Saya termasuk orang yang senang mempelajari hal baru dan sesuatu yang berbeda dari diri saya pada orang lain. Ketika berada di tengah keanekaragaman budaya, keyakinan, karakter fisik dan nilai-nilai, saya berasa sedang menggenggam dunia.Â
Salah satu event itu adalah Festival Kebhinekaan yang dirintis oleh Ira Lathief melalui yayasan Khairiyah of Indonesia sejak tahun 2018 lalu. Dan di tahun ini, Festival Kebhinekaan masuk pada gelarannya yang keempat.
Yang sangat berbeda kali ini bukan tema atau jenis acaranya tapi kegiatan festival yang dilakukan secara virtual. Ya, pandemi Covid-19 ini memang telah mengubah banyak ritme kegiatan. Lima hari acara ini digelar lewat sebuah aplikasi, saya dan peserta lainnya tetap bisa secara interaktif mengikuti kegiatan ini meskipun kami berada di tempat masing-masing. Mungkin belum ada sejarahnya sebelum masa pandemi ini sebuah event resmi bisa diikuti dengan cara rebahan di rumah. Kenapa tidak ya? Hehehe.
Di awal tahun 2021 terdengar kasus penggunaan kostum identitas suatu agama yang dijadikan aturan resmi di sebuah sekolah negeri di Sumatera Barat.Â
Bagaimanapun itu adalah sekolah umum meskipun penduduk muslim adalah minoritas di sana. Jenis pemaksaan halus atau terang-terangan seperti ini di negeri kita bukan yang pertama bahkan bukan yang ke seratus kali.Â
Ada daftar panjang kasus intoleransi yang terjadi baik dalam hal agama, kepercayaan atau budaya. Di ruang-ruang sesi Festival Kebhinekaan ini lah kasus-kasus seperti ini dikupas.Â
"Millenial talks" itu adalah salah satu sesi favorit saya dimana banyak insan muda pemuka agama, adat, aktifis masyarakat, mahasiswa hingga pemerhati dan pecinta budaya bisa bertukar pengalaman dan ide.