Mohon tunggu...
Lian Wlnsr
Lian Wlnsr Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lian Wulansari Christina,Yang biasa dipanggil Lian, Ulan. Lahir di Jakarta 29 Januari 2003, Saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Pamulang, Selain aktif di beberapa Organisasi Gadis yang sekarang ini berumur 21 ahun mulai tertarik dengan menulis sejak ia duduk di bangku Smk dan memutuskan untuk kuliah Fakultas Sastra Indonesia Di Universitas Pamulang. Pesan Ali Bin Abi Thalib membuatnya semangat untuk belajar menulis yaitu “ Semua penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti”.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Budaya: Mengenal Tradisi Uang Panaik dalam Budaya Bugis Makassar

15 November 2023   14:54 Diperbarui: 15 November 2023   16:18 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkawinan secara hukum diartikan sebagai suatu peristiwa ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan menurut agamanya masing-masing. Di dalam Negara Indonesia sendiri suatu perkawinan/pernikahan itu merupakan suatu prosesi yang sangat sakral, yang mana didalamnya terdapat banyak tahap-tahap tradisi adat dan lain sebagainya.

Salah satu contoh tradisi adat dalam suatu perkawinan yaitu tradisi "Uang Panaik" yang berasal dari Suku Bugis-Sulawesi Selatan. Dalam masyarakat Makassar prosesi perkawinan dikenal dengan sebutan "Pa'Buntingan" yang mana di dalam prosesi tersebut terdapat beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui.

Tahapan prosesi yang paling pertama yaitu "Mappese-pese", dalam tahapan ini pihak keluarga (calon mempelai pria) akan mencari jodoh terbaik, dan apabila berhasil menemukan wanita yang sesuai maka pihak pria akan mencari tahu latar belakang dari wanita tersebut untuk mengetahui apakah wanita tersebut bisa dipinang atau tidak. Pada dasarnya "Mappese-pese" merupakan langkah pendekatan lebih dalam kepada wanita.

Dapat diartikan ketika seorang pria telah menaruh hati kepada wanita atau keduanya telah sepakat untuk membangun rumah tangga biasanya keluarga dari pria akan mengirimkan utusan untuk mengetahui lebih dekat secara detail latar belakang wanita. Dengan ini akan diperhatikan dari segala aspek, baik hubungan dia dengan orang tua, bagaimana sehari-harinya, dan lain sebagainya.

Hasil dari itu akan menentukan apakah akan ada dilakukan pelamaran atau tidak. Hal itu dapat disimpulkan dari perilaku yang baik, keturunan yang jelas, berasal dari keluarga baik-baik, maka lamaran akan dilanjutkan. Dan sebaliknya, ketika hasil itu tidak memenuhi kriteria yang baik maka lamaran bisa dibatalkan.

Tahapan yang kedua adalah "Mammanu'-manu" pada tahapan ini utusan dari calon mempelai pria akan datang yang mana bermaksud untuk memastikan apakah wanita yang akan dilamar sudah dilamar dengan orang lain atau belum. Ketika terbukti belum ada yang melamar maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yakni "Madduta" (Bugis) atau dalam masyarakat Makassar biasa disebut dengan tahapan "Assuro".

Pada tahapan "Assuro" pihak calon mempelai pria akan melakukan pertemuan pertama kalinya, pertemuan ini bermaksud untuk membicarakan lebih lanjut mengenai keinginan melakukan perkawinan. Dalam tahapan ini orang tua calon mempelai pria atau pihak utusan yang dipercaya akan menyampaikan secara resmi maksud kedatangannya dan akan melakukan negosiasi, mengingat pada tahapan ini juga akan membahas mengenai jumlah besaran uang panaik.

Orang yang diutus oleh pihak calon mempelai pria untuk membicarakan jumlah nominal uang panaik biasanya adalah orang yang dituakan atau biasa kita sebut "Tomatoa" seperti ayah, kakek, kakak tertua. Begitupun pihak calon mempelai wanita, pihak calon mempelai wanita akan mengutus orang yang dituakan dalam garis keluarganya untuk berdiskusi mengenai nominal uang panaiknya. Biasanya dalam hal itu pastinya terdapat tawar-menawar di kedua belah pihak. Jumlah uang panaik itu sendiri dapat dilihat tergantung bagaimana status sosial dari wanita itu sendiri, makin tinggi status sosialnya semakin besar pula uang panaiknya.

Jika prosesi tersebut telah diterima dan disepakati oleh kedua belah pihak, maka tahap berikutnya adalah tahap pengukuhan terhadap pembicaraan yang telah disepakati bersama, yang mana akan memutuskan apa saja keperluan dalam pernikahan. Tahapan ini biasa disebut "Mappanessa" (Bugis) atau dalam masyarakat Makassar biasa dikenal sebagai "Appakajarre".

Setelah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka selanjutnya akan membicarakan mengenai tanggal kedatangan pihak keluarga calon mempelai pria untuk menyerahkan sejumlah uang panaik tersebut. Setelah uang panaik diserahkan, maka tahap selanjutnya yakni diskusi mengenai mahar atau hadiah apa yang akan diberikan kepada calon mempelai wanitanya. Adapun masalah mahar biasanya tergantung kesanggupan dari calon mempelai pria dan akan langsung disebutkan saat itu juga,

Dalam upacara ini biasanya akan dihadiri oleh keluarga besar dari kedua belah pihak, yang mana pihak calon mempelai pria akan datang kerumah pihak calon mempelai wanita dengan membawa Leko Caddi. Bersamaan dengan Leko Caddi mempelai pria juga akan membawa sesaji, sompa (mahar) dan Doi Menre (uang belanja) untuk keperluan biaya pesta pernikahan. Sama halnya dengan uang panaik, besaran nominal doi menre juga tergantung dengan bagaimana status sosial calon mempelai wanita, hal ini dapat kita lihat dari jenjang pendidikannya, kecantikannya, hingga citra calon mempelai wanita dan keluarganya di lingkungan masyarakat terdekat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun