Mohon tunggu...
El
El Mohon Tunggu... Desainer - Menulis opini mengenai realita sosial dari lensa feminisme kontemporer

Wiraswasta di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemerkosaan adalah Momok Bagi Perempuan Juga Laki-Laki

7 Mei 2016   11:16 Diperbarui: 7 Mei 2016   11:48 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemerkosaan di Indonesia selama ini menjadi momok bagi perempuan (dan juga laki-laki). Bagi perempuan, mereka dianjurkan agar tidak meninggalkan rumah sendirian, pulang malam, naik kendaraan umum atau pergi ke tempat-tempat yang sepi karena bahaya serangan perkosaan dari pria-pria yang sewaktu-waktu bisa menyerang. Dan bagi laki-laki, mereka dianggap tidak bisa mengontrol nafsu dan kalap, kehilangan akal sehat saat mereka melihat seorang perempuan yang sedang lengah.

Apa artinya ini? Pemerkosaan adalah bukti bahwa laki-laki memang tidak bisa mengontrol nafsu (dan menggunakan kekerasan demi memuaskan nafsunya yang tak terbendung itu). Yang kedua, pemerkosaan adalah ancaman yang semakin memperlebar jurang antara laki-laki dan perempuan yang sebenarnya sama-sama punya nurani dan akal sehat.

Tulisan yang singkat ini menyimpulkan bahwa pemerkosaan bukanlah aib dan momok bagi wanita (sebagai korban) saja, melainkan lebih terutama aib bagi pelaku (laki-laki) yang telah mengikuti dan tak sanggup mengatasi naluri kebinatangannya. Sayangnya, paradigma yang selama ini terpola di masyarakat kita cenderung melihat pemerkosaan dari satu sisi saja, dan itu biasanya didahului dengan kata-kata 'gadis' atau 'perempuan' yang dijadikan objek pemberitaan tersebut.

Sudah waktunya kita merubah paradigma tentang pemerkosaan dan cara kita merefleksikan kekerasan-kekerasan yang lainnya, baik itu kekerasan terhadap perempuan maupun terhadap laki-laki. Jangan lagi jadikan perempuan dan korban kekerasan sebagai objek. Mereka adalah manusia, subjek yang berpredikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun