Kasus perkosaan yang melibatkan pengungsi Rohingya di Aceh telah menimbulkan kekhawatiran dan perhatian. Pada Juli 2023, seorang pengungsi Rohingya, berinisial RU, ditangkap  polisi karena dicurigai memperkosa  anak di bawah umur di kamp perlindungan darurat di Padang Tiji, Pidi, provinsi Aceh. Dalam aksinya, pelaku mengancam korban dengan  pisau agar korban diam.
Kejadian ini menunjukkan bahwa pengungsi Rohingya juga rentan terhadap kejahatan, dan untuk mengatasi kejadian tersebut memerlukan kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan. Kejahatan yang melibatkan pengungsi Rohingya pernah terjadi di masa lalu, termasuk  perdagangan manusia dan perdagangan narkoba. Jumlah pengungsi Rohingya di Aceh terus meningkat, dan penanganan kasus kriminal yang melibatkan mereka menjadi persoalan yang harus mendapat perhatian serius.
Isu Pengrusakan Oleh Pengungsi Rohingya
Pada Desember 2023, terjadi insiden perusakan di Rusun Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur, yang digunakan sebagai tempat penampungan pengungsi internasional, termasuk kelompok etnis Rohingya. Insiden ini terjadi setelah pemadaman listrik yang disebabkan oleh kebakaran gudang logistik di sekitar lokasi penampungan. Para pengungsi yang menempati rusun tersebut melakukan perusakan setelah protes terkait pemadaman listrik oleh PLN.Â
Meskipun genset telah diaktifkan untuk mengatasi pemadaman listrik, para pengungsi tetap melakukan perusakan terhadap fasilitas penampungan. Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, Herdaus, menyatakan bahwa sekitar 30 pengungsi diduga terlibat dalam perusakan tersebut. Meskipun dugaan sementara pelakunya adalah pengungsi, pihak berwenang masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui siapa pelaku sebenarnya dan apa motif dari tindakan perusakan tersebut.
Menyeruak Hoax Soal Rohingya di Aceh dan Penjelasan UNHCR Indonesia
Beberapa hari belakangan, muncul tangkapan layar tulisan akun media sosial UNHCR Indonesia dengan kalimat kontroversial mengenai penanganan kaum muhajirin, Rohingya. Namun, usut punya usut, isu viral itu ternyata hoax belaka. Terlepas dari misteri pembuat isu hoax itu, berikut adalah penjelasan dari UNHCR Indonesia yang asli mengenai isu penanganan pengungsi Rohingya di Aceh.
Tangkapan layar (tapi palsu) itu menyeruak di jagad media sosial, dari X sampai TikTok. Isinya menuai reaksi emosi bahkan marah-marah dari akun-akun warganet. Isinya berbunyi sebagai berikut: "Semoga rakyat Rohingya bisa diterima masyarakat Indonesia, dan pemerintah bisa berikan dia rumah, makan, dan tempat tinggal, dan buat KTP Indonesia." Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi pengungsi ini menyatakan informasi tersebut adalah hoax. "Saat ini banyak sekali akun palsu UNHCR yang dibuat di media sosial. Semua konten yang seperti Bapak tanyakan bukan berasal dari UNHCR," kata pejabat informasi publik (Public Information Officer) UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono.
Publik perlu mengetahui kabar hoax agar tidak terpengaruh dan turut menyebarkan hoax tersebut. Masyarakat diminta berhati-hati terhadap akun palsu UNHCR. "Pembaca medsos kami harapkan kebijaksanaannya untuk hanya menanggapi/memercayai menyebarkan konten resmi UNHCR yang ada dalam platform-platorm kami yang riil," kata Mitra Salima dari UNHCR Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H