Di Meulaboh ini ada kopi yang disajikan dengan khas yaitu "Kopi Khop" atau kopi yang disajikan dengan cangkir terbalik yang ditutup oleh piring kecil. Kopi Khop ini adalah kopi tubruk robusta yang bisa diminum dengan bantuan sedotan atau dengan memiringkan gelas yang ditekan dengan alas piringnya secara perlahan-lahan.
Wilayah berikutnya adalah Nagan Raya dimana banyak tradisi yang kental hadiri di sini. Kalau anda pernah mendengar soal tradisi mayam atau mahar emas bagi pengantin wanita Aceh, maka Nagan Raya ini memiliki tradisi mayam termahal untuk pernikahan. Sebagai informasi tambahan, satu mayam itu sekitar 3,33 gram emas.Â
Biasanya mayam perempuan memang dinilai dari status sosial si perempuan. Dan jumlah mayam di sini umumnya berkisar dari 20 hingga 100 mayam. Terbayang kan jumlah mahar yang harus dikeluarkan? Tapi jangan heran dulu, pihak keluarga perempuan juga tak kalah dalam menyediakan 'imbalan mayam'. Orang tua si mempelai perempuan atau disebut "dara baro" ini biasanya juga menyediakan rumah atau tanah untuk dimiliki kedua mempelai.
Masuk ke arah barat daya dan selatan kita akan menemui kota-kota seperti Blangpidie, Manggeng, Lembah Sabil, Labuhan Haji, Meukek hingga Tapak Tuan. Kota-kota yang saya sebutkan ini memiliki tradisi campuran Aceh dengan Minangkabau. Jadi, jangan kaget jika anda mendengar banyak orang menggunakan bahasa minang di area ini. "Bahasa Jamek" atau "Bahasa Jamu" mereka menyebutnya, yang adalah perpaduan bahasa Aceh dengan Bahasa Minang. Di seberangnya terdapat Pulau Simeulue yang sebagian penduduknya juga menggunakan bahasa ini.
Nama "Labuhan Haji" itu asalnya dari pelabuhan tempat bersandarnya kapal-kapal keberangkatan haji yang dulu ada di kota ini. Dulu, sebagian jemaah haji asal sumatera bagian barat utara berangkat dari pelabuhan ini. Saat ini, Labuhan Haji juga tetap menjadi pelabuhan tapi hanya memberangkatkan kapal-kapal menuju pulau Simeulue serta Pulau Banyak dan sekitarnya.
Sekitar 150 km di barat pantai Labuhan Haji terdapat Pulau Simeulue dimana banyak suku mendiaminya. Pulau Simeulue ini dikenal sebagai salah satu 'Surga Para Pemancing Ikan' di Aceh. Di pulau ini terdapat juga banyak lobster. Tak heran jika pemerintah kabupaten Simeulue memberikan hak penggunaan salah satu pulau kecil di dekatnya untuk digunakan perusahaan milik Susi Pudjiastuti dalam pengepakan dan pengiriman lobster untuk diekspor. Kalau mau menikmati lobster dengan harga merakyat, anda bisa menyusuri pantai-pantai di sekeliling pulau ini.
Selain pulau Simeulue, terdapat juga pulau Banyak atau kepulauan Banyak. Sesuai dengan namanya, ini adalah gugusan pulau-pulau di barat pesisir Aceh bagian Selatan. Seperti pulau Simeulue, pulau-pulau ini juga jadi surganya para pemancing.
Di kota ini ada legenda bekas tapak kaki raksasa di sebuah batu karang di kaki bukit Lampu. Konon itu adalah tapak Syech Tuan Tapa, pertapa sakti bertubuh raksasa, tokoh dalam cerita Aceh. Konon, Tuan Tapa berhasil menyelamatkan seorang putri dari Raja dan permaisuri dari cengeraman dua ekor naga raksasa. Maka di Tapaktuan ini juga terdapat makam Tuan Tapa yang berukuran panjang dan sebuah batu yang disebut sebagai "Tongkat Tuan Tapa".
Kota-kota di arah selatan setelah Tapaktuan ini ada yang masih menggunakan bahasa jamee, bahasa aceh dan bahasa tapanuli. Ini adalah daerah perbatasan menuju wilayah Sumatera Utara.
Pesisir utara aceh ke arah timur diisi dengan banyak kota dan banyak tradisi seperti Pidie, Bhireuen, Lhokseumawe, Panton Labu. Konon, banyak tokoh-tokoh besar Aceh berasal dari sini. Umumnya, warga di wilayah ini murni menggunakan bahasa dan tradisi Aceh. Di Lhokseumawe terdapat banyak industri besar Aceh seperti industri gas alam, pupuk dan lainnya. Di kota ini juga terdapat pelabuhan besar tempat bersandarnya kapal-kapal barang dan kapal komersil dari dan ke luar negeri.