Perkembangan ini mulai nampak pada masa remaja fase negative. Pada saat itu emosi remaja serba tidak menentu. Ia sangat gelisah tetapi ia tidak mengerti, mengapa ia demikian resah, gelisah, sedih. Ia bersikap menolak perintah, harapan, anjuran, maupun keinginan orang tua/gurunya, tetapi ia tidak mengerti apa yang akan diperbuat setelah menolak semuanya itu.
Pada akhir fase ini, ia berusaha untuk menjadi pusat perhatian dari lingkungannya. Ia bersikap egois, bahkan ia merasa serba super, sehingga mau tidak mau lawan jenisnya tertarik, mengagumi dan akhirnya berserah diri padanya. Darahnya mudah menggelora, ia adalah pemberani yang kadang-kadang kurang perhitungan, tingkah lakunya kasar, penaik darah, mudah tersinggung dan tidak takut mati. Ini semua hanya berlangsung singkat, kemudian ia berkembang menjadi harmonis sedikit demi sedikit.
Ia mulai memuja sesuatu yang baik, apakah itu keadaan alam, sesuatu hasil seni ataukah itu lawan jenisnya. Ia bersikap memuja, baik kepada gurunya yang meghargai karyanya ataukah itu orang tuanya, yang memuji kepandaiannya, apakah itu seorang gadis yang mengaguminya entah karena apanyapun. Disinilah ia mulai menemukan akunya kembali. Ia mulai percaya kepadanya dan makin harmonislah keadaannya.
d. Perkembangan Kemauan/keinginan
Perkembangan kemauan/keinginan ini sedikit demi sedikit berbelok kearah yang dibutuhkan oleh desakan jasmani dan rohaninya waktu itu. Kadang-kadang keinginan itu demikian mendesak menuntut pemenuhan, sekalipun hanya berujud ketemu gadis pujaan. Inilah mengapwaktu berpacaran, si pacar selalu ingin bertemu, untuk sekedar bertemu muka, jalan-jalan, menonton dan sebagainya.
Tetapi kadang-kadang oleh karena terjadi hal-hal yang lebih mendesak sebagai akibat daripada rangsangan yang kuat maka keinginan itu mudah berkobar, sehingga tidak jarang terjadi hal-hal yang di luar dugaan.
Oleh karena itu sekalipun mereka mendapat kebebasan dari kedua orang tua, namun harus disertai batas-batas kebebasan yang sesuai dengan norma yang baik yang berlaku di masyarakat yang bermoral. Suasana ethis harus diciptakan salama mereka saling bertemu dan orang tua menyaksikan pertemuan itu meskipun hanya untuk sementara.
e. Perkembangan Estetika
Jika pada masa negatif, aspek estetika seakan-akan mengalami kemunduran, maka pada masa-masa berikutnya, sedikit demi sedikit mulai bangun kembali. Jiwa remaja menjelang dewasa ini telah mampu menghayati dunia luar lebih mendalam, sehingga mampu meresapkan apa yang dilihat, didengar dan dirasakannya yang mampu menggerakkan jiwanya.[2]
f. Perkembangan Religi
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan sebagai mana dijelaskan oleh Adams dan Gullota (1983) agama memberikan kerangka moral sehingga membuat seorang mampu membandingkan tingkahlakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa mamberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunua ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman terutama bagi remaja yang telah mencari eksistensi dirinya.[3]