Mohon tunggu...
mar'atus sholicha
mar'atus sholicha Mohon Tunggu... -

Hitam manis bukan kecap

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

perkembangan fisik kanak-kanak masa tengah akhir

17 Mei 2015   08:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:54 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Kita Gak Capek Kok Bunda

Pagi itu terdengar ribut-ribut di ruang tamu. Bunda yang sedang menyiapkan sarapan tampak kaget tapi kemudian melanjutkan kegiatannya memasak. Teriakan dan jeritan dari ruang tamu akhirnya membangunkan Mas Toni yang sedang tidur pulas di sofa setelah semalaman begadang tugas kantor. “Aduuuuuh kalian ini kalau gak ada kerjaan jangan ribut disini, mas masih ngantuk, capek tadi malam nugas”, kata Mas yang dengan bangun terpaksa sedikit mengeluh pada kedua adik kecilnya yang sedang asyik mencorat-coret tembok ruang tamu. “Bundaaa, Rina sama Rini nih kambuh. Masak tembok yang kemarin baru aku cat udah penuh gambar abstrak mereka, Toni juga capek nih tadi malam nglembur”, teriak Mas Toni pada Bunda di dapur. Dengan santai Bunda melenggang masuk ke ruang tamu dan menggandeng kedua putri kecilnya dengan lembut. “Ayuk sayang, kita pindah mainnya dibelakang aja, kasihan Mas Toni capek”, kata Bunda lembut. Rina dan Rini pun menurut dan sambil tertawa-tawa mengikuti Bunda ke belakang. “Bundaaa, kenapa sih Mas Toni malah-malah, kita kan maennya gak ganggu bobonya Mas Toni. Macak colet tembok aja sampe Mas Toni bangun, ndak lojis banget ituh”,kata Rini pada Bunda. “Memang sayang, tapi kalau pengen maen jangan teriak-teriak, kan Mas jadi kebangun terus marah-marah kayak tadi”, kata Bunda menjelaskan. “Umm..telus kita maen gambal dimana Bund, kan ndak bisa di luang tamu agii. Mas masih bangun, nanti malah-malah lagih”, kata Rina meminta kejelasan untuk melanjutkan aksi corat-coret mereka. “Kalian boleh bermain corat-coretnya di balakang aja ya sayang. Biar gak malu kalau ada tamu masak ruang tamunya berantakan”, kata Bunda menjelaskan dengan simpel. “Iya Bunda”, jawab Rina dan Rini bersamaan. Rina dan Rini adalah anak kecil yang memiliki postur tubuh sedikit berbeda. Meskipun mereka berdua saudara kembar, Rini lebih tambun dari Rina. Rina memiliki postur tubuh yang sedikit lebih kecil dan ramping, dia juga lebih lincah dan cerdas dari adiknya, Rini. Tapi mereka seperti halnya anak kembar, hampir melakukan apa saja bersamaan. Dua gadis kecil ini memiliki hobi dan kegemaran yang hampir sama.

Setelah Bunda mengantarkan kedua putrinya ke taman belakang dan menunjukkan tembok mana yang boleh mereka gambar, Bunda kembali pada aktivitasnya menyiapkan sarapan. Rina dan Rini akhirnya dengan semangat mulai menggambarkan titik-titik dan menggabungkannya menjadi sebuah pola yang teratur membentuk kelinci yang besar. Mereka tertawa dan melompat-lompat kesenangan. Setelah sarapan dirasa cukup, Bunda memanggil anak-anaknya untuk ke ruang makan sarapan bersama. Mas Toni yang akhirnya tidak bisa tidur setelah marah-marah pada kedua adik kecilnya akhirnya memutuskan untuk bangun dan sarapan bersama. Rina dan Rini yang sedang asyik melompat-lompat karena hasil gambaran mereka sudah selesai dan terlihat memuaskan mulai berlari berkejaran menuju ruang makan untuk sarapan bersama. Setelah sarapan, mereka mulai melakukan aktivitas masing-masing. Mas Toni bersiap ke kantor. Bunda dan kedua putri kecilnya mulai bersiap menuju play group. Rina dan Rini mulai bersiap dan merencanakan permainan apa yang akan mereka mainkan di play group nanti. Mereka juga berencana menceritakan keberhasilan mereka menggambar kelinci bersama pada Bu Guru. Di kelas mereka Rina lebih lincah dan gesit dari Rini, tetapi mereka tidak bisa diam. Setelah belajar memasangkan puzzle mereka membongkar lemari mainan dan mengajak teman mereka yang lain untuk membuat permainan lompat tali dengan menyusun karet gelang yang mereka temukan di lemari. Setelah karet gelang jadi, Rina dan Rini mulai membuat kelompok mereka sendiri di luar dan memilih teman untuk dijadikan sekutu dalam permainan mereka. Bu guru yang mengawasi dari balik jendela hanya bisa tersenyum dan sesekali menahan napas melihat Rina yang melompat dengan gesitnya menghindari karet gelang yang sudah menjadi tali diputar-putar oleh temannya pada kedua ujungnya. Bel tanda bermain usai pun terdengar nyaring. Hal itu membuat anak-anak lari menuju kelas dan duduk dengan rapi sambil menunggu guru mereka memasuki kelas. Bu guru masuk kelas dan mulai memberikan beberapa nasihat untuk menjaga kesehatan mereka karena pada waktu itu bertepatan pada musim kemarau yang bisa mengakibatkan anak-anak tersengat demam. Setelah itu orang tua anak-anak pun terlihat memasuki pintu dan ada pula yang mengintip kegiatan anak mereka dari balik gorden jendela. Bu guru pun akhirnya mengakhiri kelas dan mengucapkan. Rina dan Rini yang dijemput Bunda segera berlari keluar untuk mencari Bunda dari balik tubuh ibu-ibu yang menjemput anak mereka. Setelah mereka melihat Bunda, Rina merengek untuk diajak ke mall melihat tas sailor moon yang mereka lihat di televisi kemarin sedang booming. Bunda hanya menggelengkan kepala. Bunda yakin kedua putri mereka tidak merasakan kelelahan tapi bukan berarti mereka tidak lelah. Jika saja Bunda memenuhi keinginan kedua putrinya, mungkin mereka bisa tersengat demam seperti apa yang dikatakan Bu Guru di kelas tadi. Tubuh yang kelelahan butuh istirahat sejenak agar bisa mengumpulkan energi yang terkuras meskipun kedua gadis kecil tersebut tidak menyadarinya, pikir Bunda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun