Mohon tunggu...
Alifia Putri Marizka
Alifia Putri Marizka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airangga

Failure is the key to success

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Obat Atau Racun Untuk Rakyat : Tolak PPN 12%

24 Desember 2024   20:03 Diperbarui: 24 Desember 2024   20:03 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pedagang UMKM (Sumber : https://www.perumperindo.co.id/pedagang-umkm/)

Seperti yang kita tahu, pajak adalah sumber pendapatan negara. Melalui pajak, negara dapat membiayai layanan publik, infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Namun apakah mengorbankan daya beli rakyat adalah salah satu pilihan yang tepat? jawabannya adalah tidak, bagi saya itu kurang tepat dan malah akan membebani rakyat apalagi rakyat yang berada di kelas bawah.

Akhir-akhir ini kita dibuat terbelalak dengan rencana dinaikkannya PPN menjadi 12% pada tahun 2025. Memang di lapangan kenaikan PPN ini akan menambah penerimaan negara, tapi di lapangan hal ini akan memaksa kita mengurangi konsumsi karena harga barang yang melonjak sehingga daya beli kita menurun. Daya beli yang turun membuat perekonomian semakin lemah, dan kenaikan PPN ini akan semakin memperburuk situasi.

Menurut Badan Pusat Statistik sekitar 57,95% penduduk per Agustus 2024 adalah pekerja informal. Dari data tersebut, bisa dikatakan sebagian besar dari kita adalah pekerja informal. Para pekerja informal misalnya UMKM mendapatkan penghasilan dari daya beli masyarakat, jika daya beli masyarakat akan menurun akibat kenaikan PPN bukankah ini akan memperburuk sebagian besar kondisi ekonomi di Indonesia? hal inilah yang perlu dipikirkan kembali oleh pemerintah.

Siapa yang terkena dampak paling signifikan?

Tentu saja masyarakat kelas menengah ke bawah, mereka pasti akan semakin terbebani dengan kenaikan PPN ini. Pengeluaran bulanan meningkat, ancaman kemiskinan karena pendapatan tetap dan pengeluaran rumah tangga naik, keterbatasan bantuan sosial, dan lebih buruknya mereka harus berhutang untuk tetap bertahan hidup, hal ini sama saja dengan jalan buntu.

Pemerintah menegaskan bahwa keputusan ini telah dipertimbangkan secara matang dan tidak akan memberi dampak negatif. Tapi apakah perkataan tersebut bisa membuat kita tenang jika nantinya bukti lapangan menunjukkan hal yang berbeda? Para pejabat akan dimanjakan dan rakyat dicekik, apakah ini suatu keadilan?

Kekhawatiran inilah yang perlu dipikirkan kembali, jangan hanya memikirkan jalan cepat untuk meningkatkan penerimaan negara. Bahkan jika dipikir lagi, kemungkinan tingkat inflasi juga akan naik karena kebijakan ini. Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa kenaikan PPN 12% ini dialokasikan secara efektif untuk program-program yang meringankan beban masyarakat, khususnya untuk kelompok berpenghasilan rendah, serta dapat menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun