Ketika membaca berita bahwa pemerintah mencanangkan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS), dalam hati timbul pertanyaan: apakah ada hubungan antara kebersihan dan senyuman? Namun setelah dipikir-pikir ternyata ada juga hubungan itu. Bagaimana kita bisa tersenyum kalau lingkungan kita tidak bersih? Mungkin kita masih bisa tersenyum, namun senyum kita yang muncul adalah senyum masam.
Kita, bangsa Indonesia, ternyata termasuk bangsa yang belum peduli terhadap kebersihan. Padahal kita termasuk bangsa yang relegius, dimana dalam ajaran agama kebersihan adalah merupakan bagian dari iman. Namun budaya bersih pada bangsa ini belum mengakar.
Coba saja kita cermati hasil riset Jenna R. Jambeck dan kawan-kawan (Sumber), yang menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi kedua terbesar sebagai penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, disusul Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. Jumlah sampah plastik di laut Indonesia mencapai sekitar 850 ribu ton.
Dari manakah sampah sebanyak itu? Sebanyak 90% sampah di laut adalah plastik dan itu sebagian besar masuk kelaut berasal dari daratan. Sungai adalah merupakan vektor utama yang memungkinkan sampah plastik dan sampah lainnya masuk ke laut. Ini menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat kita membuang sampah ke sungai belum dapat dihilangkan.
Daratan sebagai tempat hunian manusia adalah sumber dari segala macam sampah. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pertambahan jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah sampah yang dihasilkan. Hitungan secara kasar, dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini 250 juta orang, jika setiap orang menghasilkan sampah 0,7 kg/hari, maka timbunan sampah secara nasional mencapai 175 ribu ton/hari atau setara dengan 64 juta ton/tahun.
Dimulai dengan pengurangan dan pencegahan sampah dari sumbernya (reduce), melalui pemilahan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah anorganik dapat dipisahkan menjadi tiga jenis, yaitu : (a) sampah plastik, (b) sampah kertas, dan (c) sampah kaca dan logam.
Dengan cara seperti itu, berarti kita telah berupaya untuk mencegah jangan sampai sampah masuk atau dibuang ke saluran air atau sungai, dan akhirnya terbawa ke laut. Dengan demikian akan terwujudlah lingkungan kita (darat dan laut) yang bersih dan sehat.
Penanganan sampah yang sedemikian itu akan dapat diwujudkan, apabila masyarakat kita dapat menerapkan budaya bersih dalam kehidupannya sehari-harinya, yaitu berkebiasaan dan berperilaku yang baik dan benar dalam mengelola dan membuang sampahnya. Selanjutnya, terciptanya kerjasama antara masyarakat dan pemerintah yang harmonis dalam mengelola sampah akan menjamin lingkungan didarat dan laut yang bersih. Sehingga dengan demikian senyum kita tidak lagi masam, melainkan senyum yang manis dan tulus.
Senyum yang tulus adalah senyum yang datang dari lubuk hati yang paling dalam. Senyum ini akan membahagiakan, menghormati, dan memuliakan, serta menambah keakraban dan hubungan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Akhirnya, dengan lingkungan yang bersih dan kita menjadi murah senyum dengan senyum manis yang tulus, niscaya wisatawan utamanya wisatawan mancanegara akan banyak yang berkunjung dan betah berpanjang waktu berwisata di Indonesia. Apabila keadaan itu bisa terwujud, berarti tujuan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) yaitu untuk mendongkrak sektor pariwisata dan ekonomi masyarakat dapat dikatakan tercapai.
Salam bersih, sehat, dan senyum tulus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H