Karena bahagiaku yang utama adalah menghabiskan momen berharga bersama keluarga dan aku juga mau itu yang terjadi di pernikahanku. Bukan sibuk ganti baju buat akad dan resepsi, ‘dipajang’ berjam-jam cuma buat ngeliatin orang-orang makan dari singgasana pengantin, terus berdiri sampai gempor buat nyalamin tamu satu-satu.”
Aku kembali terdiam. Seusai percakapanku dengannya sore itu, aku jadi semakin merenungkan banyak hal.
Mungkin temanku yang itu juga begitu, tidak mengundang siapa-siapa karena ingin lebih dekat dengan keluarganya? Atau mungkin dia punya alasan lainnya yang sepertinya sulit untuk diterima orang lain, lalu ia tidak ingin repot menjelaskannya kepada orang lain sehingga ia memilih untuk tidak mengumbar acara pernikahannya?
Tapi apa dia tidak takut orang-orang jadi berspekulasi yang tidak-tidak? Hamil di luar nikah, misalnya?
Ah, tapi benar juga, sih, kata temanku. Mau hamil di luar nikah atau tidak, yang akan menjalani biduk rumah tangga juga dia dan pasangannya, kan? Memang orang lain punya kepentingan apa selain memuaskan rasa penasaran mereka dengan berkumpul dan menyebarkan dugaan-dugaan berbau fitnah?
Ah, aku jadi kepikiran. Seandainya aku menikah nanti di masa mendatang, acaranya akan seperti apa, ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H