Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Air Sampah Jadi Pupuk Tanaman? Bisa Kok...

11 Februari 2017   08:17 Diperbarui: 18 September 2017   00:01 16950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sekian lama saya tidak memposting artikel di Kompasiana. Artikel terakhir yang saya posting adalah pada tanggal 4 Desember 2016. Masalah utamanya adalah adanya keasyikan lain, yaitu melakukan tindak-lanjut artikel yang pernah saya tulis beberapa waktu yang lalu, yaitu “Sampah Kuolah, Apa Kudapat ?”.

Pada artikel tersebut, saya menulis tentang pemanfaatan sampah organik yang saya lakukan untuk dijadikan kompos. Hasilnya saya gunakan untuk media tanam di pot di depan rumah. Maklum tinggal di rumah Tipe 36, tidak ada lahan tersisa untuk aktivitas bertanam. Namun ternyata bertanam hanya dengan media kompos, hasil pertumbuhan tanamannya masih kurang baik, sehingga waktu itu saya juga berkeinginan untuk bisa membuat pupuk cair dari sampah.

Nah, keinginan saya itu kini sudah terealisasi. Saya sudah membuat komposter dan menghasilkan pupuk cair lindi sampah, serta mewujudkan tanaman yang subur dan hijau dengan pupuk itu. Ada beberapa bentuk komposter, tetapi yang saya pakai diagramnya sebagai berikut :

Diagram komposter pembuat pupuk cair. Sumber: sopiyantirafi.blogspot.co.id
Diagram komposter pembuat pupuk cair. Sumber: sopiyantirafi.blogspot.co.id
Dengan sedikit modifikasi untuk kemudahan pembuatan, akhirnya dapat saya buat komposter tersebut seperti dibawah ini:

Komposter pupuk cair yang saya buat. Sumber: Dokpri
Komposter pupuk cair yang saya buat. Sumber: Dokpri
Proses pembuatan pupuk cair dari sampah seharusnya adalah sebagai berikut: semua bahan (sampah) dirajang kemudian masukkan dalam komposter, berikan bio-aktivator komposer untuk membantu proses dekomposisi (yang telah dilarutkan dengan 1 lt air), tambahkan air cucian beras dan gula merah untuk menambah energi mikroba dekomposer tersebut. Masukkan bahan sedikit demi sedikit sambil disiram larutan mikroba dekomposer, kemudian tutup rapat-rapat komposter tersebut. Air lindi atau kompos cair dapat digunakan setelah dua minggu. Selanjutnya pengambilan air lindi dapat dilakukan setiap 2-3 hari sesuai kebutuhan. Jika komposter sudah penuh, maka kompos padat yang ada di dalam bisa diambil (untuk dijadikan pupuk organik padat) sesuai dengan jumlah sampah organik baru yang akan dimasukkan (Sumber).

Namun yang saya lakukan adalah yang praktisnya saja. Prinsipnya adalah dapat memproduksi air lindi sampah untuk menyiram tanaman. Setelah sampah dimasukkan, saya masukkan berbagai sampah cair dari dapur (cucian beras, ikan daging, dll), kemudian saya diamkan selama 2 minggu, dan selanjutnya saya manfaatkan air lindinya. Bentuk cairan yang telah jadi seperti berikut:

Air lindi sampah yang sudah jadi. Sumber: Dokpri
Air lindi sampah yang sudah jadi. Sumber: Dokpri
Nah, air inilah (walaupun agak bau) saya gunakan untuk menyiram berbagai tanaman dalam pot setiap dua hari sekali. Kesuburan tanaman-tanaman saya tersebut dapat meningkat dengan pesat. Buktinya, tanaman pot saya (belimbing wuluh, brotowali, bunga kantil, mangga, dan asam jawa) yang tadinya “hidup enggan mati tak mau”, menjadi hijau kembali.

Belimbing wuluh. Sumber: Dokpri
Belimbing wuluh. Sumber: Dokpri
Brotowali. Sumber: Dokpri
Brotowali. Sumber: Dokpri
Bunga kantil. Sumber: Dokpri
Bunga kantil. Sumber: Dokpri
Mangga. Sumber: Dokpri
Mangga. Sumber: Dokpri
Asam jawa. Sumber: Dokpri
Asam jawa. Sumber: Dokpri
Oleh karena itu, selanjutnya saya menanam tanaman-tanaman yang lain, saya pilih tanaman sayuran yang dapat dengan cepat menghasilkan dan dimanfaatkan, yaitu mentimun, pare, dan cabe. Tanaman tersebut dapat tumbuh subur, dalam waktu 1 bulan sudah berbunga dan selanjutnya berbuah. Sudah beberapa kali buahnya dapat dipetik dan dimanfaatkan untuk dijadikan sayur dan lalapan.

Tanaman mentimun yang mulai tumbuh. Sumber: Dokpri
Tanaman mentimun yang mulai tumbuh. Sumber: Dokpri
Tanaman pare yang mulai tumbuh. Sumber: Dokpri
Tanaman pare yang mulai tumbuh. Sumber: Dokpri
Mentimun berbunga dan bakal buahnya. Sumber: Dokpri
Mentimun berbunga dan bakal buahnya. Sumber: Dokpri
Pare berbunga dan bakal buahnya. Sumber: Dokpri:
Pare berbunga dan bakal buahnya. Sumber: Dokpri:
Mentimun telah berbuah. Sumber: Dokpri
Mentimun telah berbuah. Sumber: Dokpri
Pare telah berbuah. Sumber: Dokpri
Pare telah berbuah. Sumber: Dokpri
Mentimun yang telah dipetik. Sumber: Dokpri
Mentimun yang telah dipetik. Sumber: Dokpri
Pare yang telah dipetik. Sumber: Dokpri
Pare yang telah dipetik. Sumber: Dokpri
Cabe sudah berbuah. Sumber: Dokpri
Cabe sudah berbuah. Sumber: Dokpri
Tanaman selanjutnya adalah tomat, terong, seledri, kangkung, bayam, ubi jalar, dan kacang panjang.

Tomat sudah berbunga. Sumber: Dokpri
Tomat sudah berbunga. Sumber: Dokpri
Terong sudah berbunga. Sumber: Dokpri
Terong sudah berbunga. Sumber: Dokpri
Seledri. Sumber: Dokpri
Seledri. Sumber: Dokpri
Kangkung dan bayam. Sumber: Dokpri
Kangkung dan bayam. Sumber: Dokpri
Daun ubi jalar. Sumber: Dokpri
Daun ubi jalar. Sumber: Dokpri
Kacang panjang. Sumber: Dokpri
Kacang panjang. Sumber: Dokpri
Untuk persiapan pengganti mentimun dan pare yang nanti sudah tua, sudah saya semai lagi tanaman mentimun dan pare.

Mentimun dan pare disemai lagi. Sumber: Dokpri
Mentimun dan pare disemai lagi. Sumber: Dokpri
Bahkan, bibit jati yang disemai daunnya juga menjadi menghijau dengan diberi siraman air sampah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun