Pusat penelitian Yerkes, Matthew Campbell menyatakan “Kami pikir mekanisme untuk mengikuti menguap orang lain adalah sama untuk mengikuti ekspresi wajah lainnya, seperti kebahagiaan, kesedihan atau ketakutan …”. Keterangan lebih lanjut lainnya mengenai menguap (dari literatur Jennifer Yoon dan Claudio Tennie ) ini dimungkinkan, bahwa menguap menular dapat dijelaskan lebih hanya dengan mimikri non-sadar , atau “efek bunglon.” Ini adalah fenomena yang terdokumentasi dengan baik pada manusia, dan mengacu pada kecenderungan seseorang untuk sengaja meniru perilaku mitra sosial, atau dengan kata yang lebih singkatnya menguap menular karena: empati, mimikri non-sadar, atau pola tindakan tetap.
Penelitian mengenai rasa empati dan menguap juga ternyata diteliti pada anjing, yang keterangan penelitian pada tahun 2008, psikolog Ramiro Joly-Mascheroni dan rekan dari University of London menunjukkan, untuk pertama kalinya, bahwa menguap yang menular manusia untuk anjing domestik.
Jadi berharap dari banyaknya atau bertambahnya penelitian untuk rasa empati ini, akan membuat suatu kemajuan sehingga mencari cara atau solusinya dari ilmu pengetahuan, agar manusia lebih punya rasa empati sehingga kehidupan di dunia ini menjadi lebih baik. Tentunya dari semua ini tidak lepas dari dasar utamanya yaitu "Agama yang mengarahkan dan menjadi filter agar manusia menjadi lebih baik lagi"
senang berbagi
"Tolong dan Mari Tingkatkan Rasa Empati Lebih Tinggi pada Anak"
Moskow, 13/03/14, Siang hari setelah membaca artikel dunia
-lidia-