Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Antara Kasus Romi dan Ancaman Bahar Smith ke Jokowi

17 Maret 2019   07:22 Diperbarui: 17 Maret 2019   07:32 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses yang alot dan penuh drama pun terjadi sepanjang penetapan tersangka kedua kalinya hingga penjemputan paksa Setya Novanto di rumah sakit Puri Permata Hijau karena aksi pura-pura kecelakaan yang dilakukannya yang kemudian menjeratnya lagi dalam kasus hukum lain. 

Setya Novanto sangat licin, bertahun-tahun ia melakukan korupsi tapi masih asik melenggang di dunia politik bahkan memimpin sebuah lembaga yang notabene adalah wakil rakyat. Di tahun 2014 Setya Novanto bersama Golkar bergabung dalam koalisi Prabowo-Hatta. 

Setelah koalisinya kalah dan Jokowi dilantik, Setya Novanto pun perlahan diri merapat ke kubu Jokowi. Ternyata, upaya mendekat ke penguasa tidak menjadikan kejahatan korupsinya terkubur dan dirinya aman dari kejaran hukum. Pada bulan April 2018 Setya Novanto pun dijatuhi vonis 15 tahun penjara atas perbuatannya.

Romi, Idrus Marham dan Setya Novanto, mereka yang pernah berseberangan kubu politik dengan Jokowi di tahun 2014 akhirnya merapat ke Jokowi dan terciduk atas kasusnya masing-masing. Jokowi tak punya kuasa melindungi pelaku korupsi. Bukan hanya tak punya kuasa, orang sebaik Jokowi tentu tak akan menyetujui korupsi atas nama apapun. 

Anaknya saja gagal seleksi CPNS tak dia bantu apapun tak mungkin pula dia melenggangkan orang lain menyalahgunakan jabatannya untuk menerima suap atau menyalahgunakan dana. 

Dalam Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 disebutkan presiden memegang kekuasaaan pemerintahan tetapi kekuasaan pemerintahan itu hanya dibatasi pada ruang lingkup urusan-urusan pemerintahan. Dalam UUD 1945 juga disebutkan bahwa presiden hanya diberikan hak prerogatif dalam memberikan grasi. 

Pemberian grasi bukan merupakan campur tangan presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif presiden untuk memberikan ampunan. Akan tetapi presiden sama sekali tidak mempunyai kewenangan ikut campur tangan dalam proses penegakan hukum.

Saat ini, seharusnya Bahar Smith atau pihak manapun bisa melihat bagaimana kekuasaan eksekutif dan terpisah dari wilayah yudikatif. Janganlah setiap kasus kriminal atau korupsi dikaitkan dengan politik apalagi menyalahkan seorang Jokowi hanya karena persaingan. 

Yang paling memaksakan diri adalah ketika Andi Arief tertangkap ketika menggunakan narkotika Sabu-sabu dan politisi Gerindra menyalahkan Jokowi juga atas hal ini. Justru, penangkapan pemakai narkoba dan pengedar narkoba adalah bukti upaya penegakan hukum sedang berjalan. Iya toh?

Saatnya politik bermain di area akal sehat dan hati bersih. Ayo dukung para penegak hukum memberantas korupsi, kriminal dan narkoba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun