Dalam hal ini Kampung adat Cireundeu dapat dijadikan sebuah ecomuseum, selain sudah dijadikan ekowisata dan telah banyak diketahui oleh khalayak umum. Dalam website kompasiana.com ecomuseum adalah “sebuah museum yang difokuskan pada sebuah tempat yang menjadi identitas warisan budaya.”
Disebutkan menurut Ohara (1998) dalam artikel Ivan, S. dkk (2013) merupakan aktivitas ekologi yang bertujuan untuk mengembangkan sebuah kawasan menjadi sebuah museum yang hidup, dengan dilengkapi 3 unsur yang seimbang dan saling terintegrasi untuk menjadi ecomuseum, diantaranya preservasi kebudayaan terhadap sebuah wilayah, pengelolaan yang melibatkan masyarakat lokal, serta fungsi alam dan tradisi sebagai sebuah museum.
Sedangkan ekowisata menurut The Ecotourism Society (1990) dalam website disbudpar.ntbporov.go.id, adalah “sebuah bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Kemudian dikembangkan menurut Eplerwood (1999) merupakan bentuk baru dari perjalanan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata. Ditambahkan oleh Australian Departement of Tourism (1999) dengan menambahkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis.
Dalam hal ini definisi tentang ekowisata dan ecomuseum hampir sama, akan tetapi ecomuseum lebih mendefinisikan pada suatu daerah untuk menjadikan suatu wilayah tersebut yaitu Kampung adat Cireundeu dapat menjadi wisata sekaligus daerah bersejarah yang harus dijaga kelestariannya.
Maka pengembangan yang dapat dilakukan terhadap ecomuseum di Kampung adat Cireundeu selain fasilitas yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhannya, sangat diperlukan juga menjaga kelestarian Kampung adat Cireundeu dengan dibuatnya kearsipan berdasarkan pengadminitrasian yang baik mengenai wilayah tersebut. Dengan menjaga kelestarian secara administrasi dan dokumentasi dapat dibuat perpustakaan mengenai Kampung adat Cireundeu yang dikelola dengan baik. Mengingat bahwa Galery, Libraries, Archives, Museums, Monuments, Sites (GLAMMS) telah menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan.
Fasilitas yang terdapat di Kampung adat Cireundeu disebutkan dalam website kampungadatcirendeu.wordpress.com, diantanya: lahan parkir, gazebo (ruangan terbukauntuk melihat pemandangan bagi pengunjung), masjid, bale (tempat berkumpul bagi masyarakat adat Cireundeu), tempat sampah, toilet umum, warung kecil, rumah penginapan, dan petunjuk jalan dengan menggunakan aksara Sunda (huruf Sunda kuno).
Disaat tiba di lokasi akan disambut dengan monument Meriam Sapu Jagat yang di mana merupakan simbol Satria Pengawal Bumi Parahyangan yang dilengkapi dengan tugu mungil dengan bertuliaskan “Wangsit Siliwang” artinya jujur, ksatria, membela rakyat kecil, sayang pada sesama dan berwibawa.
Perjalanan dimulai dari “Bale Saresehan” kemudian barang-barang yang dibawa oleh pengunjung (tas, sepatu atau sandal dan barang lainnya) harus dititipkan di sebuah rumah panggung dan kemudian menelusuri perjalanan yang akan dipandu.