Mohon tunggu...
Lianti P Lontoh
Lianti P Lontoh Mohon Tunggu... Wiraswasta - usaha di bidang fashion dan kuliner

Enterprenuer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masih Saja Dipertahankan Dosen S1

30 Mei 2017   13:33 Diperbarui: 30 Mei 2017   13:46 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah perguruan tinggi profesional seyogyanya memperhatikan kualifikasi dan kualitas staff pengajarnya. Bayangkan saja di sebuah perguruan tinggi setingkat politeknik, seorang lulusan S2 Elektroteknik diuji microteaching oleh lulusan S1; kebetulan kaprodi Teknik Komputer. Dan ternyata sang kaprodi Teknik Komputer lulusan S1 Teknik Informatika. Sangat ironis sekali!

Apakah begitu 'emasnya' sang dosen S1 tersebut, dan briliantnya sehingga oleh para pejabat kampus tersebut diangkat menjadi seorang ketua program studi (kaprodi) Teknik Informatika? Ooh, mungkin yang bersangkutan lulusan PTN (negeri, sekelas ITB, UI, ITS atau UGM mungkin..?) Tidak ternyata; dia hanya lulusan dari perguruan tinggi swasta dimana baru 1 tahun yang lalu sejak sang kaprodi lulus baru saja program studi almamaternya tersebut mendapat akreditasi B.

Sungguh begitu 'kental' sekali; mungkin, aroma nepotis atau kolusinya dalam rekrutasi seorang dosen. Dan bisa saja kurang dari 1 tahun kelulusan S2-nya, namun sudah bisa di-approve dan diajukan permohonan kenaikan Jabatan Fungsional Akademik (JFA) menjadi Asisten Ahli Golongan IIIA (100). Di satu sisi, dosen yang lebih dari 5 tahun kelulusan S2-nya dan lebih dari 10 tahun mengajar harus 'ditahan' dulu pengajuannya agar 'sang anak emas' maju terlebih dahulu untuk kenaikan JFA-nya. Maklum di kampus politeknik tersebut setiap dosen yang akan diajukan kenaikan JFA melewati sistem kuota.

Garbage-In-Garbage-Out, input-an yang dilatih oleh kualifikasi pengajar seperti 'itu' hanyalah berupa luaran 'sampah' yang tidak memiliki mental dan kualifikasi baik di bidangnya. Hanya terngiang-ngiang di telinga, yang terpenting membangun 'link' dan 'koneksi' yang baik, kompetensi bisa beradaptasi nantinya.

Lebih baik kurikulumnya diganti dengan fokus terhadap keilmuan nepotis dan kolusi. Bukankah 'dunia' lebih membutuhkannya??

http://unnes.ac.id/berita/penjelasan-kemenristekdikti-tentang-dosen-berkualifikasi-s1-dan-prajabatan-cpns/

http://www.mahasiswanews.com/2017/04/dosen-bergelar-s1-akan-dihilangkan-ini.html

http://www.harianterbit.com/hanteriptek/read/2016/03/31/59278/33/22/53.031-Dosen-di-Indonesia-Berijazah-S1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun