Dibalik Megahnya Tambang Halmahera, Apakah ini Kutukan Sumber Daya Alam?
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah dan berpotensi unggul. Tersimpan harta karun di perut bumi Indonesia berupa batu bara, nikel, mineral dan sumber daya alam lainnya. Salah satu sumber daya alam yang dimiliki Indonesia ialah industri pertambangannya, namun politik industri pertambangan di Indonesia bagaikan dua sisi yang tidak terpisahkan. Aliran modal besar dari sektor ini tak jarang mengundang celah korupsi dari para pejabat dan politisi demi keuntungan pribadi maupun keuntungan golongan. Hal ini tercermin dari adanya praktik suap, penyuapan izin usaha pertambangan dan manipulasi perpajakan yang marak terjadi diindustri ini.
Selain korupsi yang merugikan negara, dampak dari eksploitasi sumber daya alam ini meninggalkan kerusakan ekologis da merenggut hak masyarakat daerah terkait. Hal ini dapat menimbulkan fenomena kutukan sumber daya alam (resource curse). Seharusnya resource atau kekayaan alam yang melimpah ini menjadi pendorong kesejahteraan rakyat bukan malah menjerumuskan negara kedalam lingkaran kemiskinan, ketimpangan, dan kerusakan lingkungan. Namun apakah sumber daya alam yang dimiliki Indonesia ini tidak akan habis? Akankah kekayaan alam ini tetap melimpah seperti sediakala? Kapankah dampak yang dirasakan masyarakat ini berakhir?
Salah satu eksploitasi sumber daya alam ialah kegiatan pertambangan di Halmahera Tengah dan Halmahera timur yang menggali tambang nikel besar-besaran. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral memperkirakan cadangan nikel yang ada di Halmahera ada sebanyak 1,4 miliar ton. Ironisnya dibalik tambang yang diagung-agungkan dan membawa keuntungan besar ada luka yang mendalam yang terjadi pada lingkungan dan masyarakat. Konsekuensi yang mengerikan dari praktik pertambangan sudah merusak ekosistem dan memunculkan cerita-cerita soal masyarakat yang kehilangan mata pencaharian dan terancam tergusur di wilayah pertambangan tersebut. Di Halmahera ini ketimpangan sudah mulai muncul diberbagai sektornya.
Dalam konteks global, tingginya praktik korupsi di Indonesia yang tercermin dalam Corruption Perceptions Index (CPI) tahun 2022 dan 2023 mencerminkan lemahnya komitmen anti korupsi dan pengendalian konflik kepentingan di dalam jabatan-jabatan publik yang berelasi dengan sektor swasta. Skor CPI Indonesia ini mencerminkan bagaimana corak interaksi bisnis-politik sumber daya alam (SDA) yang koruptif dan kolusif, khususnya dalam sektor pertambangan.
Pada senin 29, April 2024 dilakukan "Seminar Nasional & Diseminasi Riset tentang "Politik Tambang, Transisi Energi, dan Kebijakan Sumber Daya Alam di Indonesia yang dipersembahkan oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan, Magister Ilmu Pemeirintahan, Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan bekerja sama dengan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammdiyah dan Transparency International Indonesia (TII). Seminar ini menyuarakan tentang kekhawatiran terhadap potensi korupsi yang semkain marak di sektor pertambangan Nikel di Halmahera. Hal ini mendorong TI Indonesia untuk melakukan penelitian lebih mendlam untuk membuktikan hal ini khususnya di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur dengan pertimbangan perbedaan karakteristik dan Tingkat keparahan dampak pertambangan nikel di masing-masing wilayah.
Fokus penelitian pertambangan Halmahera :
Peta Aktor dan Oligarki: Mengidentifikasi aktor dan kelompok yang terlibat, termasuk perusahaan, pejabat pemerintah, dan masyarakat lokal, serta memahami hubungan kuasa dan pengaruh mereka.
Kontestasi Aktor dan Modus Operandi: Menganalisis interaksi dan persaingan para aktor dalam memperebutkan sumber daya nikel, serta mengidentifikasi modus operandi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Inisiatif dan Perlawanan Rakyat: Mengkaji berbagai bentuk perlawanan dan inisiatif masyarakat lokal terhadap pertambangan nikel, serta memahami dampak dan efektivitas perlawanan tersebut.
Relasi Korupsi, Kerusakan Lingkungan, dan Pelanggaran HAM: Menjelajahi hubungan kompleks antara korupsi, kerusakan lingkungan, kemiskinan pedesaan, dan pelanggaran HAM di wilayah pertambangan nikel.
Etnografi Korupsi Sumber Daya Alam: Menerapkan metode etnografi untuk memahami budaya dan praktik korupsi yang terkait dengan pertambangan nikel
Adapula penelitian ini dilakukan melalui metode wawancara mendalam dengan berbagai pihak seperti masyarakat lokal, aktivis, pejabat pemerintah, dan perwakilan perusahaan. Penelitian yang dilakukan Transparancy International Indonesia (TII) ini menghasilkan beberapa temuan, yaitu
Meningkatnya Kesadaran Ekologis: Masyarakat lokal semakin sadar akan dampak negatif pertambangan nikel terhadap lingkungan dan mulai menuntut perubahan.
Dominasi Perusahaan China: Kepemilikan pertambangan nikel di Maluku Utara didominasi oleh perusahaan China, yang menimbulkan kekhawatiran tentang kontrol dan eksploitasi sumber daya alam.
Deforestasi yang Masif: Deforestasi di Maluku Utara meningkat pesat akibat ekspansi pertambangan nikel, yang berakibat pada kerusakan habitat dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Kekuatan Politik Perusahaan Tambang: Status Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diberikan kepada pertambangan nikel di Halmahera Utara memberikan perusahaan tambang kekuatan politik yang besar, sehingga menyulitkan masyarakat untuk melawan.
Hubungan Korupsi dan Pertambangan Nikel: Terdapat hubungan erat antara pertambangan nikel, korupsi, dan penghancuran pilar demokrasi, seperti penyuapan pejabat dan intimidasi masyarakat sipil.
Kasus Korupsi: Terungkap beberapa kasus korupsi terkait pertambangan nikel di Maluku Utara, yang menunjukkan kerentanan sektor ini terhadap praktik koruptif.
Dari penelitian dan diskusi yang dilakukan, ditemukan dengan kuat banyak aktor yang berperan dalam hasil investigasi yang telah dilakukan tentang aktivitas tambang illegal di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah. Ditemukan dugaan kuat bahwa aktor-aktor yang berperan, baik dari pihak perusahaan tambang maupun pemerintah, saling terkait satu sama lain dalam melanggengkan eksploitasi tambang. Pihak perusahaan berperan sebagai pelaksana teknis dalam pertambangan, sedangkan pihak pemerintah menerbitkan surat-surat perizinan agar aktivitas tambang memiliki legalitas yang tidak dapat diganggu gugat. Adapula fakta keadaan di lapangan akibat dari eksploitasi tambang para pengusaha dan pejabat, khususnya di Halmahera Tengah.
Kondisi yang ada sebagai neo-kolonialisme, dimana wilayah terdekat dengan tambang mengalami jalan rusak parah, air tercemar, bahkan digusur tempat tinggalnya tanpa ganti rugi. Pertanian sudah tidak produktif lagi karena tanah menjadi kering akibat tambang, para nelayan di wilayah pesisir juga tidak dapat lagi mencari ikan karena lepas pantai tertutup asap pembukaan lahan untuk tambang. Seluruh lapisan masyarakat penduduk asli terkena dampak buruk dari adanya eksploitasi tambang ini.
Menanggapi kisah dibalik politik tambang yang didalamnya merugikan berbagai pihak dan berimplikasi serius pada kelestasiain lingkungan. Pimpinan PP Muhammadiyah Bapak Busyro Muqoddas berpendapat bahwa ada aspek hilirisasi yang tidak bisa dilepaskan dari aspek hulu. Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama unsur-unsur masyarakat sipil lainnya ada kurang lebih 90 kali menghadiri dan menyelenggarakan acara untuk membahas draft RUU Omnibus Law. Pembahasan yang dilakukan bukan hanya sepihak dari PP Muhammadiyah, namun pihak PP Muhammadiyah mendengarkan masukan-masukan dari teman-teman yang fokus di sektor tersebut. Hasil dari diskusi ini nantinya akan disampaikan kepada pimpinan pusat Muhammadiyah. Pak Busyro berpendapat bahwa ini saatnya keberhasilan sektor-sektor mafia yang beroperasi di bidang penambangan dalam arti luas itu kembali memperoleh kejayaannya melalui revisi UU KPK.
Praktik korupsi penggelapan izin paling banyak terjadi di Halmahera Tengah, dengan blangko kosong ganti rugi sehingga tidak dapat dicairkan uang ganti rugi tersebut. Siang malam selalu ada orang perusahaan atau polisi yang meneror masyarakat desa untuk berhenti melakukan perlawanan dan bersedia untuk menyerahkan tanah mereka untuk pertambangan. Di Halmahera Timur banyak terjadi penggusuran bahkan masyarakat sampai kelaparan karena kehilangan mata pencaharian. Pemusnahan skala luas untuk tambang nikel di wilayah Halmahera membuat masyarakat kehilangan rumah mereka yang sudah dihuni berpuluh-puluh tahun.
Melepaskan jeratan kutukan sumber daya alam dan membangun masa depan negara yang adil dan berkelanjutan membutuhkan berbgai perbaikan dibeberapa sektor. Penegakan hukum yang tegas, transparansi pengelolaan tambang, dan partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci untuk memutus siklus kerusakan ini. Masa depan Indonesia bergantung pada bagaimana kita memperlakukan kekayaan alam yang dikaruniakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H