Beberapa waktu lalu kasus rabies dari gigitan anjing yang menewaskan seorang anak di Bali tengah jadi sorotan. Sebagian besar wilayah Indonesia memang belum bebas dari rabies terutama Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Usut punya usut, ternyata rabies adalah penyakit lama yang sudah ada sejak ratusan lalu dari zaman Hindia-Belanda. Bagaimana awal mulanya dan mengapa Indonesia belum juga bebas dari rabies?
Sebelum Rabies Menyerang, Anjing adalah Simbol Status Orang Eropa
Menurut Kemenkes, 95% kasus rabies disebabkan oleh gigitan anjing. Lantaran hal ini, tidak sedikit orang yang menganggap anjing hewan yang berbahaya.
Padahal, sebelum rabies menyerang anjing, dulunya hewan ini adalah simbol status sosial di kalangan bangsa Eropa.
Menurut catatan Ponder (1942), pada abad ke-20, memelihara anjing adalah gaya hidup yang sedang tren di kalangan remaja Eropa. Tren ini pun turut masuk di Hindia-Belanda.
Pada masa itu, anjing dianggap sebagai status sosial sehingga diurus dengan baik layaknya seorang keluarga. Di sisi lain, pribumi juga memelihara anjing.
Bedanya, mereka memelihara anjing untuk dijadikan penjaga rumah sehingga dibiarkan hidup liar.
Bukannya Anjing, Kasus Rabies Pertama di Indonesia Menginfeksi Seekor Kuda
Meski banyak kasus rabies berasal dari anjing, tapi kasus pertama rabies di Indonesia justru berasal dari hewan ternak. Schoorl (1884) melaporkan kasus rabies tersebut menginfeksi seekor kuda di Jakarta.
Kemudian, Esser (1889) juga melaporkan kasus serupa terjadi pada seekor kerbau di Bekasi. Umumnya, rabies kerap ditemukan pada anjing tapi sebenarnya virusnya ini bisa menular pada semua jenis binatang berdarah panas termasuk kucing dan hewan ternak.
Barulah pada tahun yang sama, Penning (1889) melaporkan kasus rabies yang pertama kali menginfeksi seekor anjing.
Pada Manusia, Rabies Pertama Kali Menyerang Seorang Serdadu Jawa
Pada 12 Februari 1891, dilaporkan seorang serdadu Jawa digigit anjing. Setelah diberi pengobatan, serdadu tersebut merasa sembuh. Namun, selang beberapa bulan sakitnya kambuh dan meninggal pada 26 April 1891.
Perlu diketahui bahwa infeksi virus rabies hingga menunjukkan gejala butuh waktu cukup lama. Kemenkes mengungkapkan, gejala masa inkubasi virus rabies berkisar 4-12 minggu.
Ironisnya, sekali muncul gejala maka tingkat kematiannya mencapai 99%. Untuk itu, penyakit rabies rentan memakan korban jika tidak segera diobati dengan tepat.
Kasus berikutnya, dokter Eilerts de Haan melaporkan kasus rabies pada seorang anak di Cirebon pada tahun 1894. Rentetan kasus tersebut pun terus menyebar hingga menjadi wabah.
Bahkan, wabah rabies menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan daerah lainnya. Selama lebih dari 20-30 tahun, rabies menjadi penyakit endemis yang sulit diberantas karena kasusnya muncul satu, menghilang lalu muncul lagi.
Rabies Makin Menggila, Pemerintah Hindia-Belanda Akhirnya Turun Tangan
Bikin geram, merebaknya wabah rabies ini pun membuat pemerintah Hindia-Belanda berupaya melakukan berbagai acara untuk memusnahkannya. Namun, kala itu belum ada vaksin anti-rabies (VAR) maupun serum anti-rabies (SAR).
Pada penanganan awalnya, anjing-anjing yang terkena rabies direhabilitasi dan dilakukan karantina hewan. Pemerintah Hindia-Belanda juga mewajibkan pemelihara anjing untuk membayar pajak sebesar 1 Gulden dan harus mengalungkan medali pada hewan peliharaannya.
Namun, bagi pribumi tentu ini sangat memberatkan. Apalagi, anjing-anjing yang mereka pelihara adalah hewan yang diliarkan. Akibatnya, banyak anjing kampung liar yang tidak memakai medali menjadi korban pemusnahan rabies.
Begitu keji, anjing-anjing liar yang ditangkap tersebut dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam ruangan gas beracun sehingga mati dengan sendirinya.
Rabies Masih Jadi Penyakit Tertua yang Mematikan
Menurut laporan World Health Organization (WHO), penyakit rabies telah menyebar di lebih dari 150 negara di dunia. Adapun tingkat kematiannya >95% terjadi di kawasan Asia dan Afrika.
Mematikan, namun bukan berarti tak ada wilayah yang bebas rabies. Meski jumlahnya sedikit, WHO menyebutkan setidaknya sudah ada sejumlah negara yang berhasil terbebas dari rabies.
Beberapa negara tersebut, yakni Jepang, Australia, Selandia Baru, Singapura, Swedia, Norwegia, Swiss, dan Belanda.
Lalu, Bagaimana dengan Rabies di Indonesia?
Sudah lebih dari satu abad penyakit ini melanda tanah air. Namun, hingga sekarang baru ada 11 provinsi di Indonesia yang bebas dari rabies.
Padahal, sudah ada vaksin dan serumnya. Kondisi ini menunjukkan, penanganan rabies tidak bisa hanya mengandalkan kedua hal tersebut.
Dibutuhkan upaya dari semua pihak agar rabies dapat dibasmi dengan tuntas. Terutama pada kalangan awam karena tidak semua orang memahami cara pencegahan dan pengobatannya secara tepat.
Terpenting, bagi semua pemelihara hewan sudah seharusnya bertanggungjawab atas anabulnya.
Yuk, vaksinasi rutin hewan peliharaannya dan dijaga agar tidak mudah terinfeksi rabies!
Referensi
Kemenkes RI. 2019. Masterplan Pemberantasan Rabies di Indonesia
[WHO] World Health Organization. 2023. Rabies-Free Country 2023
Ward MP. 2014. Rabies in the Dutch East Indies a century ago - a spatio-temporal case study in disease emergence. National Library of Medicine. 114(1): 11-20.Â
National Geographic. 2023. Sejarah Rabies: Tercatat sejak Mesopotamia Kuno, Masuk Indonesia 1884.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H