Sore (25/7) menjelang matahari terbenam di lereng gunung Muria tepatnya di dusun Japan Wetan, desa Japan, kecamatan Dawe, kabupaten Kudus cuaca terbilang cerah dengan cuaca sejuk khas di daerah ini. Di sebuah rumah di lokasi ini terlihat berjajar aneka bentuk bambu olahan dengan beberapa ukirannya. Mesin potong kayu dan alat ukir sederhana melengkapi aneka benda kerajinan tangan yang terpampang di sisi kanan rumah ini. Seorang lelaki setengah baya, Ngatmin, dengan panggilan akrab "Mbah Min"lah si empunya aneka peralatan tersebut. Jari jemari lincahnya ternyata telah mengubah benda berwujud kayu tadi menjadi benda seni istimewa biola.Â
Saya bersama teman-teman dari Perkumpulan Desa Lestari yang selesai melakukan pendampingan rutin di desa Japan ini pun menyempatkan diri berkunjung, melihat biola ciptaan Mbah Min dan bertanya banyak pada beliau.
Mbah Min sudah belasan tahun bekerja sebagai pengukir kayu di kota Jepara. Seorang teman dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mendorongnya untuk membuat biola dari bahan bambu. Karena itulah, sejak tahun 2009 Mbah Min menciptakan biola dengan bahan utama bambu Petung atau bambu Wulung.
Proses panjang untuk hasil istimewa
Menghasilkan sebuah biola prosesnya tidak mudah. Untuk menghasilkan bambu terbaik, bambu petung atau bambu wulung itu harus dikeringkan dulu dalam waktu paling lama enam bulan. Tentu saja ia sangat bergantung pada cuaca yang mendukung proses pengeringan ini. Sementara itu, proses pembuatan biolanya bisa dikerjakan paling cepat satu hari hingga beberapa hari tergantung tingkat kesulitannya.
Keindahan nusantara pada desain biola
Di lemari pajang miliknya terpampang aneka biola dengan aneka bentuk dari bahan bambu dan juga bahan kayu. Ukiran menyerupai bentuk wayang tradisional Jawa terlihat pada pucuk gagangnya. Setiap lekuk pada biola ciptaannya dia kerjakan sendiri dengan proses manual. Aneka bentuk dibuatnya sesuai dengan permintaan dari pembeli. Ada biola klasik dan ada juga biola listrik. Mbah Min juga melengkapi biola dengan tas biola buatannya yang terbalut kain batik nusantara. Beberapa di antara motif batik yang ada tersebut adalah motif batik khas Kudus. Pembeli bisa menikmati keindahan karya seni nusantara hanya pada paket biola yang dipesan di Mbah Min.
Wajar saja gubernur kagum pada biola buatannya karena keistimewaan bahan, proses dan desainnya. Biola buatan Mbah Min bahkan sampai dipesan oleh pembeli dari Malaysia dan Hongkong.
Mbah Min juga mengelola sisa bambu dan kayu produksi biolanya menjadi benda seni lainnya yang istimewa seperti ukiran kayu berbentuk menara dan bentuk lainnya. Ada juga ukiran berbentuk huruf kaligrafi yang dipajang dalam sebuah pigura.
Â
Menurunnya penjualan akibat pandemi
Beberapa sekolah juga sempat memesan biola darinya tapi belum sempat melayani pesanan dalam jumlah tinggi pandemi Covid-19 keburu terjadi. Sekolah-sekolah pun ditutup untuk kegiatan belajar mengajar. Pandemi sangat berdampak pada angka penjualan biola buatan Mbah Min. Tak hanya pesanan dari sekolah-sekolah, jumlah pesanan biola Mbah Min juga merosot tajam dari pembeli lainnya. Pembatasan aktifitas sosial di masa pandemi membuat Mbah Min cukup kepayahan memasarkan produk biolanya.
Mengidolakan sang maestro biola
Ada satu cita-cita Mbah Min yang akhirnya tidak kesampaian yaitu mempersembahkan biola buatannya untuk sang maestro biola Indonesia, Idris Sardi. Baru saja beliau mau membuat biola untuk hadiah tersebut, sang maestro lebih dulu meninggal dunia. Mbah Min sangat mengagumi Idris Sardi sebagai maestro biola sekaligus tokoh senior yang konsisten di bidang bakatnya. Itu juga lah yang menginspirasi Mbah Min untuk fokus berkarya dalam membuat dan mengukir biola. "Saat ini zaman sudah canggih. Orang punya macam-macam keahlian dan di luar sana banyak produk menarik yang dijual. Tapi, setiap orang punya rezekinya sendiri dari keahliannya dan saya memilih tetap fokus jadi pengrajin biola saja karena itulah keahlian saya,' ucapnya.
Kunjungan kami ke rumah Mbah Min ini berkesan manis. Selain banyak informasi kami dapat dari Mbah Min dan keindahan aneka biola yang terpampang, Mbah Min pun menyuguhkan permainan biolanya di hadapan kami. Dawai-dawai dimainkannya seiring dengan nada lagu Indonesia Pusaka yang mengalun merdu dari biola cantik itu. Teh hangat di tengah cuaca yang semakin dingin pun melengkapi suasana silaturahmi kami dengan Mbah Min.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H