Mohon tunggu...
Muhammad Umar
Muhammad Umar Mohon Tunggu... Konsultan - Mari merawat imajinasi!

Mari merawat imajinasi! hasilketikantangan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sebuah Upaya Membahagiakan Mamah

19 Januari 2020   21:45 Diperbarui: 21 Januari 2020   00:45 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by jiao tang from Pixabay (Pixabay.com)

Hari ini adalah hari pernikahanku. Tepatnya satu jam sebelum akad. Dadaku berdesir, nafasku terasa pendek, jantungku seolah menggedor-gedor kulit dadaku dengan begitu cepat. 

Apakah semua perempuan merasakan hal yang sama menyambut pernikahan? Kupejamkan mataku, kurenungi dalam-dalam dan kupastikan pada diriku bahwa hari ini aku bahagia.

Aku berada di ruang tata rias, menunggu seseorang datang menjemputku. Aku serupa barang antik yang disembunyikan dulu di ruang rahasia, ditutup kain, sebelum akhirnya dipamerkan di tempat pelelangan. Aku ditunggu-tunggu.

Kuhadapkan wajahku ke permukaan cermin dengan foundation dan blush on menutupi pori-pori pipiki. Aku harus akui bahwa aku cukup menarik. Kulihat bola mataku yang dilapisi soft lens berwarna coklat dengan bulu mata yang ditambah eyelash extension dan alis digambar agar telihat tebal dan mantap. Mataku Indah. Kuyakin suamiku beruntung. Definisi cantik secara general sudah kumiliki. Ah sepertinya aku terlalu jumawa.

Kemudian, terdengar seseorang mengetuk pintu. Kuambil mahkotaku di muka meja dan kupasang di kepala. Kutarik nafas dalam-dalam sambil melangkahkan kakiku menuju para tamu yang sudah ramai. Langkahku pelan tapi pasti. Bukan disengaja pelan, namun kain yang melingkari pinggang dan sepatu pengantin membuatku sulit bergerak cepat. Kulemparkan senyum pada orang-orang di ruangan. Mereka pun menyambarnya seperti ikan yang hendak diberi umpan oleh petambak.

Calon suamiku duduk dihadapan penghulu dengan gugup. Ya betul, calon suami, karena akad belum selesai bukan? Kupastikan mamahku tersenyum melihatku. Mengangguk seolah sudah beratus-ratus tahun menunggu anak semata wayangnya menikah.

***

Pernikahanku agak dipercepat. "Jangan terlalu lama, kamu sudah berumur 36, Amira," kata mamahku.

Rasanya baru tiga bulan aku mengenal calon suamiku. Tapi tak apa. Selama tiga bulan ini dia sudah menunjukan kelelakiannya. Menjagaku, merangkul, memahami dan satu lagi, membimbingku. Ah, tapi apakah perempuan perlu dibimbing? Padahal perempuan tidak salah jalan. Yang pasti dia laki-laki idaman. Terlebih, dia mapan, religius dan pandai memasak. Masalah tampang, apa laki-laki harus melulu dilihat dari tampang. Bukankah yang penting cara dia berperilaku dan bertanggung jawab atas perkataannya. Ya meskipun, calon suamiku ini memang tampan.

Jika tidak salah ingat, bulan Juni 2019 mamah menyatakan keinginannya agar aku menikah. Aku diberi waktu 6 bulan. Gila bukan. Padahal mencari laki-laki tidak semudah memilih cabai di pasar. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun