Mohon tunggu...
Lia Sukriati
Lia Sukriati Mohon Tunggu... Freelancer - ghostwriter, web content writer, copywriter

Seorang ibu yang banyak tinggal di rumah, menghabiskan waktu di depan laptop, keluar rumah hanya untuk antar anak ke sekolah, hobi travelling, baca, menulis, dan belanja online, suka skip resep masakan tapi jarang dipraktekkin

Selanjutnya

Tutup

Financial

Berperilaku Cerdas dalam Hal Keuangan dan Menanamkan Kepercayaan kepada Pemerintah yang Menyangkut Perbankan

24 Juni 2020   22:25 Diperbarui: 24 Juni 2020   22:23 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa pandemi ini, menimbulkan banyak ketidakpastian di antara masyarakat. Baik itu dalam hal pekerjaan, keuangan/finansial, kebiasaan sehari-hari, hingga gaya hidup. 

Semuanya berubah drastis, apalagi sejak adanya peraturan pemerintah tentang anjuran untuk "stay at home", yang notabene membuat seluruh warga indonesia khususnya, juga masyarakat dunia untuk mengalihkan kebiasaan-kebiasaan dan kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di luar rumah, kini beralih dilakukan/dikendalikan dari rumah. Baik itu berupa "work from home",belajar dari rumah ataupun belanja kebutuhan sehari-hari yang beralih kepada sistem online.

Dengan adanya kebijakan ini,maka secara otomatis, ini mengubah sistem-sistem  dan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada sebelumnya. Dengan adanya "stay at home", membuat masyarakat dilanda kepanikan, dari ketidakpastian yang tak menentu. 

Ini pula yang menimbulkan kepanikan dalam beberapa aspek, misalnya saja terjadinya pembelian bahan pokok secara besar-besaran, yang berujung pada penimbunan barang-barang dalam jumlah besar. Dari segi sosial saja, bisa berdampak kepincangan dalam perekonomian masyarakat, dimana masyarakat golongan menengah ke atas akan menikmati kebutuhan pokok melebihi kapasitas yang diperlukan, bahkan terkesan mubazir. 

Di sisi lain afa masyarakat ekonomi lemah yang dirugikan, dimana dengan adanya pandemi coronna ini, terutama dengan anjuran "stay at home", menyebabkan adanya pengurangan pendapatan, sedangkan kebutuhan hidup yang dicari telah habis di pasaran. Belum lagi dari sisi ekonomi, dimana karena adanya permintaan tinggi atas suatu barang tertentu, menyebabkan kelangkaan di pasaran, kalaupun ada, akan menyebabkan kenaikan harga yang tak wajar.

Begitu juga dalam hal perbankan. Dengan adanya pandemi ini, mungkin saja akan membuat sebagian masyarakat seolah hilang kepercayaan terhadap perbankan, dengan melakukan penarikan saldo bank secara besar-besaran. Ini terjadi, mungkin saja karena adanya hoaks di masyarakat yang menyangkut perbankan sebagai imbas dari pandemi, atau mungkin karena kepanikan masyarakat sendiri yang berlebihan.

Kita bisa berkaca dari krisis ekonomi tahun 1998. Krisis ini memang yerjafi bukan hanya di Indonesia saja, namun yang memperparah krisis moneter di Indonesia adalah diantaranya penarikan uang secara besar-besaran ( rush) dan didukung dengan cara masyarakat menimbun barang-barang tertentu yang sebenarnya tak perlu, menjadikan peredaran uang di pasaran lebih banyak, sedangkan persediaan barang-barang terlampau sedikit, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara jumlah barang yang akan dibeli dengan jumlah uang sebagai alat pembayarannya. Maka rupiah pun mau tak mau mengalami inflasi.

Ini hanya contoh sebagian kecil saja. Yang diperlukan bagi kita sekarang ini adalah bagaimana mengelola keuangan sesuai kebutuhan, cerdas dalam berperilaku  yang menyangkut finansial.

Untuk masalah perbankan, ada lembaga pemerintah yang sedianya tidak tinggal diam dalam menghadapi ketidakpastian ini. Pemerintah sudah menunjuk Bank Indonesia untuk mengatur dan menangani masalah perbankan,finansial dan peredaran rupiah.

Salah satu cara yang dilakukan Bank Indonesia untuk menstabilkan rupiah, adalah dengan diberlakukannya sisyem Makroprudensial. Ini mungkin adalah senjata akhir untuk mengurangi resiko dan biaya yang dikeluarkan dalam krisis sistemis. Salah satu caranya, biasanya Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga. Salah satunya menyangkut bidang perumahan dan kendaraan. Yang diartikan bahwa akan adanya kenaikan kredit di kedua bidang tersebut. 

Memang, kebijakan itu mungkin aka sedikit memberatkan masyarakat, namun ini dilakukan Bank Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kredit yang terlampau besar.

Tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh kita, sebagai rakyat Indonesia, dengan mempercayakan sepenuhnya kepada pemerintah,khususnya dalam hal ini Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan rupiah dan mencegah negara dari krisis ekonomi global, yang mungkin saja terjadi karena adanya pandemi corrona ini.

Di sisi lain, kita perlu membiasakan diri untuk berhemat, berhenti membeli barang yang kurang bermanfaat dan jangan terpengaruh dengan berita-berita palsu/hoaks yang beredar di masyarakat.  Karena ini akan berpengaruh juga pada perilaku kita dalam hal finansial/keuangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun