Rocky memang sepertinya menyukai tantangan dalam dunia politik dan menyenangi dirinya ketika berada dalam kubu oposisi. Di satu sisi ada konsistensi yang ia jalankan. Tapi, semakin lama gaya bahasa seorang Rocky semakin liar dan nalarnya semakin bikin onar.
Bagaimana tidak, toh kitab suci saja dia sebut produk fiksi. Cerminan atheisme dalam dirinya kah? Atau ungkapan itu hanya bagian dari kamuflase berkelit dari pertanyaan? Jawabannya hanya pada diri Rocky Gerung.
Dalam kontestasi pilpres kali ini kubu oposisi melakukan berbagai cara untuk menang. Semua yang membenci seorang Jokowi adalah bagian dari keluarga besar mereka. Bahkan, semua yang ikut menghina petahana dalam berbagai cuitan dan ucapannya akan menjadi juru bicara andalan dalam banyak sesi debat yang mereka ikuti.
Tak hanya Rocky... gaya Rocky Gerungisme ini juga bergulir liar ke hampir semua pendukung kubu 02. Â Ada Fadli Zon, Fahri Hamzah bahkan hingga Ratna Sarumpaet. Mereka semua mendadak ahli filsafat yang filosofinya itu-itu melulu, mendiskreditkan Jokowi.
Sebenarnya, Rocky Gerung hanyalah sebuah simbol betapa persaingan merebut kursi pemimpin negeri ini bukan hal yang mudah. Sikut sana, sikut sini, kampaye sana dan sini hingga lahirnya pasukan penebar hoaks harus dengan gagah dihadapi. Persaingan yang tidak sehatlah yang melahirkan Rocky Gerung yang seperti ini dan bisa menimbulkan karakter Rocky Gerung lainnya.Â
Ucapan yang anarkis sampai kapanpun tak pernah bisa mengalahkan bijaknya jiwa yang tenang. Memilih pemimpin bangsa yang punya tingkat emosional tinggi seperti ini tak bisa dengan hati dan ucapan yang serba panas. Kita lihat saja, siapapun yang terpilih hari ini, di pilpres 2024 kelak apakah Rocky Gerung dan sejenisnya akan muncul kembali?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H