Arera Zeylana itu namaku. Dan ini adalah sedikit cerita tentang kehidupanku yang mencintai seseorang.Â
Berbicara tentang kehidupan percintaan pasti akan selalu tertuju pada dua pilihan berakhir menjadi pasangan atau tetap dalam hubungan pertemanan yang rumit. Tapi, dua pilihan itu tidak berlaku dalam cerita cintaku kali ini.
Saat itu usiaku dua puluh tahun dan sedang menempuh perkuliahan. Aku menjalani hidupku secara normal seperti yang kebanyakan orang lakukan pada umumnya.Â
Hangout, kuliah, pulang, mengerjakan tugas dan begitu seterusnya. Lingkaran itu akan selalu berputar sedemikian rupa. Memang membosankan tapi mau ataupun tidak aku tetap harus melakukannya.
Hingga suatu waktu aku menemukan dia. Dia yang begitu sempurna di sudut pandang ku. Senyumnya yang seketika mengedarkan rasa lelahku.Â
Tawa renyahnya yang terdengar membuat hariku berwarna untuk ku jalani. Dia nyaris tanpa cela, dia nyaris sempurna.
Aku hanya mampu memandangnya dari jauh. Mengaguminya dalam diam seribu bahasa. Tiap kali melihatnya, pesonanya selalu memabukkan ku. Seolah pintu untuk ku melangkah ke dunia baru terbuka begitu saja.Â
Ini aneh, bagaimana bisa hanya dengan memandangnya dari kejauhan dapat membuatku sebegitu terbahagia kan.
Padahal dia saja tak tahu menahu aku memandangnya, tak tahu aku menikmati ulasan senyum dan tawa yang ia tampakkan jelas di wajahnya yang menawan itu.Â
Tapi, dengan tidak tahu dirinya aku menyanderanya dalam benak dan pikiranku bahwa dia adalah jutaan warna pelangi yang menyatu di hidupku.
Situasi ini sungguh lucu dan menggelikan. Diantara aku dan dia bahkan hanya aku yang tahu namanya, tahu asalnya, tahu hampir segalanya tentang dia. Namun, apa yang dia tahu tentangku?.Â
Maka, jawabannya dia tak tahu sedikitpun tentang aku, aku yang begitu menyukainya lebih dari bumi menyukai planet lain untuk berada di sekelilingnya.
Pria yang bahkan jauh lebih tua dibandingkan aku. Pria yang tidak bisa menyantap rasa pedas dalam makanannya.Â
Tak bisa membiarkan kopi masuk dalam kerongkongannya yang bahkan mampu mengeluarkan suara yang menenangkan.Â
Dia pria yang akan lebih menyukai buah kecil berwarna merah dan berbintik penuh dibandingkan harus makan makanan dengan sedikit saus sekalipun.Â
Dia yang selalu punya cara pandang tersendiri yang jauh berbeda dengan orang lain tentang apapun itu. Kedua netranya yang unik, yang bahkan tidak ada lipatan eyelidnya yang seperti miliknya.Â
Pria yang lebih memilih sandal sederhana dibandingkan sepatu formal, meskipun dia terlihat tampan dengan apapun yang dipakainya.
Tiap kali terbayang sosoknya aku selalu menggila. Aku akan tertawa begitu bahagia seolah seluruh hormon kebahagiaan dalam diriku tersalurkan dalam kekuatan penuh ke sekujur tubuhku.Â
Sebesar itulah dampak seseorang itu bagi hidupku. Aku sangat ingin masuk dalam dunianya, mengenal dia lebih dari yang sudah ku ketahui sekarang.
Yang awalnya aku tahu apapun yang disukai dan tidak disukainya. Menjadi tahu berbagai aktivitas yang ia lakukan bersama temannya.Â
Suaranya yang merdu selalu berputar dalam pikiran dan benakku. Menemaniku menjalani berbagai hari entah baik atau buruk, selagi aku bisa mendengar suaranya aku akan menjadi baik bahkan lebih baik daripada hari sebelumnya.
Sayang sekali dunianya dan duniaku berbeda. Amat sangat berbeda, meski kita sama-sama manusia dengan pusat penciptaan yang sama.Â
Entah rasa cintaku yang melebihi garis batasnya atau aku yang sudah keterlaluan melebihi takdir yang sudah ditetapkan Tuhan untukku dan dia.
Rasanya kedua perumpamaan itu hampir mirip dan yah memang itu yang terjadi diantara aku dan dia. Dia berbeda denganku yang selalu berdoa menengadahkan kedua tangan.Â
Dia berdoa dengan menggenggam tangannya dan menganggap antariksa mampu menyampaikan doanya. Tidak seperti aku yang menganggap antariksa sebagai sebuah keindahan alam semesta.
Sebagian pikiranku terkadang bertanya-tanya 'apakah dia yang dunianya jauh berbeda denganku, akan mau sedikit saja mengenal duniaku?'.Â
Terkadang juga pikiranku yang lain akan menjawab 'tentu saja tidak, kau dan dia tidak memiliki garis takdir yang sama'. Namun, hatiku tetap bersikukuh untuk mencintainya.Â
Padahal aku sudah tahu dengan jelas hanya pada satu garis waktu yang membuat kita bertemu, membuat aku mengenalnya, bukan garis takdir. Maka ini semua tidak akan mencapai ujung yang sama.
Aku yang selalu mengharap ya, tapi bahkan dia akan mengharapkan orang yang diidamkannya untuk datang bukan aku. Mengenalnya, membuatku sadar mencintai tidak selalu menyenangkan tapi juga menyakitkan.Â
Sakit yang tidak akan bisa terobati sampai kapanpun. Sakit yang akan terus bertambah seiring berjalannya waktu selaras dengan perjalanan hidup yang aku dan dia jalani setiap harinya.Â
Pasti suatu saat nanti, dia akan berbahagia dengan gadis cantik pilihannya. Memiliki keluarga kecil yang harmonis dan bahagia untuk waktu yang tak ditentukan.Â
Akan tetapi, sebelum suatu hari itu datang ijinkan aku bertemu denganmu. Datang ke duniamu dengan riasan cantik dan elegan, menyapamu dan kau balik menyapaku.
Akan ku ulurkan tanganku padamu dan kau akan menyambutnya entah menggenggamnya atau melengkapi separuh hati yang ku buat dengan jemariku.Â
Sekilas pun tak apa setidaknya aku tahu bagaimana rasanya kau genggam dan tanganmu yang lebar yang selama ini aku pikirkan akan hangat berada dalam genggaman tangan itu.
Tak lupa, aku akan menyampaikan sesuatu padamu. Terimakasih dan maafkan aku. Dua kata sederhana itu aku berjanji akan mengatakannya padamu.
Terimakasih karena kamu telah dengan tidak sengaja membuatku meng nalmu di dunia ini di lapisan bumi yang sama denganku, meski jarak kita nun jauh di sana melewati lautan dan juga udara.
Terimakasih karena kehadiran mu di hidupkan mampu sebagai pelipur di saat duniaku tengah hancur. Menjadi penenang saat hatiku tengah terguncang menjalani kehidupan yang tak mudah di dunia ini.Â
Menjadi penguat hatiku yang kadangkala rapuh karena benturan kerasnya ocehan sekitar tentang mimpiku, tentang hidupku dan semuanya yang mereka cela kan tentang aku.
Lalu maaf, maaf karena aku mencintaimu tidak pada batas yang telah ditentukan. Aku melewati garis pembatas antara kita. Aku mencintaimu dan berharap dapat memilikimu sebagai seorang pria dan wanita yang saling mencintai secara personal.Â
Padahal jelas ku tahu itu semua tidak akan mungkin terjadi, kau hanya menyukai hobimu yang menjadi pekerjaanmu sedangkan aku menyukaimu terlampau lebih hingga menepis fakta bahwa kau hanya melakukan hobi dan pekerjaan mu.Â
Maaf lagi, karena aku terdengar begitu jahat dan egois karena  mencintaimu sedalam ini.Â
Cinta kita itu terlarang, tuhan ku dan tuhanmu berbeda, dunia ku dan dunia mu pun berbeda. Maafkan aku yang tidak tahu diri ini dan tetap mencintaimu hingga kini bahkan nanti entah kapan akan berhenti.
Kamu terlalu candu lebih dari narkotika di netra para pecandunya. Dan aku akan terus candu dalam mencintaimu. Meski hanya dalam diam dan meski hanya sebatas ini.Â
Terus lakukanlah pekerjaan dan hobimu karena akupun bahagia melihatnya. Pesanku satu, tolong tunggu aku untuk hingga aku melepas masa lajangku bersama pria yang mencintaiku dan menghabiskan sisa umurku dengannya. Jangan meninggalkan aku lebih dulu dan menemukan bidadari mu, aku tidak sekuat itu untuk melihatnya.
Aku akan mengakhiri cerita ini di sini. Ulasan cerita yang membahas tentang dirimu dan rasa cintaku padamu yang tak akan pernah terwujud.Â
Kita memang ditakdirkan untuk bertemu dan mengenal juga menjalani garis waktu yang sama, tapi kau dan aku juga ditakdirkan untuk menghadapi perbedaan yang membentang jelas diantara kita juga menghadapi sebuah perpisahan.Â
Sekali lagi, terimakasih bintang dunia aku tidak pernah menyesal pernah mengenalmu dan mencintaimu, meski kamu hanya mengenalku secara general sebagai army.Â
Itulah sepenggal kisah cintaku. Mencintai seseorang yang hanya dapat ku lihat dan ku dengar dari benda persegi panjang milikku. Hubunganku dan cintaku padanya tak lebih hanya sebatas artis dan penggemar.Â
Hanya terkadang hatiku yang melampaui batasnya dengan tidak tahu diri. Di balik kisah ini aku Arera Zeylana akan tetap mendukungnya apapun yang akan menjadi pilihannya di masa depan nanti. Bukankah mencintai tidak harus memilikinya secara personal itu bukanlah hal yang buruk kan.Â
Lagi pula apa yang kita inginkan tak selalu akan terwujudkan, karena Tuhan kita lebih tahu mana yang terbaik untuk umatnya. Seperti aku dan dia, juga takdir kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H