Kemudian, Esser (1889) juga melaporkan kasus serupa terjadi pada seekor kerbau di Bekasi. Umumnya, rabies kerap ditemukan pada anjing tapi sebenarnya virusnya ini bisa menular pada semua jenis binatang berdarah panas termasuk kucing dan hewan ternak.
Barulah pada tahun yang sama, Penning (1889) melaporkan kasus rabies yang pertama kali menginfeksi seekor anjing.
Pada Manusia, Rabies Pertama Kali Menyerang Seorang Serdadu Jawa
Pada 12 Februari 1891, dilaporkan seorang serdadu Jawa digigit anjing. Setelah diberi pengobatan, serdadu tersebut merasa sembuh. Namun, selang beberapa bulan sakitnya kambuh dan meninggal pada 26 April 1891.
Perlu diketahui bahwa infeksi virus rabies hingga menunjukkan gejala butuh waktu cukup lama. Kemenkes mengungkapkan, gejala masa inkubasi virus rabies berkisar 4-12 minggu.
Ironisnya, sekali muncul gejala maka tingkat kematiannya mencapai 99%. Untuk itu, penyakit rabies rentan memakan korban jika tidak segera diobati dengan tepat.
Kasus berikutnya, dokter Eilerts de Haan melaporkan kasus rabies pada seorang anak di Cirebon pada tahun 1894. Rentetan kasus tersebut pun terus menyebar hingga menjadi wabah.
Bahkan, wabah rabies menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan daerah lainnya. Selama lebih dari 20-30 tahun, rabies menjadi penyakit endemis yang sulit diberantas karena kasusnya muncul satu, menghilang lalu muncul lagi.
Rabies Makin Menggila, Pemerintah Hindia-Belanda Akhirnya Turun Tangan
Bikin geram, merebaknya wabah rabies ini pun membuat pemerintah Hindia-Belanda berupaya melakukan berbagai acara untuk memusnahkannya. Namun, kala itu belum ada vaksin anti-rabies (VAR) maupun serum anti-rabies (SAR).
Pada penanganan awalnya, anjing-anjing yang terkena rabies direhabilitasi dan dilakukan karantina hewan. Pemerintah Hindia-Belanda juga mewajibkan pemelihara anjing untuk membayar pajak sebesar 1 Gulden dan harus mengalungkan medali pada hewan peliharaannya.