[caption id="attachment_320002" align="aligncenter" width="461" caption="Parkir sepeda"][/caption]
Pergi ke suatu negara Eropa biasanya pasti sudah banyak perbedaan yang kita temukan, bukan hanya dari iklim, budaya, tapi juga dari makanan pastinya. Dengan adanya perbedaan itu,  biasanya untuk orang Indonesia yang baru datang, akan merasa agak kurang nyaman. Lain halnya jika berkunjung di Belanda , setelah diamati beberapa hari ternyata cukup banyak juga persamaan yang bisa kita dapatkan. Tidak heran kiranya di negara Tuan Menier ini, dengan latar belakang sejarah sebelumnya, jadi membuat cukup banyak  persamaan hal yang di temukan, terutama di sisi makanan. Kalau di ingat jaman kolonial dahulu, dimana Belanda membawa banyak hasil kebun terutama rempah-rempah dari Indonesia, maka dari sekian lama juga mempengaruhi cita rasa pada lidah orang Belanda ini.
Karena bayaknya persamaan yang di temukan, jadi menarik juga membahas sedikit persamaan ini, tapi ada beberapa juga beberapa perbedaan  diantarannya yaitu
- Banyaknya kata yang sama
Pengaruh bahasa cukup banyak dalam kosakata Indonesia, Â jadi tidak heran kalau dalam plang petunjuk ada juga kata yang dapat di mengerti, contohnya:
[caption id="attachment_309851" align="aligncenter" width="337" caption="Parkir"]
saat jalan ada plang yang tertulis kata "Parkeren"selintas melihat pasti tau, artinya di plang itu sedikit banyak  menjelaskan hal yang berhubungan tentang pakir,
[caption id="attachment_309854" align="aligncenter" width="244" caption="Bonus dan korting"]
juga saat belanja  melihat yang tertera pada kertas pengumuman ini pasti sudah tau maksudnya yaitu ada bonus dan korting atau pengurangan harga saat membelinya. Tapi ...ternyata ada juga kata Indonesia yang tertera pada beberapa plang di Belanda ini, dan bayak orang Belanda mengerti artinya, cotohnya kata "Warung" padahal yang menjual bukan orang Indonesia mau mencantumkan kata ini pada tokonya.
[caption id="attachment_309864" align="aligncenter" width="278" caption="Warung dan lampu stopan sepeda, hmmm... keren juga kalau lampu stopan kita ada yang untuk sepeda  motornya ya..."]
- Sama-sama Banyak Sepeda
Sama halnya dengan di Indonesia, di Belanda banyak sekali sepeda berkeliaran, tapi bedanya sepeda yang banyak sekali di Indonesia yaitu sepeda motor, yang tinggal putar kunci kontak lalu mesin berbunyi maka sepeda bisa melaju. Di Balanda malah jarang bertemu sepeda motor, bahkan di  setiap sudut parkir sulit sekali untuk menemukan sepeda motor, yang akan anda temukan adalah sepeda ontel selain itu juga ada sepeda kereta untuk membawa bayi, hal unik yang saya baru lihat,  jadi  berolah raga menggoes sepeda,  juga bisa sambil bawa bayi jalan-jalan. Suatu kebiasaan yang sehat ya... dan cukup membantu dalam mengurangi polusi lingkungan.
Kalau di Indonesia kita harus berhati-hati karena takut jika di tabrak sepeda motor, tapi kalau di Belanda kita juga harus berhati-hati, karena takut tertabrak sepeda,yah... hanya saja kalau tertabrak sepeda tidak separah tertabrak sepeda motor kan...
Untuk sepeda sendiri di Belanda pada  beberapa jalan mempunyai jalur khusus untuk jalan sepeda, merupakan pemandangan yang sangat indah, terutama saat pagi hari, melihat  adanya lalu lalang beragam sepeda  di bawah batang pepohonan yang sudah tidak ada daunnya lagi .
- Cukup banyak makanan yang sama di jual
Lidah orang Belanda nyatanya banyak sudah menyatu dengan lidah orang Indonesia bisa di lihat dengan banyak juga warung, kedai dan restoran Indonesia yang di kunjungi oleh orang Belanda ini. Maka untuk mencari bahan makanan khas Indonesia di Belanda tidaklah sesulit jika mencari di negara Eropa yang lainnya. [caption id="attachment_309872" align="aligncenter" width="384" caption="Mie Ayam"]
Mendengar kata info ada kata mie ayam di telinga, langsung hati ini berbunga-bunga, seperti orang putri yang sudah lama tidak bertemu dengan sang pujaannya (walah...gubrak deh). Tidak akan sia-siakan kesempatan yang ada, hari pertama langsung mencari sasaran. Mie ayam memang bukan asli berasal dari Indonesia, tapi karena suka beli saat jaga dulu di RS,  jadi kangen juga makan ini. Penjual  mie ini adalah orang Indonesia yang sudah lama menetap di Belanda, rasanya sangat mirip dengan mie ayam yang di jual di Indonesia, bahkan boleh di bilang tidak ada bedanya. Di tempat ini juga bukan hanya menjual mie, tapi juga menjual beberapa makanan dengan menu Indonesia. Bertanya kepada sang pemilik restoran, apakan banyak juga orang Belanda yang datang membeli di sini,  jawabanya sesuai dengan perkiraan, cukup banyak juga orang Belanda yang datang untuk membeli makanan dengan menu Indonesia.
[caption id="attachment_309875" align="aligncenter" width="480" caption="daun pepaya"]
Karena tinggal di apartemen, maka harus singgah ke toko Asia yang menjual kebutuhan makanan, karena infonya di sini menjual banyak kebutuhan makanan dari Indonesia. Setelah masuk ke dalam dan tiba di lorong makanan segar, jadi sangat terharu sekali melihat pada lemari pendingin ada bungkus plastik yang berisikan daun pepaya, selain itu juga ada tempe serta tahu. Seperti ingin menangis membayangkan "tumis daun pepaya dengan teri di tambah lauk tempe-tahu juga dan juga sambel terasi". Jadi mau setel lagunya Ebit GAD yag judulnya "Aku Ingin Pulang"....huff... dasar lidah Indonesia asli, jauh-jauh di negeri orang masih aja carinya makanan Indonesia.
[caption id="attachment_309878" align="aligncenter" width="485" caption="durian beku"]
Bukan hanya sampai di situ, setelah melihat lemari es, mata ini tertumpu dengan gambar buah berduri dengan isi yang berwarna kuning keemasan, wah.. ada durian  yah...walapun beku. Tapi yang di sayangkan sekali durian beku ini bukan durian Indonesia, melainkan durian monthong yang notabene dari Thailand. Oh... dimana durian Petruk, durian Tembaga yang rasanya berkali-kali lipat lebih enak  dari rasa durian Thailand ini, bahkan biji durian kita ini juga ada yang kecil. Hai... para petani dan eksportir buah Indonesia, ada dimanakah..., perihatin juga rasanya.....tidak hanya di Moskow, bahkan di Den Haag- Belanda, buah ini-pun harus dari Thailand.
[caption id="attachment_309893" align="aligncenter" width="315" caption="pisang tanduk"]
Hal lainnya yang mengembirakan hati yaitu menemukan pisang tanduk yang ada dalam kotak kardus. Huaaa... bisa buat pisang goreng tepung, dan juga kolak pisang. Jadi ingat bulan puasa, salah satu menu wajib yang ada saat berbuka, jadi berpikir bisa nggak ya... kalau  pisang ini di simpan sampai bulan puasa, mengingat di Moskow tidak bisa menemukan pisang ini.
Tapi dari semuanya yang di jual jangan mengharap mendapatkan harga yang sama dengan Indonesia... benar teman kita harus membelinya pakai mata uang Euro, pasti tau-kan berapa kurs 1 Euronya ke mata uang Indonesia. Di sini utuk 1 Euro seperti tidak ada apa-apanya. Untuk 1 Euro yang bisa di dapat contohnya adalah 1 buah onde-onde dengan ukuran agak besar... yah... kalau di Indonesia dengan 1 Euro sudah bisa dapat makan nasi komplit di warteg , jadi  perut sudah kenyang berisi dengan nasi dan teman-temannya..
- Sama-sama punya banyak gang
Siapa bilang di luar negeri tidak punya gang. Di Belanda juga sama seperti Indonesia, pemukiman penduduknya mempunyai gang. Pada jalan  beberapa perumahan di sini bisa di lihat bayak gang-gang yang cukup sempit, dan orang Belanda juga menyebutnya dengan kata yang sama. Di sini   rumah-rumah penduduknya saling berhadapan, seperti halnya di Indonesia, tapi gang di sini tidak telihat kumuh, bahkan bersih dan cendrung malah bekesan mewah. [caption id="attachment_309917" align="aligncenter" width="317" caption="salah satu gang di Amsterdam saat musim dingin"]
Melihat lingkungan dan jalan yang bersih, bahkan  selama berjalan jumlahnya sampah mungkin bisa di hitung dengan jari. Kesadaran dalam warga dalam menjaga lingkungan yang baiknya kita tiru.  Heran  rasanya jika ada alasan bahwa negara kita masih saja tertinggal karena jajahan  Belanda sehingga tidak boleh pintar, kalau mau di renungkan kembali, padahal dahulu orang Belanda sudah memberikan contoh dengan penataan rumah yang asri, kemudian tidak suka di lingkungan rumahnya ada sampah bertebaran. Dari sini saja sebaiknya kita sudah sadar, kalau tuan Menir dan Noni tidak suka sampah di mana-mana, maka dengan latar belakang ini seharusnya dari dulu  kita yang sudah terbisa dipaksa untuk kerja bisa tertib dalam mengolah sampah, sehingga tidak mencemari lingkungan. Tapi kenapa sekarang malah berkesan tempat sampah kita malah sebesar Indonesia. Jadi bisa di ambil kesimpulan masing-masing, dimanakah yang salah... penjajah  atau sifat dasar dari orang Indonesia sendiri ???
[caption id="attachment_309925" align="aligncenter" width="72" caption="Sebagai bukti diri"]
- Kota Amsterdam- Belanda dan Jakarta-Indonesia, sama-sama  permukaaanya lebih rendah dari permukaaan air laut
Dahulu waktu masih kecil walau agak samar, tapi masih teringat di bawa jalan ke Monas,  melewati pimgiran sungai Ci Liwung yang besar walaupun memang agak kurang bersih, kemudian ke Pasar Rumput  naik delman masih ada kuda yang suka di mandikan di dekat sungai ini, dan  saat itu sepertinya tidak banyak  melihat sampah bertebaran. Keadaan sekarang berubah 180 derajat menjadi lebih parah, dalam hal ini tidak tau dan tidak mau menyalahkan siapa-siapa, karena sebagai penduduk Jakarta merasa tidak bisa menjaga kotanya, padahal ini adalah Ibukota Negara kita tercinta. [caption id="attachment_309910" align="aligncenter" width="521" caption="Dam"]
Senang berbagi :
Berusahalah untuk selalu  konsisten melanjutkan pada sesuatu yang sebelumnya sudah diperhitungkan dengan baik dan matang untuk kepentingan bersama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H