PADAbeberapa olahraga tim termasuk sepakbola, ini adalah istilah untuk pemain pengganti yang memberikan kontribusi yang luar biasa. Bahkan bisa dianggap melebihi peran pemain utama. Hingga kini masih banyak orang melabelkan posisi ini pada Ole Gunnar Solskjaer. Striker kebangsaan Norwegia yang menjadi pahlawan Manchester United saat meraih Piala Champions musim 1998/1999 dengan menundukan Bayer Munchen di Camp Nou Barcelona. Setelah Teddy Sheringham, yang juga masuk dari bangku cadangan, menceploskan gol penyama kedudukan atas gol tendangan bebas  menyusur tanah dari Mario Basler, Solkjaer masuk ke lapangan dan ia selalu diingat.
Satu hal yang membuatnya lebih dikenang adalah Solskjaer baru saja masuk pada menit ke 81. Golnya juga dicetak pada detik-detik terakhir perpanjangan waktu (menit ke 93) sebelum peluit dibunyikan wasit Italia Pierluigi Collina. Saat dimana para pemain dan pelatih bersiap untuk babak perpanjangan waktu yang akan melelahkan.
Solkjaer menjadi mimpi buruk dan pasti dikenang lama oleh Munchen. Berawal dari tendangan sudut oleh Beckham diteruskan oleh Sheringham ke depan gawang dimana sontekan refleks dari Solkjaer membuat Kahn hanya melihat bola meluncur ke gawangnya. Kuffour yang bertugas menjaga Solkjaer hanya bisa menangis dan mungkin akan menyesali seumur hidup kesalahannya itu. Legenda Jerman Lothar Matthaus, yang kemudian gantung sepatu, diam membisu di bangku cadangan karena telah diganti beberapa menit sebelumnya. Beberapa pemain Munchen lunglai dan langsung terkulai lemas setelah peluit tanda akhir pertandingan berbunyi 10 detik setelah bola kembali bergulir.
Sebaliknya perayaan besar-besaran Manchester United meraih Juara Liga Champions untuk menggenapi treble winner setelah menjuarai Piala FA dan Liga Premier. Dwight Yorke meraih Pencetak gol terbanyak di Liga Champions, sedangkan Bayern Munchen dihibur gelar Pemain terbaik di laga final yaitu pemain Jerman Mario Basler. Peter Schmeichel bangga mengakhiri karir di MU dengan mengangkat trofi bersama sang pelatih Alex Ferguson. Semuanya senang termasuk Solkjaer sendiri tetapi ia sadar statusnya hanya pemain pengganti.
Pada musim 1998/1999, Solkjaer berada di bawah bayang-bayang duet mematikan MU Dwight Yorke dan Andrew Cole. Pada musim itu Solkjaer hanya main setengah dari 32 laga Liga Premier. Itupun hanya empat kali bermain penuh 90 menit. Liga Champions lebih buruk lagi. Ia hanya masuk satu pertandingan sebagai tim utama selama 55 menit. Tiga kali sebagai pemain pengganti. Selebihnya penghangat bangku cadangan bahkan tidak masuk daftar pemain saat pertandingan semifinal kandang maupun tandang.
Bahkan Piala FA yang biasanya menjadi bagian pemain cadangan, Solkjaer tidak mendapatkan kemewahan tersebut. Walau akhirnya ia bermain penuh di babak semifinal hingga mengalahkan Newcastle 2-0 di final, tapi di babak-babak sebelumnya ia bukanlah pilihan utama.
Menjadi Supersub bukan impian setiap pemain sepakbola. Setiap pemain selalu ingin masuk tim utama dan bermain penuh. Akan tetapi persaingan di level kompetisi eropa sangat ketat. Apalagi di posisi penyerang yang dituntut selalu mencetak gol hanya berkuota dua orang di formasi standar 4-4-2. Bahkan di formasi modern, beberapa pelatih malah menghilangkan posisi penyerang dengan false nine-nya. Â Bukan hanya itu posisi penjaga gawang juga memiliki banyak supersub. Dua generasi penjaga gawang tim nasional Italia Pangliuca dan Toldo conohnya selalu menjadi supersub Peruzzi dan Buffon.
Pada sisi lain, supersub sebenarnya memiliki kualitas yang sedikit dibawah pemain utama. Bahkan beberapa supersub memiliki kemampuan di posisi dan keahlian yang berbeda seperti gelandang serba bisa Salomon Kalou. Saat tim bermain buruk dan sulit meraih kemenangan, saat itulah supersub masuk untuk memberikan perbedaan. Masuk, bemain cantik dan kalo beruntung membuat gol. Walaupun diakui hal tersebut juga jarang terjadi.
Supersub sebenarnya tidak memiliki kemampuan luar biasa. Beberapa dari mereka malah dimasukan hanya untuk mengulur waktu pertandingan. Para pemain pengganti ini mendapat kesempatan untuk menonton pertandingan, merasakan atmosfir penonton yang beku dan masuk untuk meledakan isi stadion. Suatu peran yang tidak semua orang bisa merasakan pengalaman tersebut.
Para supersub ini berhasil karena memiliki kesempatan terbaik dan mereka mengambilnya. Mereka dibatasi waktu, dukungan dan bahkan ekspetasi. Tapi mereka berhasil keluar dari tekanan tersebut. Mengejar peluang, mengharapkan keberuntungan dan menciptakan sejarah. Itulah supersub.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H