Dengan sedikit kecewa saya beranjak meninggalkan bu Ivon tapi saya menyempatkan untuk bertemu dengan pak Pendi porter andalan kak Henny yang sudah dianggap seperti kakak, Saya bertemu dengan pak Pendi dan keluarganya namun keadaan beliau kurang sehat dan tidak bisa mengantarkan kami, doa terbaik buat pak Pendi semoga beliau lekas sembuh.Â
Setelah itu saya kembali ke Longboat mau tak mau kami harus menginap semalam dikaki gunung, Pak Tori mengantarkan kami kesalah satu homestay di Remukoi. Kami istirahat sejenak lalu saya juga berdiskusi bersama ibu pemilik homestay mengenai persiapan upacara adat dimana persyaratannya yakni dengan mempersiapkan seekor ayam (harga perkilo 65 ribu)gelang dari bapak adat (harga 10 ribu/buah), arak (25 ribu), Biaya upacara adat (200 ribu), biaya homestay (100 ribu/malam) dan biaya-biaya lainnya.Â
Malampun tiba Pak kepala Adat dan beberapa porter datang menemui kami berdiskusi dengan kepala porter malam itu, saya tetap meminta sesuai amanah kak Hen yakni 1 porter dan 1 orang teman kami bantu bawa sebagian barang namun mereka tetap bertahan dan komitmen dengan aturan yang sudah mereka sepakati hingga mau tidak mau saya harus ikut dengan ketetapan mereka yakni menggunakan 2 porter dengan biaya 1.050.000,-/porter paket 6 hari jika lebih dari itu akan kena cas sedangkan jika lebih cepat dari 6 hari tidak akan berpengaruh apa-apa.Â
Karena budget kami minim pak Toni sebagai pihak TN memberikan kami solusi untuk lewat jalur lintang tanpa menggunakan ojek dan kami menyepakati . Biasanya para pendaki menggunakan jalur Korong HP dengan jalur menanjak dan terbuka, untuk menghemat waktu dan tenaga biasanya mereka menggunakan ojek dengan tarif 75 ribu/org.
Â
Tanggal 4 Desember 2017 Remukoi -- Pos 4 (Sungai Mangan)
Bangun sepagi mungkin menyiapkan sarapan dan bekal untuk makan siang nanti. Tepat pukul 07.05 porterpun datang dan kami segera mempercepat pergerakan agar bisa segera berangkat.
08.40 -- 15.40 Setelah packingan selesai kamipun berangkat meninggalkan dusun Remukoi dan mulai berjalan mengikuti jalan setapak yang masih landai.Â
Kami menggunakan jalur lintang, pada jalur ini kami mendapatkan penyebrangan basah 1x dengan kedalaman yang lumayan buatku yakni sepinggang berbeda dengan mereka yang posturnya tinggi2 mungkin Cuma sepaha/selutut, yang biasanya pada penyebrangan basah saya sedikit takut karena pernah ada trauma tapi kali ini harus mandiri berjalan sendiri meski sangat pelan dan hati-hati, yaa perlahan tapi pasti ada pak Senin menunggui memantau saya dari belakang. Setelah penyebrangan basah sepatu aku kenakan kembali dan segera susul mereka yang menunggu ditempat yang teduh. Perjalanan kami lanjutkan menyusuri sungai  dengan jalur yang masih landai dan suasana yang masih adem.Â