Belakangan ini, kasus seorang mahasiswi di Kota Semarang, yang kita sebut saja sebagai "Ani," telah menjadi perbincangan hangat. Ceritanya mengejutkan banyak orang dan memunculkan pertanyaan tentang Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) & Peran Pendidikan Karakter dan Kewarganegaraan (PKKn) dalam mengatasi depresi mahasiswa.
Kejadian ini bermula ketika Ani, seorang mahasiswa aktif dan berprestasi di salah satu universitas di Semarang, mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan drastis dalam perilakunya. Ani, yang dulunya penuh semangat dan antusias, tiba-tiba menjadi lebih terisolasi dan cenderung menghindari teman-temannya. Ia seringkali tidak hadir di kelas, dan prestasinya mulai menurun.
Apa yang membuat kasus Ani lebih mencengangkan adalah bahwa ia memiliki dukungan sosial yang kuat. Keluarganya selalu mendukungnya secara finansial dan emosional. Teman-temannya juga berusaha memahami dan membantunya. Namun, Ani tetap merasa terperangkap dalam perasaan depresi.
Mengapa Depresi Terjadi?
Ani mengalami tekanan akademik yang besar. Tuntutan untuk mencapai prestasi tinggi di universitasnya terkadang membuatnya merasa cemas dan lelah. Faktor ini adalah salah satu pemicu depresi pada dirinya. Namun, depresi tidak hanya muncul sebagai akibat dari tekanan akademik.
Ani juga merasa terkucil dari lingkungannya. Meskipun ia memiliki teman-teman yang peduli, tetapi ia merasa sulit untuk berbicara tentang perasaannya. Depresi sering membuat seseorang merasa malu atau tidak pantas untuk dibicarakan. Ini adalah salah satu alasan mengapa Ani merasa kesepian, meskipun ada dukungan di sekelilingnya.
Beck dan Alford (2009) menyatakan bahwa depresi dapat didefinisikan dari adanya atribut berikut:
(a) Perubahan spesifik pada mood seperti kesedihan, kesepian, dan ketidakpedulian;
(b) Konsep diri negatif yang diasosiasikan dengan mencela dan menyalahkan diri sendiri;
(c) Kemunduran dan keinginan menghukum diri seperti keinginan untuk melarikan diri, bersembunyi, dan mati;