Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Memahami Kegamangan Pemilih Pemula

1 April 2019   22:55 Diperbarui: 2 April 2019   09:15 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relawan Demokrasi KPU Jakarta Pusat mengadakan sosialisasi kepada pemilih pemula terkait Pemilu 2019 di SMA Negeri 4 Jakarta, Jumat (15/2/2019). | KOMPAS/Wawan H Prabowo

Hari itu di antara kerumunan peserta yang hadir di sebuah diskusi saya bertemu dua remaja ini. Sebut saja mereka adalah Edo dan Davi, dua mahasiswa asal Kupang di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Sengaja saya menggunakan nama lain buat keduanya karena permintaan mereka.

Mereka dua remaja yang kritis dan cukup independen dalam berpikir, tapi sangat berhati-hati ketika harus mengungkapkan pendapat mereka. Mereka adalah mahasiswa di tahun pertama, fresh graduate dari SMU. Pemilu 2019 ini adalah pemilu pertama yang akan mereka ikuti.

Saya terlibat pembicaraan dengan mereka ketika seorang teman saya menawarkan mereka untuk memberikan testimoni positif mengenai Jokowi dan merekam videonya. 

Keduanya pun saling bertatapan, sedikit berkomentar bahkan kemudian sempat memanggil beberapa sahabat mereka untuk ikut menyimak. Mereka sempat menolak untuk memberikan testimoni positif bahkan mereka justru memprotes pembangunan yang menurut mereka masih kurang adil.

Menurut Edo, konsentrasi program Jokowi ke wilayah timur Indonesia masih terlalu fokus ke wilayah Papua. Menurutnya, daerah asal mereka berdua di Kupang masih banyak wilayah tertinggal secara pembangunan dan belum tersentuh perhatian dari pemerintah pusat.

Selain itu, Edo juga menyayangkan biaya pendidikan yang semakin mahal yang membuat langkanya sahabat-sahabat sekampung mereka yang punya kesempatan menikmati pendidikan hingga jenjang yang tinggi. Saya pun mendengarkan keluh kesahnya dengan seksama.

Puas menyampaikan kegalauannya mengenai daerah asalnya, saya memastikan apakah ia sudah menetapkan pilihan untuk pilpres kali ini dan apakah sudah masuk Daftar Pemilih Tetap KPU. Edo mengatakan ia memilih untuk menjadi golput karena ketidakyakinannya kepada kedua pasangan calon kandidat.

Merespons uneg-unegnya mengenai pembangunan di Kupang, saya sempat menunjukkan beberapa video dan link berita mengenai program-program terbaru pemerintah di wilayah Nusa Tenggara Timur. Edo pun terdiam. Saya mencoba mendorongnya untuk mengenal lebih jauh kedua pasangan calon dalam pilpres kali ini.

Saya termasuk yang sangat tidak setuju pada pilihan golput apalagi mengajak orang lain untuk juga golput. Sedilematis apapun, bagi saya adalah hal yang bodoh jika kita tak peduli ke mana arah perahu yang kita naiki di saat terombang-ambing di tengah lautan. Seperti membiarkan seseorang mendayung perahu dan membiarkannya berjuang sendiri tanpa kita bantu secara akal dan pikiran tapi begitu perahu tersesat kita justru memprotesnya.

Saya mencoba meyakinkan Edo bahwa dana yang pemerintah keluarkan untuk Pemilu 2019 ini sangat besar. Dua perhelatan pemilu (pemilihan presiden dan pemilihan legislatif) di tahun 2019 ini menelan biaya hampir 25 trilyun rupiah dan akan tetap dihabiskan meskipun banyak calon pemilih memutuskan untuk golput.

Selain itu saya meyakinkannya bahwa jika seseorang ikut memilih atau tidak memilih toh di bulan Oktober 2019 ini juga presiden dan wakil presiden di periode baru akan tetap dilantik.

Edo masih berusaha mempertahankan pendapatnya walaupun mulai terlihat melunak. Saya mencoba mengambil sudut pandang lain. Jika ia sulit menemukan kelebihan kedua paslon untuk jadi alasan untuk dipilih lalu saya memintanya menimbang keburukan di antara kedua paslon yang paling harus ia hindari untuk kebaikan masa depan negeri ini.

Lalu Edo pun dengan mengalir begitu saja menyebutkan kekhawatirannya terhadap salah satu pasangan kandidat. Ia melihat siapa kalangan yang ada di belakang pasangan calon itu dengan indikasi misi yang mereka miliki kelak di Indonesia ini. Ia tidak ingin salah satu kandidat itu menjadi pemenang pemilu kali ini dan harus memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan.

Ia pun mulai mempunyai pilihan yang mantap meskipun gamang akan proses administrasi pemilih pemula sepertinya dan ber-KTP luar daerah yang tidak sempat pulang kampung demi pemilu 2019 ini.

Saya mencoba mencari informasi pelacakan nama di DPT secara online dan informasi mengenai bagaimana pemilih dengan KTP di sebuah daerah agar bisa memilih di daerah lainnya. Edo pun mulai mantap untuk berpartisipasi di 17 April 2019 mendatang.

Ini hanya sebuah contoh kasus bagaimana seorang pemilih pemula yang masih polos mencerna situasi politik dan kondisi bangsa kita. Kemendagri mencatat setidaknya ada lima juta (5.035.887) pemilih pemula dalam Daftar Pemilih Potensial Pemilu (DP4) 2019. 

Pemilih pemula adalah pemilih dengan jangkauan usia 17 hingga 21 tahun. Mereka dalam kisaran usia ini masih gamang dan terombang-ambing dalam mengambil keputusan.

Dari contoh Edo dan Davi tadi saya melihat mereka melihat prestasi tetapi terpengaruh dengan simpang siurnya informasi yang mereka terima. Hoaks yang bertebaran dan perang tudingan antar kedua kubu membuat mereka seringkali kehilangan figur panutan. Ini di antara alasan mengapa pemilih pemula jadi enggan untuk ikut mencoblos di TPS.

Di tahun 2014 malah KPU mencatat jumlah pemilih pemula yang masuk dalam DPT adalah sebesar 52 juta jiwa atau sekitar 25% dari DPT. Survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas di bulan Maret 2019 menyatakan bahwa Paslon Prabowo-Sandi unggul dalam konsentrasi pemilih kategori Gen-Z (usia 17-21 tahun) dengan angka sebesar 47% dan Paslon Jokowi-Ma'ruf sebesar 42,2%.

Sementara itu paslon Jokowi-Ma'ruf Amin unggul di kategori usia milenilal muda (22-30 tahun), milenial matang (31-40 tahun) dan kategori Gen-X (41-52 tahun). Diperkirakan pemilih pemula ini adalah mereka yang masih menyukai kebaruan dan menilai pilihannya lebih banyak karena pengaruh lingkungan sekitar.

Setiap kalangan usia butuh perlakuan yang berbeda dan ini harus jadi perhatian bagi kedua kubu paslon. Pemilih pemula adalah jumlah pemilih yang potensial memengaruhi kemenangan kedua paslon. Pemilih pemula cenderung kurang memahami sepak terjang setiap calon baik itu dalam Pilpres maupun Pileg.

Oleh karena itu tim kampanye harus bekerja keras dalam merangkul dan meyakini pemilih pemula ini agar potensi golput bisa ditekan semaksimal mungkin.

Negeri ini butuh kekuatan yang besar dari rakyat untuk menentukan nasibnya. Jangan anggap remeh bahkan satu suarapun dalam pemilu. Semoga pemilu 2019 lancar, pemilu pun damai....!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun