Kentut, sebuah fenomena alamiah yang sering kali dianggap lucu dan memalukan. Di balik bau dan suaranya yang khas, kentut ternyata menyimpan fakta menarik dan pengetahuan penting tentang kesehatan. Seperti yang kita ketahui, gas buangan merupakan produk sampingan dari berbagai proses, termasuk industri, transportasi, dan bahkan aktivitas manusia. Gas buangan mengandung berbagai zat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan jika tidak diolah dengan baik. Beberapa gas buangan umum seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, minyak bumi dan batu bara.
Namun, tahukah Anda bahwa manusia juga menghasilkan gas buangan? Ya, gas buangan yang dikenal dengan kentut ini juga mengandung berbagai macam gas seperti nitrogen (N2), hidrogen (H2), oksigen (O2), karbon dioksida (CO2), dan hidrogen sulfida (H2S). H2S adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar, dan berbau seperti telur busuk. Gas ini merupakan gas alami yang dapat dijumpai di alam bebas seperti pada gunung berapi maupun tumpukan sampah. Sementara dalam tubuh manusia, H2S merupakan produk sampingan dari proses fermentasi makanan oleh bakteri penghuni usus besar. Meskipun kentut umumnya tidak berbahaya, bau busuk yang menyengat pada kentut bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan.
Pernahkah Anda bayangkan bahwa bau busuk dari kentut yang disebabkan oleh gas H2S memiliki potensi untuk diubah menjadi sumber energi. H2S yang dihasilkan dari kentut dan juga dari alam bebas dapat dikonversi menjadi hidrogen sebagai energi dengan cara dipisahkan dari sulfur melalui beberapa metode. Metode yang dapat digunakan dalam mengkonversi H2S yaitu proses termal (thermal pathway) dan biologis (biological pathway). Keduanya adalah dua metode konvensional yang telah banyak diteliti untuk mengkonversi H2S menjadi produk bernilai tambah. Metode termal menggunakan panas untuk mengubah H2S menjadi sulfur atau sulfur dioksida. Metode termal dinilai memiliki kelemahan yang tidak menguntungkan seperti konsumsi energi yang besar, biaya modal yang tinggi, dan produksi polutan yang tinggi. Metode biologis melibatkan dekomposisi H2S untuk menghasilkan S atau H2 melalui aktivitas mikroba sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat, seperti sulfur, hidrogen, atau biofuel. Proses biologis telah menunjukkan efisiensi konversi H2S yang sangat baik hingga 100% sekaligus ramah lingkungan dan layak secara ekonomi. Proses biologis dianggap sebagai alternatif yang menarik dalam konversi H2S karena karakteristiknya yang ramah lingkungan (tidak menghasilkan limbah sekunder) dan keuntungan ekonomis (biaya modal dan operasi yang rendah) dibandingkan metode konversi H2S lainnya.
Terdapat dua kelompok bakteri utama yang memfasilitasi proses konversi adalah bakteri kemotrofik dan fototrofik. Bakteri kemotrofik mengubah H2S melalui oksidasi dalam kondisi aerobik, oksigen atau nitrat bertindak sebagai akseptor elektron. Sedangkan bakteri fototrofik mengubah H2S menjadi sulfur atau hidrogen dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen) menggunakan cahaya sebagai sumber energi.
Berdasarkan beberapa penelitian konversi H2S melalui bakteri fototrofik, green sulfur bacteria (GSB) dianggap sebagai kandidat ideal untuk konversi H2S karena kemampuannya untuk tumbuh di bawah kondisi anaerob dengan hanya substrat anorganik dan sumber cahaya. Bakteri GSB merupakan bakteri hijau yang dikenal secara umum terdiri dari 2 famili yaitu Chlorobiaceae (bakteri hijau sulfur) dan Chloroflexeceae (bakteri hijau berfilamen multiseluler).
Bakteri GSB fototropik Chlorobium limicola merupakan kandidat bakteri kuat yang mampu mengubah H2S menjadi unsur sulfur melalui oksidasi dengan mekanisme ekstraselulernya. Proses ini melibatkan nutrisi anorganik untuk pertumbuhan bakteri fototrofik, cahaya, CO2 dan H2S. Unsur sulfur yang dihasilkan muncul dalam bentuk bubuk, sehingga sistem pemisahan yang kompleks tidak diperlukan untuk memulihkan unsur sulfur yang terbentuk.
Lalu, bagaimana proses konversi H2S menggunakan GSB? Berikut penjelasannya.
Bagan tersebut menunjukkan siklus sulfur hijau dan bagaimana GSB menghasilkan hidrogen (H2).
Pengambilan Substrat: Bakteri sulfur hijau menyerap sulfat (SO4²⁻) atau sulfur (S) dari lingkungan sebagai sumber elektron donor.
Fiksasi Karbon: Bakteri menggunakan CO2 sebagai sumber karbon untuk membangun molekul organik melalui siklus Calvin. Proses ini membutuhkan energi dari ATP.
Fotosintesis: Bakteri menyerap cahaya matahari melalui pusat reaksi fotosintesis P840. Energi cahaya digunakan untuk eksitasi elektron.
Transport Elektron: Elektron tereksitasi dari P840 ditransfer melalui rantai transpor elektron. Rantai ini melibatkan pembawa elektron seperti Fdred, Fd, dan MQ.
Reduksi Sulfat/Sulfur: Elektron dari rantai transpor elektron digunakan untuk mereduksi sulfat (SO4²⁻) menjadi H2S.
Produksi Hidrogen: Enzim nitrogenase (Nase) menggunakan energi dari rantai transpor elektron untuk memecah H2S menjadi H2 dan belerang elemental (S).
Regenerasi Fdred: Elektron yang digunakan untuk reduksi sulfat/sulfur digunakan untuk mereduksi Fd menjadi Fdred. Fdred kemudian digunakan dalam siklus selanjutnya.
Produk Sampingan: Asam asetat (CH2COOH) dan asam fosfat (PA) dihasilkan sebagai produk sampingan dalam siklus Calvin.
Singkatnya, proses tersebut merupakan siklik yang memanfaatkan cahaya matahari, sulfat/sulfur, dan CO2 untuk menghasilkan H2. Bakteri GSB menggunakan energi cahaya untuk menghasilkan ATP dan kekuatan pendorong proton, yang selanjutnya digunakan untuk mereduksi sulfat/sulfur menjadi H2S dan kemudian menjadi H2 melalui enzim nitrogenase. Proses ini menawarkan potensi produksi H2 yang bersih dan berkelanjutan.
Bakteri GSB memiliki beberapa kelebihan dibandingkan metode pengolahan gas buang lainnya, yaitu:
Tumbuh secara anaerobik: GSB dapat tumbuh tanpa oksigen, memungkinkan mereka untuk bekerja dalam lingkungan yang kekurangan oksigen seperti tempat pembuangan sampah dan reaktor biogas.
Mengubah H2S menjadi sulfur elemental: GSB mengubah hidrogen sulfida (H2S), yang beracun dan berbau busuk, menjadi sulfur elemental yang mudah dihilangkan dan memiliki nilai ekonomi.
Reaktor yang tahan lama: Reaktor yang menggunakan GSB dapat beroperasi dalam jangka waktu lama tanpa memerlukan sistem pemisahan yang rumit.
Tingkat konversi tinggi: GSB mampu mengubah H2S menjadi sulfur elemental dengan tingkat konversi hingga 100%.
Potensi biaya rendah: GSB dapat menjadi solusi yang hemat biaya dibandingkan metode pengolahan gas buang lainnya.
Meskipun GSB memiliki banyak kelebihan, terdapat beberapa kekurangan yang perlu dipertimbangkan:
Membutuhkan sumber cahaya: GSB membutuhkan sumber cahaya konstan, baik alami maupun buatan, untuk fotosintesis. Hal ini dapat meningkatkan biaya pengolahan..
Para ilmuwan terus melakukan penelitian untuk mengatasi kekurangan GSB dan meningkatkan potensinya. Beberapa solusi yang sedang dipelajari adalah:
Mengembangkan GSB yang dapat menghasilkan H2: Para ilmuwan sedang mengembangkan strain GSB yang dapat menghasilkan H2 secara langsung.
Meningkatkan efisiensi fotosintesis: Meningkatkan efisiensi fotosintesis GSB dapat mengurangi kebutuhan cahaya dan biaya pengolahan.
Mengembangkan sistem bioreaktor: Sistem bioreaktor yang dirancang dengan tepat dapat memaksimalkan produksi H2 dan produk bernilai tinggi lainnya.
Penelitian tentang GSB masih dalam tahap awal, dan masih banyak peluang untuk pengembangan lebih lanjut. Berikut adalah beberapa rekomendasi untuk penelitian masa depan:
Mempelajari mekanisme pengumpulan H2S: Perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari bagaimana mekanisme pengumpulan H2S dari gas buangan, seperti kentut.
Mempelajari mekanisme pengelolaan H2: Perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari bagaimana cara mengelola H2 yang dihasilkan dari GSB.
GSB adalah solusi ramah lingkungan yang berpotensi untuk mengubah gas buang menjadi energi. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi kekurangan GSB dan meningkatkan potensinya. Dengan penelitian dan pengembangan yang tepat, GSB dapat menjadi solusi yang efektif dan ekonomis untuk pengolahan gas buang khususnya kentut yang tidak dimanfaatkan oleh manusia menjadi poduksi energi terbarukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H