Mohon tunggu...
Lia Kurniawati
Lia Kurniawati Mohon Tunggu... Dosen - Realistis dan No Drama

Author - Founder Manajemen Emosi & Pikiran (MEP) Dosen Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Carut Marut PPDB Kota Bandung

7 Juli 2015   08:01 Diperbarui: 7 Juli 2015   08:07 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pendidikan merupakan salah satu bidang strategis dimana setiap orang mau tidak mau selalu bersentuhan dengan bidang yang satu ini. Tidak heran bahwa kang Emil sebagai walikota Bandung pun turut memperhatikan ranah pendidikan. Salah satu Peraturan Walikota http://disdikkota.bandung.go.id/webtemp/index.php/typography/petunjuk/peraturan-walikota-ppdb-2015 yang dikeluarkan menjadi dasar setiap satuan pendidikan dalam pelaksanaan PPDB di kota ini.  Menyoroti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di kota Bandung setiap tahunnya selalu diberlakukan aturan yang berbeda, dan hal ini selalu menuai kontroversi. Masyarakat di buat resah dan bingung memikirkan nasib anak-anaknya dan hal ini memberikan kesan bahwa sistem pendidikan di kota Bandung bersifat Trial and Error.

Peraturan walikota di ranah pendidikan khususnya jalur Afirmasi melalui SKTM pada awalnya dibuat untuk memudahkan masyarakat yang tidak mampu untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri. Adapun dampak yang saat ini terjadi mungkin tak terpikirkan oleh Kang Emil bahwa secara tidak langsung mendidik masyarakat untuk “bermental pengemis” terbukti dengan banyaknya SKTM bodong.

Birokrasi pemerintahan  dapat diartikan “lalu lintas” administrasi negara baik dari atas ke bawah ataupun sebaliknya, dari bawah ke atas sebagai penjaminan validitas output.  Jika dikaitkan dengan pembuatan SKTM Artinya jika salah satu kepala keluarga bermaksud membuat SKTM seharusnya melalui tahapan tingkat RT, RW, kelurahan dan kecamatan dan setiap satuan birokrasi tersebut ada koordinasi hingga tingkat Kelurahan dan Kecamatan mempunyai rekapitulasi kepala keluarga yang benar-benar tidak mampu seperti yang tercantum dalam Perwal Kota Bandung  No.  361 Tahun 2015.

Tidak bermaksud menuding, yang jelas hal ini bukti bahwa sistem birokrasi di Indonesia belum sepenuhnya dapat berjalan, keengganan masyarakat menghadapi birokrasi pemerintahan yang terkesan bertele-tele, membutuhkan rentetan waktu dan dana yang tidak sedikit guna memuluskan suatu urusan tanpa bertele-tele maka memunculkan loncatan tahapan setiap organisasi dalam birokrasi pemerintahan dilewati begitu saja hingga validitas nya menjadi tidak akurat.

 

Image turun tangannya pihak kepolisian mengurusi hal-hal yang bukan berkaitan dengan tindak kriminal memunculkan momok yang menakutkan hingga efek psikologis pada masyarakat diantaranya rasa malu dan efek jera. Degradasi  tingkat kejujuran masyarakat dalam pembuatan SKTM demi jalur afirmasi PPDB 2015, memaksa Walikota untuk menyertakan pihak kepolisian dalam  menangani hal ini.  Hal tersebut cukup menggelitik sekaligus mencengangkan bahwa PPDB  saat ini sudah sangat jauh berbeda dibandingkan beberapa dekade yang lalu saat penulis masih duduk di bangku sekolah dasar sampai sekolah menengah. Hal ini pun tidak hanya berlaku pada saat PPDB saja melainkan pada saat pengamanan soal-soal UN.

Berbagai rombakan PPDB tahun ini merupakan Perubahan kelima atas peraturan Walikota Bandung Nomor 177 Tahun 2010 Tentang Tata Cara PPDB  pada TK/RA dan Sekolah/Madrasah seperti yang tercantum dalam Perwal Kota Bandung  No.  361 Tahun 2015 yang berbeda tahun ini  membuat Kang Emil di demo. lihat link http://regional.kompas.com/read/2015/07/06/16360391/Penerimaan.Peserta.Didik.Baru.Kacau.Wali.Kota.Ridwan.Kamil.Didemo . Jika boleh berasumsi seperti yang penulis sampaikan tadi di atas bahwa sebuah kebijakan di Indonesia berlaku seperti Trial and error.

Sebagai orang awam, penulis sempat berpikir bahwa memang tidak mudah menjadi seorang pemimpin terlebih menjadi seorang pimpinan kota/kabupaten. Dimana sepertinya harus menjadi seorang “SUPERMAN”.  Superman yang mampu mengurusi setiap lini kehidupan memperhatikan setiap kebutuhan rakyatnya. Mengamati perjalanan PPDB setiap tahunnya sebagai pembeda penyelenggaraan pendidikan kota Bandung dengan daerah lainnya yakni dengan diterbitkannya peraturan walikota mengenai PPDB setiap tahunnya, dan hal ini dapat  dirasakan pada saat-saat PPDB sedangkan penyelenggaraan pendidikan setelah PPDB masih sama dengan kegiatan pendidikan lainnya di berbagai daerah.

Terakhir,  dalam manajemen kepemimpinan menurut Henry Fayol dalam Asas-asas Manajemen,  bukankah seorang pimpinan mempunyai senjata lain dalam pengambilan keputusan yaitu pendelegasian dan pembagian tugas guna mencapai tujuan organisasi pemerintahan. Lalu muncul pertanyaan dalam benak,  mengapa hal-hal teknis serta mekanisme penyelenggaraan PPDB kota  Bandung harus di  handle oleh Walikota yang tentunya banyak hal lain yang harus di tangani? Pertanyaan kedua, Dimana peran serta dinas pendidikan kota Bandung yang mempunyai kewenangan dalam mengurusi bidang pendidikan termasuk Penyelenggaraan PPDB ?.

Hapunten anu kasuhun, mohon maaf sebesar-besarnya, tulisan ini semata-mata merupakan kedloifan penulis. Mudah-mudahan jika pembaca berkenan memberikan tanggapan yang memberikan pencerahan, penulis akan sangat menghargainya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun