Mohon tunggu...
Lia
Lia Mohon Tunggu... Lainnya - A Science and Pop Culture Enthusiast

Passionate on environment content, science, Korea and Japanese culture.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membedah Ketedalanan Jenderal Hoegeng sebagai Teladan Generasi Muda di Era Disrupsi

11 Januari 2023   06:10 Diperbarui: 11 Januari 2023   06:10 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kemajuan teknologi saat ini telah membawa peradaban dunia menuju zaman yang terus maju dengan disertai pembangunan ke arah digital. Pembangunan tersebut berdampak pada perubahan kehidupan yang serba cepat dan dinamis. 

Hal inilah yang menjadikan masa sekarang lebih dikenal sebagai era disrupsi. Istilah disrupsi tersebut mulai populer dikenal pada tahun 1997 melalui buku "The Innovator Dilemma" yang digagas oleh Clayton M. Christensen. Istilah ini makin dipopulerkan pada abad ke-20 dalam dunia bisnis (Handayani 2020). Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan yang besar dalam tatanan dunia bisnis.

Perubahan pada kehidupan yang sifatnya besar tersebut disebut dengan disrupsi. Disrupsi ini bukan hanya sebuah perubahan pada kehidupan, tetapi juga mengubah tatanan yang ada. Salah satu contoh yang perubahan tersebut paling mudah dapat dilihat pada kehidupan yang awalnya konvensional menjadi serba digital, seperti berbagai pelayanan belanja yang berkembang pesat menjadi online. 

Kondisi ini juga umum dikenal dengan era industri 4.0 atau revolusi industri. Bahkan, beberapa negara menyatakan telah memulai era industri 5.0 seperti yang terjadi pada negara Jepang (Novianti et al.  2020).

Penyebab lahirnya era disrupsi ini adalah kemampuan manusia yang terus mengembangkan pengetahuan sehingga menciptakan berbagai inovasi yang membawa perubahan. Meski demikian, era disrupsi ini juga berdampak negatif pada kehidupan masyarakat. Pesatnya kemajuan teknologi di masa sekarang menyebabkan adanya pergeseran pola kehidupan. Ditambah dengan adanya internet dan teknologi digital lainnya, semakin aktif masyarakat membangun pola kehidupan dalam dunia secara digital tersebut atau online. 

Ditambah lagi, dengan adanya pandemi Covid-19 sekarang ini menyebabkan berbagai aktivitas sosial terbatas untuk mengurangi mobilitas dalam pencegahan penyebaran virus tersebut sehingga interaksi secara online menjadi lebih masif. Masalahnya, pemanfaatan teknologi dalam kehidupan tersebut akan menjadi bumerang bagi penggunanya apabila tidak digunakan secara bijak dan baik.

Masalah tersebut nyatanya juga telah banyak terjadi di sekitar. Tanpa disadari, kemajuan teknologi tanpa ada kesiapan dalam memanfaatkannya secara bijak hanya menyebabkan seseorang menjadi lalai dalam penggunaannya. Misalnya saja, minimnya daya literasi seseorang menyebabkan mudah tertipu oleh info hoax.

Tidak hanya itu, berbagai kasus ataupun tipu daya kini pun turut berkembang ke arah digital seperti kasus penipuan via online dan lain sebagainya. Meski demikian, hal yang patut diwaspadai adalah dampak negatif era disrupsi ini terhadap perkembangan generasi muda Indonesia.

Generasi muda merupakan pondasi penentu arah masa depan bangsa Indonesia. Apabila generasi mudanya hancur, tentunya terancam pula masa depan kehidupan bangsa ini. Beberapa contoh dampak buruk terjadinya era disrupsi yang dapat dijumpai pada generasi muda sekarang diantaranya, penurunan etika dalam bermasyarakat, minimnya karakter diri, dan lainnya. Karakter diri merupakan cerminan penting bagi seseorang, terutama dalam hidup bermasyarakat. Di sisi lain, salah satu karakter penting yang terkadang dianggap jarang ditemui adalah nilai kejujuran.

Jujur dalam menghadapi perubahan zaman bukanlah hal yang mudah bagi generasi muda yang harus terus beradaptasi di era disrupsi. Mirisnya, kejujuran di Indonesia menjadi suatu hal yang terkadang dipertanyakan khususnya pada pemimpin atau pejabat negara.

Berbagai kasus korupsi yang mendera bangsa Indonesia dari dulu hingga sekarang pun terus berlanjut. Kasus korupsi dalam hal pemerintahan juga sepertinya telah dianggap biasa oleh generasi muda. Tentunya, jika ini terus berlangsung maka akan memicu lahirnya pemimpin korup pada generasi muda.

Hal tersebut dikarenakan seolah praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) adalah kewajaran yang sudah bisa dilakukan sejak generasi ke generasi. Bahkan, data dari Transparency International Indonesia (TII) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masuk dalam peringkat 102 dari total 180 negara yang disurvei. 

Peringkat ini juga mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2019 yang mencapai posisi 85. Fakta ini membuktikan bahwa meski telah ada lembaga pemberantasan korupsi dan hukum yang berlaku tidak memberikan dampak terhadap pencegahan korupsi di Indonesia. Ujungnya, negara Indonesia akan terancam masa depannya di tangan pemimpinnya yang korupsi dan hanya memperkaya diri.

Rasanya, korupsi juga tidak mengenal empati dalam praktiknya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) untuk penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh Menteri Sosial, Juliari Batubara. Hal ini pastinya menjadi berita buruk jika generasi muda Indonesia meneladani dan membiasakan perilaku buruk pejabat atau pemimpin yang seperti itu. 

Maka dari itu, diperlukan sebuah keteladanan pemimpin yang dapat menjadi contoh bagi generasi muda di masa disrupsi ini. Tokoh teladan dalam kepemimpinan tersebut, yakni Jenderal Hoegeng.

Jenderal Hoegeng Iman Santoso atau lebih dikenal sebagai Jenderal Hoegeng adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang menjabat pada tahun 1968-1971. Beliau termasuk tokoh yang dihormati di kalangan kepolisian Republik Indonesia. Selama menjabat, beliau telah membawa perubahan besar dalam tatanan kepolisisan Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan sosoknya sebagai pemimpin yang berkarakter. Karakter yang dimiliki tersebut diantaranya, jujur, sederhana, profesional, baik, supel, tegas, dan disiplin. Semua karakter tersebut adalah sifat-sifat yang sudah sepantasnya ada dalam jiwa seorang pemimpin.

Salah satu fakta menarik dari karakter Jenderal Hoegeng ini, yaitu sifat tegas dan bersihnya pada saat menangani kasus penyelundupan yang disertai rayuan dari seorang penguasa cantik keturunan Makassar-Tionghoa. Secara tegas, Jenderal Hoeheng menolak untuk berhenti menyelidiki kasus tersebut. 

Hal ini menunjukkan, Jenderal Hoegeng sebagai tokoh yang berkarakter tegas dan jujur, serta profesional akan wewenang yang diberikan. Tidak hanya itu, tokoh ini juga terkenal dalam cerita presiden Abdurrahman Wahid yang menyatakan bahwa "hanya ada tiga polisi yang tidak dapat disuap, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng". Pernyataan presiden ke-4 Indonesia tersebut merupakan sebuah sarkasme yang menunjukkan bahwa Jenderal Hoegeng adalah tokoh yang jujur.

"Berani jujur hebat", istilah ini juga kerap terdengar di kalangan umum. Realitanya, "Berani jujur mati". Pernyataan ini juga tidak sepenuhnya salah karena memang faktanya seringkali kejujuran seseorang harus dibayar dengan nyawa. Hal ini pula yang dirasakan oleh Jenderal Hoegeng. Di tahun 1956 pada saat ditugaskan bekerja di Medan, Jenderal Hoegeng mengalami ancaman pembunuhan dan menjadi sasaran penembakan. Hal tersebut diakibatnya sifatnya yang teguh pendirian dan menolak diajak kompromi dalam kasus penyelundupan. Sebenarnya jika dibandingkan dengan kondisi sekarang, kasus serupa juga hampir terjadi. 

Contohnya, pada kasus penyiraman air keras yang dialami oleh salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan. Fakta ini semakin menyadarkan masyarakat bahwa memang selalu ada resiko dalam menjujung nilai-nilai kejujuran di setiap tatanan pemerintahan.

Jenderal Hoegeng dan juga penyidik KPK tersebut merupakan satu dari di antara pejuang kejujuran di negeri ini. Jenderal Hoegeng juga memegang prinsip bahwa dalam hidup tidak perlu takut untuk menghadapi orang-orang yang berkuasa, tetapi takutlah pada Sang Pencipta. Memang ini terdengar umum, tetapi tidak mudah dalam pelaksanaannya. Di samping itu, Jenderal Hoegeng juga sosok yang disiplin. Bagi seorang pemimpin, memiliki kepribadian yang disiplin adalah hal yang penting karena mencerminkan seseorang yang tepat waktu serta berkomitmen dalam bertindak secara tegas. 

Pribadi Jenderal Hoegeng yang disiplin tersebut dapat dilihat ketika ketepatan pada saat berangkat bekerja, yaitu selalu datang lebih awal pada pukul 05.30 meski jam masuk kerja dimulai pukul 07.00 WIB (Suhartono 2013). Hal ini beliau terapkan pada saat menjabat sebagai menteri dan sekretaris presidium kabinet.

Di sisi lain, Jenderal Hoegeng juga turut melakukan pembaharuan dalam tatanan berkendara di Indonesia. Jenderal Hoegeng ketika menjabat sebagai Kapolri memperjuangkan agar para pengendara diwajibkan untuk menggunakan helm ketika berkendara. Hal ini sebagai bentuk kepedulian Jenderal Hoegeng terhadap keselamatan masyarakat pada saat berkendara. 

Melalui penerbitan peraturan tentang hal tersebut, akhirnya bersedia menaatinya. Hal tersebut menggambarkan bentuk kepemimpinan Jenderal Hoegeng yang tidak hanya sekadar jujur dan disiplin, namun juga berhasil membuat terobosan untuk meminimalisir tingkat kecelakaan pada masyarakat yang berkendara.

Keteladanan lainnya yang wajib ditiru bagi generasi muda apabila kedepannya menjadi pemimpin di masa depan, yakni kesederhanaan seorang Jenderal Hoegeng. Pemimpin di negeri ini sudah biasa dikenal akan fasilitas yang mewah ataupun beberapa hal khusus yang menjadikan pemimpin tersebut mendapat perlakuan spesial. Namun, Jenderal Hoegeng adalah sosok pemimpin yang berbeda. Beliau menolak fasilitas mewah yang disediakan seperti menolak pemberian mobil dari Dasaad Musin (pengusaha mobil) dan menolak adanya pengawalan (Suhartono 2013).

Fakta ini semakin menunjukkan kesederhaan Jenderal Hoegeng dalam memimpin. Jenderal Hoegeng membuktikan bahwa tidak selamanya menjadi seorang pemimpin harus mengumpulkan harta kekayaan, selalu diperlakukan istimewa, dan sebagainya. Menjadi seorang pemimpin adalah mengayomi dan melaksakan tugas serta tanggungjawab yang sudah diamanahkan. Inilah yang patut dicontoh oleh generasi muda sekarang.

Keberadaan dan kepemimpian Jenderal Hoegeng di masa lampau membuktikan bahwa negeri ini masih ada sosok-sosok pemimpin yang benar-benar tulus dalam melaksanakan amanahnya. Meski beliau memimpin di era yang dulu, tetapi nilai-nilai kepemimpinannya layak untuk terus diteladani di masa sekarang. 

Era disrupsi memang penuh perubahan, namun bukan berarti generasi muda kehilangan jati dirinya sebagai seorang pemimpin yang berkarakter. Melalui Jenderal Hoegeng, generasi muda dapat meneladani sikap kepemimpinanya.

DAFTAR PUSTAKA

Handayani SA. 2020. Humaniora dan era disrupsi teknologi dalam konteks historis. E-Prosiding Seminar Nasional Pekan Chairil Anwar. 1(1): 19-30.

Novianti S, Astuti S, Fitriani Y, Puspita Y. 2020. Selamat tinggal revolusi industri 4.0, selamat datang revolusi industri 5.0. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang. 123-130.

Suhartono. 2013. Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan. Jakarta (ID) : Kompas Media Nusantara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun