Mohon tunggu...
Lia Fahmi
Lia Fahmi Mohon Tunggu... -

pemakan nasi, peminum air,penyembah Allah SWT, penyayang sesama, penghirup udara, penyebar pesona, pencerah dunia, pecinta cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bertani Micin (Juara 3 Lomba Esai BEM SV IPB)

6 Maret 2019   07:49 Diperbarui: 6 Maret 2019   08:04 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertani Micin 

 "Dasar generasi micin lu!" "Lu aja keles generasi tiktok!"

Ya, micin dan tiktok saat ini seolah menjadi kambing hitam dari segala permasalahan anak kids zaman now (generasi muda). Micin mengandung asam glutamate yang memiliki banyak reseptor di hipotalamus sehingga seseorang yang mengonsumsi glutamate berlebihan akan membahayakan reseptor otak. Dan micin digunakan dalam masakan sejak tahun 1980an sampai sekarang. 

Terlepas dari berbahayanya kandungan zat yang terkandung dalam serbuk micin dan  efek negatif dari kecanduan sebuah aplikasi sosial media bernama tiktok, generasi saat ini bahkan sudah diramalkan dari jauh-jauh hari bahwa akan terjadi saat seperti ini, saat dimana teknologi menguasai hampir seluruh kehidupan manusia atau disebut dengan era millennial. Kaum Millennial adalah generasi muda yang terlahir antara tahun 1980an sampai tahun 2000. 

Kaum ini terlahir ketika dunia modern dan teknologi canggih mulai bermunculan, dan dalam waktu ketika industri hiburan mulai terpengaruh oleh jaringan internet (Kurt Anderson:2009).

Berbicara mengenai dunia  millennial tentunya selalu identik dengan teknologi internet. Hampir seluruh lapisan masyarakat menggunakan internet untuk menunjang kebtuhannya. 

Mulai dari pembayaran token listrik, pulsa, air PDAM, penggunaan E-KTP, ojek berbasis online, bahkan sampai kasus perceraian saat ini sebagian besar dikarenakan oleh internet. 

Luasnya jaringan membuat masyarakat seolah tidak ada dinding untuk menuju dunia luar. Namun, apakah penggunaan internet sudah menyeluruh ke berbagai aspek kehidupan masyarakat? 

Tegas saya katakan tidak. Karena pada faktanya, teknologi internet di desa hanya menyentuh mereka-mereka yang berada pada kisaran usia 11-40 tahun. 

Sedangkan, para petani berada pada kisaran usia 40-60 tahun. Inilah permasalahan yang sulit ditemukan solusinya padahal jika para petani mampu menggunakan teknologi internet tentu akan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertaniannya. Petani di desa masih banyak yang menggunakan cara-cara tradisional dari menanam hingga panen. 

Meggunakan cara tradisional bukan berarti buruk atau tidak boleh dilakukan, namun jika cara tradisional tersebut didukung oleh pengetahuan inovasi terbaru dari internet tentunya akan menghasilkan produk yang lebih. 

Ketika Negara lain di Jepang menggunakan  teknologi double harvest machine, para petani kita masih menggunakan kerbau. Hal ini tentunya akan mengalahkan daya saing pertanian  yang saat ini sangat ketat dan pesat.

Masalah lain dari perkembangan teknologi di era millennial ini adalah banyaknya mahasiswa, penyuluh dan para aktivis sosial yang mengikuti program pengabdian. Namun yang jadi masalah adalah para pelaku aktivis sosial tersebut  dengan tetangga sendiri saja tidak saling kenal. 

Padahal, cara utama untuk mengabdi kepada masyarakat bukan dengan program-program besar misalnya dikirim ke daerah-daerah terbelakang untuk memberi penyuluhan kepada mereka. Tapi dimulai dengan hal kecil yaitu dengan mengenal dan berbaur dengan masyarakat sekitar tempat tinggal. Atau lebih parah lagi jika pengabdian tersebut hanya menggunakan hashtag dan status di media sosial. 

Masyarakat sekarang lebih giat menggerakan jarinya dengan menyukai postingan-postingan kepedulian sosial dan merasa sudah sangat berperan dengan ikut memviralkan dunia maya dengan status dan like tersebut. Masalah ini sesuai dengan ungkapan "internet mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat."

Dari kedua permasalahan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah utama kita saat ini yaitu penggunakan teknologi yang kurang bijak dan menyeluruh. 

Sebagai agent of change, mahasiswa harus mampu mengedukasi masyarakat  akan pentingnya internet, sepert peningkatan pengetahuan untuk para petani desa, dan penyuluhan bijak dalam penggunaan internet. 

Di samping itu, sebagai kids zaman now yang hidup di era tiktok hendaknya melakukan suatu aksi nyata yang dimulai dari hal-hal kecil yang berharga. Dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat, jangan sampai menjadi pembatas antara kita dengan orang-orang sekitar.

"Millennials don't just want to read the news anymore. They want to know what they can do about it."

-Ian Somerhalder-

LIA FAHMI ILMA_J3A117258_KOMUNIKASI_lia.fahmi_085221948972

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun