Bayangkan apa jadinya kalau jutaan orang pada waktu itu bereaksi sama seperti saya, dalam periode singkat tiba-tiba berbondong-bondong menyerbu pasar, Â terdorong oleh kecemasan yang tidak beralasan?Â
Bukahkan itu akan menimbulkan panik? Jika panik, setiap orang yang pada saat bersamaan berada di pasar berpotensial untuk menyebarkan berita, mengakibatkan panik yang lebih besar lagi, apalagi jika berita telah dibumbui oleh berbagai isu SARA.
Panik besar selalu berpotensial memicu kerusuhan sehingga pemerintah akhirnya harus ikut turun tangan, Â si golongan orang kaya akan berusaha mencari aman, pindah ke tempat lain.Â
Untuk itu dia tentunya butuh uang banyak sehingga dia akan menarik uang simpanannya atau menukarkannya ke valuta lain. Â Investor akan menangguhkan proyek atau bahkan memutuskan memindahkan modal ke negara lain yang aman dan stabil. Angka penganguran pun akhirnya otomatis meningkat.
Angka penganguran yang tinggi dan berkepanjangan akan menurunnya daya beli masyarakat, disaat bersamaan memicu inflasi (kenaikan harga barang) karena dalam kondisi negara yang tidak stabil/tidak aman, penduduk pasti takut untuk beraktivas sehingga pendapatan dan stok barang pasti berkurang.Â
Untuk bisa bertahan hidup, golongan kurang mampu dan menengah terpaksa harus menggunakan uang tabungannya di bank, terpaksa mengambil kredit dengan bunga besar atau bahkan jika sangat terpaksa menjual aktiva (rumah, tanah, dll) dengan harga dibawah pasaran. Angka kriminalitas pun pasti meningkat.
Kondisi dramatis yang sangat tidak diharapkan. Siapa yang akan diuntungkan dalam kondisi kacau seperti ini? Yang jelas bukan kita, rakyat Indonesia. Ironisnya kondisi ini  bisa berawal  dari hal sepele yaitu reaksi individual dalam menanggapi berita di tengah ketidakpastian, reaksi yang hanya didasarkan oleh emosi semata, bukan oleh data dan logika.
Untuk menghindari kondisi dramatis inilah Bank Indonesia didirikan oleh pemerintah Indonesia. Semua data yang terkait dengan perekonomian Indonesia juga dikelola oleh Bank Indonesia.Â
Lembaga ini juga berwenang untuk menentukan kebijaksanaan makroprudential aman terjaga sebagai reaksi untuk mengurasi risiko dan menenangkan kondisi pasar, contohnya kebijaksanaan suku bunga dan obligasi, kebijaksanaan kredit, kebijaksanaan berspekulasi, dll.Â
Semua kebijaksanaan ini dibuat dengan untuk melawan  perilaku egois yang jika dilakukan secara masal  efeknya bisa menghancurkan negara kita. Intinya jangan sampai masyarakat takut dan panik.
Tugas yang berat ini tidak mungkin berhasil tampa dukungan kita, rakyat Indonesia. Baik kaya atau miskin ternyata kita memiliki peranan dan nilai yang sama pentingnya di mata pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Bank Indonesia.