Dini hari itu, saat mata saya belum mampu terpejam, waktu sahur pun dirasa tak lama lagi. Saya pilih sebuah saluran televisi untuk menemani. Sebuah gambaran yang menegangkan pun muncul dari layar. Terlihat barikade polisi brimob yang sedang maju memukul mundur demonstran yang sedang berusaha merangsek ke arah gedung KPU sambil membakar benda-benda yang ada di sekitarnya.
Saya mengikuti di menit pertengahan dari peristiwa dan belakangan saya baru mengetahui bahwa para pendemo telah lebih dulu menyerang aparat dengan lemparan batu dan bom molotov bertubi-tubi.
Beberapa mereka berlarian ke berbagai arah lain. Ada yang lari dan sembunyi di dalam masjid. Sungguh sebuah aksi brutal dari para pendemo yang sebelumnya mengaku akan melakukan aksi damai di depan Bawaslu. Â
Sungguh pikiran tak karuan ketika saya menyadari suami saya sedang mencari rezeki dengan kendaraan onlinenya di sekitar lokasi kerusuhan di Jakarta itu. Terlintas di benak saya juga bagaimana nasib mereka yang beraktifitas pada malam hari seperti satpam, supir mobil dan motor online, pekerja kantor yang pulang dari lembur hingga mereka yang tinggal di sekitar lokasi dan ingi membeli menu untuk sahur.
Beberapa kios di seputaran kaki lima tanah abang juga dibakar oleh massa. Saya pun dalam posisi bersiap jika kerusuhan merembet ke area pertokoan tanah abang. Aksi ini memang cukup membuat jantung warga di Jakarta dan sekitarnya berdegup kencang dan tak henti mencucap asma-Nya.
Dilihat dari kostum para pendemo yang menyerang, mereka sedikit berbeda dengan para pelaku aksi yang sempat berbuka puasa dan shalat berjamaah di depan gedung Bawaslu pada sore hari sebelumnya. Dari wajah juga rata-rata mereka masih belia, tampang umur belasan tahun saja. Apakah mereka adalah perusuh bayaran?
Saat ini penelusuran polisi masih mencari tau soal ini setelah sebuah ambulan berlogo partai disita dengan isi peralatan  dan batu-batu kerikil di dalamnya. Sebuah aksi masa yang terorganisirkah?
Ini adalah masa di mana 21 tahun yang Soeharto yang sudah menjabat sebagai presiden selama 32 tahun itu harus lengser di tangan aksi mahasiswa yang pada tanggal 21 Mei 1998 menduduki gedung DPR-MPR RI. Kini, aksi perusuh yang sedikit serupa dengan aksi mahasiswa di peristiwa kerusuhan Mei 1998 pecah dengan diawali seruan people power oleh, kubu Prabowo-Sandiaga.
Di balik koalisi Prabowo-Sandiaga berdiir mereka yang dulu ada dalam posisi menghadapi aksi mahasiswa. Monopoli dinasti Cendana di beberapa sektor BUMN, nepotisme dalam perangkat instansi negara serta sikap otoriter yang membungkam aspirasi rakyat menjadi dasar dari pergerakan rakyat yang berangsur-angsur membesar.
Kala itu, Amien Rais ada di dalam barisan penginisiasi aksi mahasiswa untuk melengserkan Soeharto. Kini, Amien Rais berada dalam kubu oposisi pemerintah yang menyerukan aksi people power ini.
Titiek Soeharto dalam beberapa ucapannya berdiri membela barisan pendemo ini dan kerap kali menyulut amarah pendukungnya dengan ucapannya. Menurut Titiek, ini adalah pemilu tercurang yang jauh lebih parah dari pemilu di era Soeharto lalu. Apakah Titiek sedang bercanda kali ini? Atau ingatannya terlalu lemah untuk merekam semua perlakuan kroni keluarganya kala itu.