Sebagaimana maklum adanya, kisah Bangsacara dan Ragapadmi sangat penuh dengan romantisme. Kisah agung ini menampik sebuah klise masyarakat umumnya, bahwa cinta sejati suami istri nihil dari fakta.
Jika masih ada gelar The Prince of Love, maka Bangsacara adalah orangnya. Di sini, saya tidak menceritakan kisah kedua pecinta agung ini, akan tetapi sedikit mengulas makna filosofis cinta keduanya dipandang dari sudut yang barangkali berbeda.
Sebab, mengenai kisah Bangsacara sudah banyak diulas di buku-buku sejarah daerah Madura, dan banyak pula blog-blog menulis kisahnya.
***
Filosofi cinta Bangsacara untuk Ragapadmi, bisa dipahami dari awal Bangsacara mengenal Ragapadmi hingga keduanya tenang di liang lahat, yaitu sebagai berikut:
Pertama.
Bangsacara menghormatinya sebagai ratu. Itu artinya, cinta bermakna penghormatan. Sebagaimana lazimnya, sang pecinta menghormati orang yang dicintainya.
Kedua.
Bangsacara merawatnya, karna sebuah tanggung jawab. Hal itu bermakna, ketika cinta datang dan disambut oleh seseorang, maka ia telah menanggung sebuah tanggung jawab besar dalam hidupnya. Oleh karenanya, kisah cinta selalu melekat pada sosok-sosok yang bernyali besar. Singkatnya, cinta itu berat dan hanya sanggup dibebani pasa sosok yang kuat.
Ketiga.
Bangsacara selalu bersamanya dalam suka dan duka. Itu pula, cinta dapat menarik sesuatu yang jauh menjadi dekat, sesuatu yang terserak menjadi karib, seperti magnet yang menemukan titik positif dan titik negatif dalam satu ikatan.
Keempat.
Bangsacara selalu membuatnya senang. Artinya, dengan cinta itulah menjadi penyangga bagi jiwa agar selalu melekungkan senyuman, dan tidak pernah roboh di garis cekung atau cembungnya pipi. Dan,
Kelima.
Bangsacara merelakan Ragapadmi sesuai kehendak sang Pencipta. Karena cinta itu keikhlasan, ke mana pun arah cinta berlayar sebagaimana yang telah dihembuskan sang Maha, maka ia selalu tulus mengabdi pada titah sang Maha. Itu maknanya, sebagaimana kata banyak orang; cinta tak mesti wajib dimiliki.
Sementara makna dibalik cinta Ragapadmi untuk Bangsacara hanya satu, yaitu hidup atau mati selalu bersamanya. Nah, makanya wanita itu makhluk yang lembut, sekaligus pencinta yang tulus.
Ditulis ulang, (tulisan lama, hingga lupa titi mangsanya).Â
(Holikin, S.Pd.I)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H