lebih dari 70 persen Isco dkk tidak berarti. Rusia bermain konvensional, mengandalkan kelebihan fisik dan menahan posisi para pemainnya untuk terus memotong bola dan pergerakan pemain spanyol. Pertandingan berakhir dengan imbang. Adu pinalti dimenangkan oleh Akinfeev, yang juga dinobatkan sebagai pemain terbaik pada laga tersebut.

Tidak mudah menerapkan strategi Karpov tanpa kualitas serangan yang mematikan. Gaya penepatan posisi dari Karpov juga tidak lantas melakukan serangan membabi buta. Entah bermain terbuka atau menutup rapat areal pertahanan, Rusia harus berfokus pada satu titik kelemahan lawan. Kroasia yang kemungkinan besar bermain terbuka tentu memiliki kelemahan. Rusia hanya perlu bermain dengan sabar sambil melihat peluang serangan yang terukur pada kelemahan Vatreni.

Akan tetapi bila terpaksa, daripada kalah, bertahan rapat hingga memasuki babak pinalti menjadi pilihan yang juga masuk akal bagi Rusia. Mungkin itulah serangan mematikan dari Rusia. Tapi bisa juga menjadi bumerang, Subasic memiliki kualitas yang setara dengan Akinveef dalam menghadapi pinalti. Stadion Fisht, Sochi bak papan catur yang menjadi saksi sejarah pertarungan strategi dua tim yang sebelumnya lolos dari adu pinalti.

Akhirnya, naik gandola dengan para pemuda, jangan nonton bola tanpa kacang garuda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun