Braakkk!!!
Pintu kelas dibuka paksa oleh seseorang. Suara keras yang ditimbulkannya membuat Alan, Jhet dan Rus tersentak kaget. Mereka gak perlu menunggu lama, si pelaku penggerebekan segera masuk. Dengan wajah marah cewek bernama Ochi itu memandang cowok-cowok yang tadinya asyik merokok.
"Aku udah ngomong ratusan kali, jangan kotori kelas dan sekolah ini dengan asap rokok kalian! Kalian benar-benar keras kepala!!" Bentaknya keras, tapi yang dimarahin tak menggubris sedikitpun. Alan, salah satu dari mereka justru hanya tertawa sinis sambil terus menghisap rokoknya.
"Alan!! Kapan sih kamu bisa ikuti peraturan sekolah? Jangan buat masalah terus dong!"
"Hehh Ibu Ketua OSIS, aku merokok dengan duit aku sendiri, yang rugi juga aku-kan, kok malah kamu yang sewot sih?"
"Karena aku bertanggungjawab dengan keamanan sekolah ini!" Ochi gak mau kalah. Ditatapnya Alan tanpa gentar sedikitpun.
"Oh ya? Aku nggak buat keributan kok. Lagian, coba kamu ingat-ingat dulu...kamu pasti punya banyak tugas yang lebih penting daripada ngurusin aku terus, so....lebih baik biarkan aku atau....?"
"Atau apaaa?" Ochi memandang tajam, menantang mata cowok itu. Alan tersenyum tipis lalu beranjak dari duduknya dan berdiri santai tepat di hadapan Ochi.
"Atau aku akan nekad nyakitin kamu, nona!" Jawab Alan tenang lalu melangkah keluar kelas, gak peduli dengan gertakan Ochi lagi.
Ochi terdiam, bengong dan gak mampu bicara.
Menyakitiku? Si bandel itu mengancamku?
Tak sadar Ochi menggigil diancam begitu, tapi hanya sebentar, keberanian dan tanggungjawabnya sebagai ketua OSIS kembali membuat tekadnya bulat untuk menghentikan kebiasaaan buruk Alan dan teman-temannya. Ochi mulai memikirkan cara lain untuk menobatkan anak itu dari keras kepalanya. Lagi asyik menyusun strategi, Anna datang mengejutkannya.
"Heii, ngapain bengong di sini?"
"Uuuhh, kamu hobby banget sih ngagetin orang? Aku baru perang nih sama Alan!"
"Perang lagi? Iih kamu itu nggak bosen-bosennya marahin dia, kasian tau?"
"Kasihan ? Anak bandel itu dikasihani? Gara-gara dia, aku diomelin ama Pak Duat, katanya aku gak becus jadi ketua OSIS. Bapak itu bilang kalau Alan dan teman-temannya masih ketahuan merokok di kelas, aku bakal dipecat dari jabatan!"
"Hahh...segitunya? Alahh...Pak Duat pasti sirik karna gak punya duit beli rokok...hi hi hi...dasarr!"
"Hehh jangan sembarangan...udah ah bantuin mikir dong, gimana ngadepin si cowok sok keren itu?"
"Sok keren? Emang dia keren kok. Kalau dia mau, aku bersedia tuh jadi pacarnya...aku akan manjain dia, trus..."
"Udah-udah, aku butuh solusi bukan mimpi jeleknya kamu!"
"Iya deh, Ibu ketua. Mmmm...gini aja...Kamu baik-baikin aja dia beserta dengan gerombolan siberatnya itu, ngomongnya dilembut-lembutin, jangan maen bentak, dia mah udah kebal ama yang gituan. Nah...ngeliat Ochi jadi super care, mereka pasti jadi bingung en akhirnya tobat!"
Mendengar saran itu, Ochi melotot terkejut.
"Baik-baikin dia? Iiih, mending aku nonjok dia daripada harus lembut-lembut gitu? Najissss!"
"Eh, gak boleh ngomong gitu, Chi. Bisa-bisa kamu jatuh hati ama Alan lho, biasanya yang suka berantem itu, akhirnya jadi suka-suka an lho!"
"SAMA ALAN?? JATUH HATI?? GILA!!" Ochi segera pergi menjauh sebelum Anna ngomong yang lebih sadis lagi.
Namun setibanya di rumah, Ochi kepikiran juga dengan saran gila itu dan setelah meditasi untuk beberapa lama, akhirnya Ochi merasa cara itu perlu dicoba. Bersikap baik dan tunjukin sisi feminin-nya seorang Ochi! Biar Alan sikeras kepala itu kebingungan atau malah jadi gila.
Hi hi hi...seru juga tuh!! Biarlah berkorban gengsi dikit.
Tanpa sadar Ochi tertawa sendiri membayangkan wajah heran Alan melihat musuh besarnya mendadak senyum-senyum ramah.
***********
Paginya sebelum berangkat sekolah, Ochi mengumpulkan kekuatan dulu untuk menghadapi Alan. Waktunya melakukan perubahan! Dimulai dengan sarapan super gizi dan berlatih senyum di cermin. Ochi berangkat penuh percaya diri. Dari gerbang sekolah, dia udah liat Alan sedang duduk di dekat mobilnya, sendirian. Mungkin sedang nunggu sobat-sobatnya. Melihat Ochi datang mendekat, tampang Alan mendadak jadi asem, siap-siap beradu mulut dengan Ibu ketua. Tapi di luar dugaannya, tampang asemnya justru dibalas dengan senyum super manis plus sapaan ramah Ochi.
"Pagi Alan...lagi sendirian nih?" Alan masih melongo bingung, hingga lupa menjawab sapaan Ochi.
"Duluan ya?" Masih dengan senyumnya, Ochi melangkah meninggalkan Alan yang keliatan mulai gila. Tiba di kelas, gadis itu terbahak-bahak keras hingga membuat Anna yang baru masuk keheranan.
"Hehh, cewe gila, masih pagi-pagi kok ngakak sekenceng itu seh?!"
"Ar...tadi kamu gak liat wajah bego-nya Alan, dia keliatan goblok banget...ha ha ha..." Ochi masih terus tertawa keras.
"Emangnya kamu apain dia?"
"Ngikutin saran kamu, aku manis-manisin dia dan dia jadi depresi gitu liat aku berubah...wahhh...lucu banget deh...wajah gantengnya jadi jueleek banget!" Ochi masih terkekeh-kekeh.
"Iya, Chi? Pasti lucu banget tuh...kamu gak bilang-bilang seh...kan aku bisa ikutan!"
**************
Hari-hari selanjutnya, Ochi tetap menjalankan aksinya, mulai berpura-pura menanyakan PR, nanyain dia udah makan atau belum dan yang paling ekstrim lagi, Ochi belai-belain gabung ke klub basket dimana Alan jadi salah satu anggotanya. Sekalipun dia gak pernah marah-marah lagi apalagi membentak Alan dan teman-temannya. Alan memang jadi sedikit berubah. Waktunya jadi lebih banyak mikirin tingkah aneh Ochi daripada bikin keributan di sekolah. Dia jadi sering ngeliatin Ochi dari jauh sambil berusaha menemukan malaikat apa yang masuk ke tubuh cewek yang tadinya super cerewet itu. Dari semua teman-teman yang ditanyai, gak ada yang bisa ngasih penjelasan masuk akal, malah jawaban aneh-aneh yang dia dapat.
"Oooh...mungkin dia baru sadar, dia keliatan jelek kalo marah truss!" Jawab Eli yang jadi saingan Ochi rebutin bangku ketua OSIS.
"Mungkin dia jadi sering sakit kalo marahin kamu!" Jawaban Juli.
"Aku tau. Dia pasti mulai sadar kalo ternyata kamu ganteng en dia mulai suka...wahh...so sweet."
Mendengar jawaban Debby, si keriting ini, Alan terkejut bukan main. Bukan karena jawaban itu di luar perkiraannya, tapi karena hatinya tiba-tiba bergetar. Getarnya aneh, sedikit hangat dan sangat membuat nyaman. Tapi getar itu mendadak hilang saat mendengar jawaban dari responden terakhir, si Iwan!
"Jangan-jangan dia berubah gitu karena waktunya udah gak banyak lagi!"
"Maksudnya?"
"Dia mungkin menderita penyakit mematikan, Al! Hidupnya tinggal sebulan lagi, jadi sebelum dia masuk kubur, dia tobat dulu, makanya dia..."
BUKKK!!!
Iwan belum menyelesaikan penjelasannya saat kepal tangan Alan mendarat mulus di wajahnya dan gak tanggung-tanggung, bibirnya berdarah. Iwan yang terkejut diperlakukan begitu hampir membalas, tapi teman-temannya segera bertindak melerai.
"Heiii...kenapa sih kalian?" Jhet berusaha menahan Alan.
"DIA YANG GILA...dia tiba-tiba mukul gak tau knapa...dasar gila! Kamu mau ngajakin berantem nih?!" Tantang Iwan dengan marah, tapi Alan yang biasanya paling semangat diajak berantem itu malah diam, gak nafsu membalas tantangan Iwan. Dilepasnya tangan Jhet yang tadi menahannya dan tanpa peduli dengan tatapan bingung teman-temannya, Alan melangkah pergi begitu saja. Di halaman belakang aula, Alan merebahkan tubuhnya di rumput. Menatap langit yang agak mendung. Dia masih belum mampu mengartikan getar itu, yang membuat dia nekad nonjok temannya sendiri.
Beberapa saat kemudian ada suara langkah kaki mendekat, membuyarkan lamunan Alan. Jhet datang, segera ikut-ikutan rebahan di rumput.
"Bibir si Iwan jadi dower tuh, Al! Pukulanmu keras juga tuh...mukulnya pasti sepenuh hati yakk...eh, abang aku yg petinju itu pernah bilang...pukulan sebagus itu hanya bisa dilakukan dengan dorongan cinta...Ha ha ha....". Tawa Jhet meledak, wajahnya mengejek! Alan bangun, menatap sahabatnya yang masih tertawa-tawa itu.
"Maksud kamu apaan, Jhet?"
"Hi hi hi...kamu jatuh cinta sama Ochi ya?" Pertanyaan Jhet membuat Alan terbelalak kaget. Ditatapnya Jhet heran.
"...maksudnya?"
"Tadi Iwan cerita kenapa kamu tiba-tiba nonjok dia...karena Ochi kan?"
"Siapa bilang? Bukan karena itu...aku... aku lagi kesel aja sama Iwan!"
"Udahlah, Al. Aku kenal banget sama kamu....mata kamu gak bisa bohongin aku. Udah deh, ngapain juga harus boong?" Ucap Jhet dengan tampang yang sedikit serius. Alan menghembuskan nafasnya keras. Direbahkannya lagi tubuhnya.
"Dia cewek yang paling sering ngeselin dan marahin aku. Tapi kok aku malah jadi sering ingat dia ya! Aku bingung!"
"Bingung?" Jhet melemparkan sebungkus permen karet yang langsung ditangkap Alan.
"Kalau kamu di pihak aku... kamu bakalan ngapain?"
"Nembak dia dong!!" Jawab Jhet tegas.
"Hahh?? Express banget!"
"Rasa sayang gak butuh basa basi, Al! Kalo aku seneng langsung bilang. Urusan terima apa nggak, itu nanti".
"Apa kata dunia kalo aku nembak dia? Bisa-bisa image aku ancur berantakan en diketawain satu sekolahan!"
"Ya udah, terserah kamu aja, tapi please jangan jadi sembarangan mukulin orang. Cinta emang kadang-kadang buta en gila, tapi kamu harus bisa nahan dong. Kasian tuh si Iwan!"
"Abis dia juga sih...sembarangan ngomongin orang mau mati!"
"Lho? Terserah dia dong, kamu kan yang nanya, dia cuma berusaha kasih jawaban kok malah ditonjok!"
"Iya-iya...aku salah. Huhh..."
Alan kembali berbaring dengan pikiran yang semakin membingungkan.
***************
Sebulan berlalu, kondisi aman antara Alan dan Ochi mendadak berantakan lagi. Ochi dibuat kaget setengah mati saat melintas di belakang aula dan melihat satu, dua...SEMBILAN siswa sedang bolos dan bernyanyi-nyanyi dengan gaya cuek. Alan berada di tengah-tengah mereka. Ochi terdiam gak bereaksi, dipandanginya saja mereka sebentar lalu pergi tanpa berkata apa-apa. Sekilas didengarnya suara-suara di belakangnya mengeluh pelan.
"Yahhh...kok dia diam aja, Al?" Itu suara Jhet, tapi Ochi gak niat nanya apa maksudnya, dia terus melangkah meninggalkan mereka. Namun saat akan membelok ke arah kelas, seseorang menarik tangannya dengan kuat dan nggak memberi kesempatan pada Ochi untuk berontak. Gadis itu dibawa ke tempat paling sepi di sekolah itu, di bangunan perpustakaan lama! Sesampainya di sana, Ochi menarik tangannya keras dan begitu terlepas ditamparnya wajah cowok yang belakangan ini berusaha dihadapinya dengan sangat manis. Alan meringis sejenak, tapi gak membalas.
"Kamu apa-apaan sih? Ngapain bawa-bawa aku ke sini? Mau nyakitin aku?"
"Aku cuma mau nanya satu hal. Ngapain akhir-akhir ini, kamu jadi sok manis gitu sama aku? NGESELIN TAUUU!! SOK BAIK LAGI!!" Gertak Alan gak kalah keras.
"Hehhh dasar cowo bego! Aku marah, aku baik, semua salah! Kamu maunya apa sih?"
"Kamu belum jawab pertanyaan aku!" Alan menarik tangan Ochi lagi.
"Lepasin!!"
"Gak akan aku lepasin sebelum kamu jawab!"
"Sakit, jelekkk!! LEPASIN atau aku teriak!"
"Gak akan kulepas! Kamu mau teriak, aku gak peduli, gakkan ada yang dengar!"
Alan masih mencengkeram tangan Ochi kuat. Gadis itu menggigit bibir sambil meringis dan matanya mulai berkaca-kaca. Melihat itu, Alan spontan melepaskan genggamannya. Dipandanginya Ochi dengan tatapan cemas.
"Sa...sakit, Chi?" Suara Alan terdengar gugup. Ochi gak sanggup menjawab, tangisnya malah pecah. Alan semakin gelagapan. Sekalipun dia cowok bandel, keras kepala, tukang berantem dan sederet predikat jelek lainnya, tapi melihat gadis ini menangis di depannya adalah hal yang paling tidak diinginkannya.
"A-aku gak bermaksud kasar, aku gak berniat menyakitimu, Chi...aku..."
"Wuaaa....." Ochi malah makin mengeraskan suara tangisnya, walau dalam hatinya dia tertawa-tawa melihat jagoan itu gugup gak menentu. He he he...nangis memang senjata wanita yang sangat dibutuhkan di saat-saat genting seperti ini.
"Chi...udah dong...plis..." Ucap Alan lembut. Dibujuk begitu, tangis Ochi mulai reda. Dipandanginya Alan.
"Aku berbuat begitu cuma mau liat kamu berubah, gak ada maksud apa-apa. Aku gak mau liat kamu ngerusak diri dan masa depanmu sendiri. Kamu pinter, Al! Aku tau itu! Tapi rokok dan sikap gak pedulian kamu ama sekolah cuma akan bikin bego...Kenapa sih harus membuat hidupmu berantakan? Apa yang kamu dapat dari membuat onar di sekolah... Kamu senang liat aku dimarahin Kepala sekolah? Senang kalo aku dianggap gagal jadi ketua OSIS? Oke, kalau itu maumu...aku bakalan mundur dari jabatan aku, asal kamu janji mau berubah, gimana?" Ucap Ochi masih terisak sambil menatap Alan.
"Kamu gila yah...kamu dapat jabatan itu dengan susah payah...en sekarang mau dilepasin gitu aja?" Jawab Alan. Dia terlihat gugup ditantang begitu.
"Terserah...yang penting kamu seneng! Gimana?" Tantang Ochi lagi. Tapi Alan gak menjawab malah berbalik cepat dan pergi begitu saja.
"HEEHH!! DASAR cowok aneh!! NYEBELIN!!" Umpat Ochi kesal.
Sikap Alan itu membuat Ochi kebingungan gak karuan. Cowok itu emang aneh! Dikasarin salah, dibaikin juga salah...gak tau maunya apa. Tapi melihat mata cemasnya tadi, Ochi merasa sesuatu yang lain terjadi di hatinya dan akibatnya cukup parah. Malam itu dia harus tidur dengan tatapan mata itu mengisi mimpinya.
Uuhh...what's wrong?
****************
Esoknya di sekolah, Ochi mencari Alan, tapi hingga pelajaran dimulai bangkunya masih kosong. Walau gengsi, Ochi terpaksa memberanikan diri bertanya pada Anna.
"Alan kemana?"
"Hi hi hi akhirnya nanyain juga...kangen yah?? Tadi dia ada, tapi pergi lagi. Dia nitip surat buat kamu tuhh. Katanya penting! Nihh...ciee..mmm..." Anna senyum-senyum menggodai, Ochi segera menyambar dan membaca surat yang sepertinya ditulis buru-buru itu.
Heii tukang nangis!!
Aku minta maaf soal kemarin...aku tau aku salah...
Kenapa selama ini aku suka bikin kamu kesel? Aku hanya ingin dapet perhatian kamu! Mungkin buat mu gak berarti, tapi dengan kamu marahin aku dan selalu ingatin aku tiap aku salah, aku jadi merasa aku masih diliat en dipeduliin orang lain. Ternyata masih ada yang perhatiin aku...dan saat kamu mendadak berubah aku merasa kehilangan perhatian.
Walau mungkin kamu ngelakuin itu cuma buat tugas...aku tetap makasih banget...
dan satu hal...terserah mau ngetawain aku, ngejekin aku atau mau buat aku malu di depan seluruh sekolah...terserah!! tapi aku harus akui...
Aku suka sama kamu..
...Sory aku gak masuk kelas...
Aku belum siap liat kamu ngetawain aku...bye!
Ochi melipat surat itu hati-hati. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Perasaannya gak menentu. Antara sadar dan enggak dia beranjak dari bangkunya, menuruti kata hatinya permisi pada Bu Tina yang sedang mengajar dan membiarkan kakinya melangkah ke halaman belakang aula dan apa yang dicarinya ada di sana. Alan sedang duduk bersandar ke tembok aula sambil bermain gitar sendirian.
"Al...?" Panggilnya pelan tapi mampu membuat Alan tersentak. Ditatapnya Ochi dengan gugup dan malu. Lagunya terhenti, gitarnya hampir terlepas dari genggamannya. Dia memandang Ochi dengan gugup dan teringat surat yang ditulisnya. Alan udah siap mendengar tawa dan hinaan gadis ini. Tapi Ibu ketua itu malah tersenyum menatapnya dengan...uuhh tatapan mata itu...tatapan...itu!!
"Aku - aku juga suka kamu..." Ucap Ochi gak kalah grogi lalu segera menunduk malu. Mendengar ucapan dan melihat wajah merah menahan malu itu Alan bengong sejenak, tapi beberapa detik kemudian senyumnya melebar dan tergesa melempar gitar dari pelukannya lalu berlari mendekap Ochi erat.
"Wahhh....makasih Chi...makasih banget..."
***********
CATATAN klasik masa SMU, 2001
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H