Mohon tunggu...
babarol
babarol Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Feel free to collaborate

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Radiasi Benda Hitam: Gerbang Menuju Dunia Kuantum

31 Maret 2023   23:45 Diperbarui: 1 April 2023   00:34 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Probabilitas dalam Dunia Kuantum (Foto: livescience.com)

Pernahkah kamu mendengar apa itu dunia kuantum? Atau mungkin kamu sudah pernah nonton film seperti "Ant Man" dan "Avengers: Endgame" misalnya? Kalau kamu pernah nonton "Ant Man", mungkin kamu sudah tidak asing lagi dengan istilah 'quantum realm'. Yup, 'quantum realm' merupakan dunia di mana konsep-konsep fisika kuantum berlaku di dalamnya. Ruang dan waktu yang sebelumnya dianggap sebagai manifestasi alam semesta, tidak lagi berlaku dalam dunia kuantum.

Quantum Realm dalam Marvel Cinematic Universe (Foto: blackxperience.com)
Quantum Realm dalam Marvel Cinematic Universe (Foto: blackxperience.com)

Dunia kuantum dipelajari dalam fisika kuantum. Fisika kuantum sendiri merupakan salah satu cabang dari ilmu fisika yang mempelajari tentang perilaku materi serta energi pada skala molekuler maupun skala yang lebih kecil lainnya. Lahirnya fisika kuantum, tidak lepas dari adanya keraguan. Yup, hal ini sejalan dengan pemikiran Rene Descartes yang menyatakan bahwa kebenaran itu bermula dari keraguan.

Teori-teori fisika klasik yang sebelumnya sudah kokoh hampir sempurna, seakan runtuh karena keraguan para ilmuwan terhadap beberapa fenomena. Hal ini bukan berarti fisika klasik 'salah', akan tetapi ada beberapa fenomena yang tidak dapat dijelaskan oleh fisika klasik. Beberapa fenomena tersebut yaitu fenomena radiasi benda hitam, efek fotolistrik, dualisme gelombang-partikel, serta prinsip ketidakpastian Heisenberg.

Awal mula keraguan terhadap fisika klasik yaitu ketika fisika klasik tidak dapat menjelaskan spektrum kontinu pada radiasi benda hitam. Dari sini mungkin kamu akan bertanya, apa itu benda hitam? Apakah benda yang berwarna hitam? Eits, bukan begitu, Bro, Sis. Benda hitam gak selalu berwarna hitam kok, ada juga yang warnanya oren atau bahkan putih, hehe. Jadi, benda hitam itu merupakan benda yang bisa menyerap seluruh gelombang elektromagnetik yang mengenainya.

Salah satu contoh dari benda hitam yaitu termos. Loh, kok termos, sih? Iya, dong.. Hal ini karena termos bisa mempertahankan panas yang berada di dalamnya agar tidak keluar. Maka dari itu, air panas yang kamu masukin ke termos akan tetap panas meski hingga beberapa jam kemudian. Mmm... biar agak elit, kita pakai contoh lain seperti sel surya, deh. Sama halnya seperti termos, kalau sel surya dikenai energi Matahari, maka energi tersebut akan terserap seluruhnya oleh sel surya. (Walau kenyataannya, sebenarnya tidak ada benda hitam sempurna, sih).

Matahari sebagai Benda Hitam (Foto: uh.edu)
Matahari sebagai Benda Hitam (Foto: uh.edu)

So, hal apa yang diragukan oleh para ilmuwan terkait radiasi benda hitam dan apa hubungannya dengan fisika kuantum? Jadi, meskipun dikatakan bahwa benda hitam akan menyerap seluruh energi yang mengenainya. Akan tetapi, fakta mengatakan bahwa benda hitam tetap memancarkan energi dengan tingkatan atau intensitas yang berbeda-beda. Perbedaan intensitas tersebut menurut Joseph Stefan dan Ludwig Boltzmann ternyata dipengaruhi oleh suhu benda hitam. Pernyataan tersebut selanjutnya dikenal dengan Hukum Stefan-Boltzmann yang berbunyi:

"Jumlah energi yang dipancarkan per satuan luas permukaan benda hitam dalam satuan waktu, akan berbanding lurus dengan pangkat empat temperatur mutlak permukaan tersebut"

Secara matematis, hukum Stefan-Boltzmann dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

Dokpri
Dokpri

Selanjutnya pada tahun 1896, Wilhelm Wien berhasil menemukan hubungan antara temperatur mutlak benda hitam dengan frekuensi dari benda hitam tersebut. Semakin tinggi temperatur benda hitam, maka frekuensi radiasi yang dipancarkan akan semakin tinggi juga. 

Oleh karena itu, bintang yang bersuhu tinggi akan berwarna biru dan bintang yang bersuhu rendah akan berwarna merah. Pernyataan Wien tersebut dikenal dengan Hukum Pergeseran Wien. Hukum Wien ini sangat cocok untuk menjelaskan radiasi benda hitam pada frekuensi tinggi. Sedangkan untuk benda hitam dengan frekuensi rendah, Wien sendiri juga bingung bagaimana menjelaskannya sehingga Hukum Pergeseran Wien ini tidak cocok pada frekuensi rendah. Kurva dari Hukum Pergeseran Wien dapat dilihat pada Gambar berikut.

Kurva Pergeseran Wien (Foto: www.schoolsobservatory.org)
Kurva Pergeseran Wien (Foto: www.schoolsobservatory.org)

Tak mau kalah dengan Wien, Heinrich Rubens yang merupakan teman Wien juga melakukan eksperimen serupa. Akan tetapi, hasil eksperimennya jauh berbeda dengan hasil eksperimen Wien. pada saat yang hampir bersamaan, Maxwell juga melakukan eksperimen terkait distribusi kecepatan molekul gas. 

Berdasarkan hasil eksperimen Maxwell tersebut, Lord Rayleigh dan Sir James Jeans melihat bahwa hasil distribusi Maxwell serupa dengan hasil yang diperoleh dari intensitas spektrum radiasi kalor. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa sifat panas benda mirip dengan radiasi kalor. Karena itu pula, termos dapat dikatakan sebagai salah satu contoh dari benda hitam.

Oleh karena adanya kemiripan antara kurva distribusi Maxwell dengan kurva radiasi kalor, saat itu para fisikawan mulai berkiblat pada Maxwell terkait kasus radiasi benda hitam. Berdasarkan persamaan distribusi Maxwell, spektrum radiasi benda hitam adalah kontinu. Mengacu pada persamaan distribusi Maxwell, Rayleigh dan Jeans melakukan eksperimen radiasi benda hitam untuk menjawab kebingungan Wien yang tidak dapat menjelaskan spektrum radiasi benda hitam pada frekuensi rendah.

Akhirnya, Rayleigh dan Jeans pun berhasil menjawab kebingungan Wien. Keduanya dapat menjelaskan spektrum radiasi benda hitam pada frekuensi rendah. Akan tetapi, ternyata hasil eksperimen mereka tidak cocok pada frekuensi tinggi. Pada frekuensi tinggi, radiasi benda hitam akan bernilai sangat besar bahkan tak terhingga sehingga diramalkan dapat terjadi bencana ultraviolet. Jika demikian, itu artinya benda hitam akan sangat berbahaya bagi kita. Jika kita berada di bawah terik Matahari atau bahkan di dekat secangkir kopi, tubuh kita bisa saja terbakar. U.... takuttt. Tapi kan kenyataannya tidak! Hmmm....

Para ilmuwan pun dibuat semakin bingung atas ini semua. Gagasan klasik yang selama ini dianggap sempurna akhirnya menemukan kecacatannya. Hingga akhirnya, Max Planck hadir dengan pandangan radikalnya. Sebenarnya, Max Planck yakin bahwa Wien dan Rayleigh-Jeans benar. Akan tetapi, keduanya benar dalam rentang frekuensi yang berbeda. Wien benar dalam frekuensi tinggi dan Rayleigh-Jeans benar dalam frekuensi rendah. 

Akhirnya, Planck dengan beraninya meramalkan bahwa distribusi radiasi benda hitam sebenarnya adalah irisan dari keduanya. Dan ternyata, irisan dari keduanya tersebut mirip sekali dengan apa yang dihasilkan oleh Henrich Rubens. Berikut merupakan gambar perbandingan kurva hasil eksperimen Wien, Rayleigh-Jeans, dan Planck.

Kurva Radiasi Benda Hitam (Foto: RVInteractive.com)
Kurva Radiasi Benda Hitam (Foto: RVInteractive.com)

Walau demikian, Planck juga masih resah karena apa yang ia lontarkan masih hanya sebatas ramalan belaka. Hingga persamaannya dipublikasikan pun, sebenarnya ia masih tidak tau apa yang terkandung di dalamnya. Hingga suatu ketika, ia mendapatkan hidayah ketika sarapan roti. Karena sepotong roti, Planck baru mengerti bahwa ternyata energi radiasi benda hitam itu tidak bersifat kontinu, tetapi bersifat diskrit (berupa kuanta atau potongan). Energi dapat diibaratkan sebagai susunan dari potongan roti. Semakin tipis potongannya, maka semakin tak terlihat kalau ia berupa potongan.

Meskipun sudah mendapatkan hidayah, tetapi Planck juga masih bingung kenapa energi radiasi bersifat diskrit. Akhirnya, Planck mengajukan postulat bahwa E = hf. Akan tetapi, Planck tidak tau berapa nilai 'h'. "Pokoknya kecil sekali, deh", kata Planck. Kemudian, dengan mencocokkan antara Persamaan Planck dengan hasil eksperimen Henrich Rubens, akhirnya didapatkan nilai h yang disebut dengan Konstanta Planck. Persamaan Planck tersebut cocok untuk energi radiasi pada frekuensi rendah dan cocok untuk energi radiasi pada frkuensi tinggi sehingga aman dari bencana ultraviolet. Berikut merupakan Persamaan Planck dan nilai dari konstanta Planck:

Persamaan Planck (Foto: study.com)
Persamaan Planck (Foto: study.com)

Berkat gagasan Planck tersebut, akhirnya Planck mendapatkan hadiah nobel dan namanya tercantum sebagai salah satu fisikawan penggagas lahirnya "Mekanika Kuantum". Yeay, selesai sudah dilema radiasi benda hitam dengan ditemukannya pengetahuan baru bahwa energi bersifat diskrit. Pengetahuan baru bahwa energi bersifat diskrit merupakan titik awal lahirnya fisika kuantum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun