Sebenarnya banyak faktor yang menjadikan kenakalan remaja. Masa remaja memang masa yang rentan terhadap penyalahgunaan internet, narkoba dsb. Disinilah peran kita sebagai orangtua (keluarga) sebagai pendidikan yang pertama dan utama untuk memberikan bimbingan, arahan kepada anak-anak kita supaya jangan sampai menjadi seperti yang tidak kita harapkan. Tentu tidak mudah memang, mungkin ini hanya pendapat saya saja, bahwa sebenarnya menjadi remaja itu tidak mudah karena ada istilahnya dimasa remaja kita sedang menjadi sosok jadi diri, mencari sosok yang pantas kita tiru. Oleh sebab itu banyak sekali remaja yag asal meniru misalkan gaya berpakain artis. Disinilah peran orangtua untuk menjadikan dirinya sosok model yang terbaik bagi anak tersebut. Anak sebenarnya hanya perlu diperhatikan, diperhatikan dalam artian bukan hanya dengan materi namun yang terlebih adalah kasih sayang.
Kasih sayang bisa kita tunjukkan dengan memberikan perhatian misalkan dengan menanyakan sekolahnya, menanyakan bagaimana teman-temannya, ada masalah atau tidak. Intinya orangtua menjadi layaknya teman sebaya, yang bisa diajak curhat sehingga remaja tidak melampiaskannya keluar rumah apalagi sampai melanggar hal-hal yang tidak sesuai norma.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan diatas, berbagai hal dilakukan baik oleh pemerintah, sekolah, lembaga-lembaga terkait dan masyarakat.
Misalkan saja oleh pemerintah sudah jelas sekali dibuat undang-undang mengenai pernikahan seperti UU. Perkawinan No.1 Tahun 1994 menurut pasal 7 berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun”. Walaupun sudah jelas ada undang-undangnya namun pada kenyataannya masih banyak remaja yang memilih menikah dibawah umur atau pernikahan usia dini. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk sama-sama saling mengingatkan dan menasehati.
Ada istilah fase transisi yang dipaparkan oleh salah satu pemateri. Fase transisi adalah menggeser apa adanya menjadi berkemampuan dan berkualitas. Berikut adalah fase transisi :
- Melanjutkan pendidikan ( continue learning )
Pendidikan yang formal maupun informal. Saya pernah mendengar istilah belajar sepanjang hayat. Karena sejatinya dalam hidup ini kita terus belajar, terutama belajar menjadi pribadi yang lebih baik.
- Mencari pekerjaan ( start working )
- Memulai kehidupan berkeluarga ( form family )
- Menjadi anggota masyarakat yang normal ( exercise citizenship )
- Mempraktikkan hidup sehat
Disesi terakhir pembicaranya adalah Kak Ria yaitu duta Generasi Berencana
(GenRe). Orangnya cantik, muda dan berprestasi. Pemaparan materinya juga sangat menarik dan memberikan semangat yang luar biasa terutama bagi diri saya untuk menjadi remaja yang lebih baik lagi. Pertama-tama kak Ria menceritakan tentang keadaan remaja yang sering sekali dilanda dengan galau, entah galau karena cinta atau masalah yang lain. Sebenarnya galau-galau yang seperti itu bisa dialihkan dengan hal-hal yang lebih positif seperti misalkan melakukan hobi yang kita sukai. Salah satunya mungkin bagi anak blogger bisa dialihkan kegalauannya dengan menulis, katanya. Fakta dari BPPS bahwa jumlah remaja Indonesia 66 juta dari 255 juta seluruh penduduk Indonesia. Jumlah yang cukup banyak, hampir seperempat dari total penduduk Indonesia adalah remaja. Seandainya kuantitas penduduk Indonesia beriringan juga dengan kualitas ? apa yang akan terjadi?. Tentu kita akan menjadi Negara yang cukup maju, namun apa kenyataan yang terjadi saat ini?. Remaja kita sibuk dengan sosial media, HP, selfie lalu diupload ke sosial media seperti fb,twitter, instagram dsb. Mungkin itu hal yang biasa bagi kita dizaman yang semakin modern seperti sekarang ini, tak apalah jika masih kita gunakan dalam batas yang wajar . Namun apa jadinya jika melebihi batas kewajaran setiap detik main HP saja hingga lupa waktu. Entah apa yang membuat remaja begitu tidak bisa lepas dari gadget (HP), mungkin karena tiap detik telponan, smsan, chatingan sama si doi.. hehe. Akhirnya apa yang terjadi ? banyak remaja yang menikah diusia muda atau bisa dikatakan belum cukup umur apalagi dikatakan matang atau dewasa.
Seperti yang dipaparkan oleh ibu Virginia Anggraini yakni kepala BKKBN menurut data hasil penelitian ditahun 2011 persentase anak perempuan usia 10-17 tahun menikah dan pernah menikah di NTB lebih tinggi dibandingkan persentase nasional yaitu 1,75 % : 1,62 %.
Selain itu persentase wanita memilih menikah < 15 tahun dibandingkan persentase nasional lebih tinggi yaitu 50,26% : 40,86% . Melihat fakta tersebut tentu kita tidak bisa hanya diam saja tanpa memberikan solusi. Oleh karena itu BKKBN mencanangkan program Genre (Generasi Berencana). Fokus kegiatan Genre sebagai berikut :
- Promosi penundaan usia kawin, utamakan sekolah dan berkarya
- Penyediaan informasi kesehatan reproduksi seluas-luasnya melalui program PIK Remaja
- Promosi merencanakan kehidupan berkeluarga dengan sebaik-baiknya (kapan menikah,kapan mempunyai anak dan berapa anaknya)
Ada 4 hal yang harus dihindarkan :