Berkat internet inilah, kami banyak sekali terhubung dengan berbagai kemudahan. Tidak terbayang, bila di daerah orang lain, kami tersesat, sebentar-sebentar harus telepon sana-sini untuk bertanya arah. Padahal urusan kami ke daerah orang lebih serius ditujukan agar ekonomi rumah tangga tetap berlanjut, bukan sekadar jalan-jalan berhaha-hihi.Â
Sepanjang saya mengenal suami, passionnya sudah terarah untuk berkarir mandiri. Minat yang tinggi pada bisnis pun membawa suami mengembangkan usahanya setelah acapkali kembali dari luar daerah. Selain menjangkau pasar riil, usaha yang dikelola suami saat itu, masih memiliki pangsa pasar daring via Facebook, Line, mailing list, dan komunitas berbasis online. Seingat saya, beliau belum mengembangkan media sosial yang terintegrasi bisnis kala itu.
Saya.
Seakan tidak mau kalah melihat suami luwes dengan usahanya. Saya mulai menghabiskan waktu menelusuri 'apa yang ingin saya jual'. Â Saya pikir, beli-jual lebih praktis, dibanding beli-olah-jual, sehingga pencarian saya terbatas pada produk jadi saja. Riset kecil-kecilan ini menghasilkan beberapa produk yang akhirnya saya jual : pakaian muslimah, produk kesehatan, produk bayi, dan produk rumah tangga. Saya menjualnya lebih banyak lewat Facebook. Meski displaynya sederhana, ternyata media ini berhasil menjaring konsumen lebih besar.
Manfaat internet tanpa batas juga saya rasakan dalam metode belajar. Saya ingin belajar menanam. Namun, bayangan akan berkebun sering dibarengi dengan keyakinan gagal. Sebagai pembelajar autodidak, mulailah saya berkelana di dunia maya, membaca tulisan tentang tanaman, menonton video tentang berkebun, bergabung dengan komunitas maya pecinta hijau. Baik youtube, facebook grup, blog, platform komunitas ternama, Â serta situs-situs luar yang menginspirasi. Rasanya, tiada hari tanpa mendarahdagingkan gelora berkebun. Â Sampai saya menyadari bahwa telah menemukan warna yang baru dalam hidup. Saya yang dulunya tidak terpikat dengan tanaman, tidak tertarik untuk bisa berkebun, namun gara-gara internet, semangat dan kemampuan itu bisa tumbuh juga.
Kini, saya bisa menghasilkan pundi-pundi  dari kebun kecil serta beberapa tanaman hias yang saya budidayakan. Dan tiap harinya makin candu untuk membagikan semangat penghijauan lewat tulisan dan karya digital.
Maka benarlah, pendapat yang menyebut peluang usaha bisa didapat dari mengolah minat.
 Peluang Tanpa Batas di Tengah Kemelut yang Tak Bebas
Pandemi membuat situasi yang kami punya sukar diprediksi. Hampir semua dagangan suami mengalami gangguan pengiriman. Tahun yang berat, konsumen bersembunyi di rumah-rumah, di balik gedung, terkunci bersama kecemasan  yang ada. Pendapatan suami jelas menurun. Padahal, pengeluaran tidak kalah gesit keluarnya. Walau optimistis masih dimiliki, tapi dampak psikologis tetap ada. Sama, saya juga begitu.
Tetapi, seperti bunyi ayat ''dibalik kesusahan ada kemudahan'', maka, Â ada yang turun ada yang naik. Layaknya roda kehidupan. Selain berdagang, suami yang berlatarbelakang IT ini menjadi kerap mendapat panggilan bantuan. Saya pikir, profesi IT ini ada sedikit kemiripan dengan profesi dokter.Â