Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ikan sebagai Pangan (6): Cegah Keracunan Histamin

10 Juni 2016   06:20 Diperbarui: 10 Juni 2016   07:38 4392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ikan dari familia Scombridae seperti tuna, makerel, dan bonito merupakan jenis ikan ekonomis penting dan paling banyak dikonsumsi secara global. Tetapi dibalik itu, ada potensi keracunan histamin apabila penanganannya tidak baik.

Keracunan histamin, atau disebut juga keracunan scombrotoxin dan keracunan scombroid, terjadi ketika orang mengkonsumsi ikan yang penanganannya tidak baik, yang menyebabkan timbulnya amino biogenik seperti histamin, cadaverine, dan putresine sebagai konsekuensi dari pembusukan oleh bakteri.

Penanganan ikan yang tidak baik tersebut adalah penanganan ikan setelah penangkapan atau selama penanganan dan penyimpanan pada suhu yang relatif “hangat”. Nama keracunan scombrotoxin atau scombroid berasal dari nama jenis ikan yang sering menyebabkan keracunan histamin, yaitu ikan dari familia Scombridae (seperti tuna, albacore, mackerel, bonito, wahoo, dll).

Di Indonesia dikenal sebagai kelompok ikan TTC (tuna, tongkol, dan cakalang), termasuk tenggiri, namun yang sering diberitakan menyebabkan keracunan histamin adalah ikan tongkol. Tetapi ternyata tidak hanya ikan dari familia Scombridae saja yang dapat menimbulkan keracunan ini, ada juga ikan dari familia lain seperti amberjack dan jack (Carangidae), bluefish (Pomatomidae), sardine, herring, dan shad (Clupeidae), mahi-mahi (Coryphaenidae), marlin (Istiophoridae), teri (Engraulidae), dll.

Ikan dari familia Scombridae terdiri dari 51 spesies, umumnya merupakan predator di laut terbuka, ditemukan pada perairan tropis dan subtropis. Ikan ini mampu berenang dengan kecepatan tinggi, karena tubuhnya ramping, pada pangkal sirip mempunyai lekukan tubuh sehingga sirip-sirip dapat dilipat dalam lekukan tersebut untuk memperkecil gesekan dengan air pada waktu berenang cepat.

Adaptasi lainnya adalah sejumlah besar otot merah, yang memungkinkan mereka mempertahankan aktivitas dalam waktu lama. Dua dari scombroid tercepat yang tercatat adalah wahoo dan tuna sirip kuning, yang mempunyai kecepatan mencapai 75 km/jam. Oleh karena itu, selain sebagai bahan pangan ikan ini juga dimanfaatkan untuk tujuan olahraga (memancing).

Pembentukan Histamin

Amina biogenik (histamin) terbentuk melalui dekomposisi bakteri dari histidin bebas. Histidin merupakan asam amino alami yang ditemukan dalam jaringan otot ikan yang hidup di perairan tropis dan subtropis. Timbulnya histamin disebabkan penanganan ikan yang tidak baik selama penangkapan, penanganan dan penyimpanan.

Histamin berkembang setelah ikan mati dan akan meningkat jika ikan terlalu lama diluar air setelah kematian dan tidak cukup pendinginannya segera setelah di atas kapal. Histidin pada suhu di atas 16°C (60°F) pada kondisi kontak dengan udara, akan dikonversi menjadi histamin melalui enzim dekarboksilase histidin yang dihasilkan oleh bakteri yang ada dalam insang dan usus, antara lain bakteri Morganella morganii. Kondisi inilah yang merupakan salah satu alasan mengapa ikan harus disimpan pada suhu rendah.

Produksi histamin pada ikan dapat terjadi cukup cepat. Dalam suatu kejadian, tingkat ambang racun yang dicapai hanya setelah tiga sampai empat jam penyimpanan pada suhu kamar. Semakin besar suhu, semakin tinggi tingkat histamin yang dapat dihasilkan. Kandungan lebih dari 50 mg/100 g daging ikan dianggap berpotensi berbahaya. Di Kanada, ikan impor ditolak jika mengandung histamin lebih dari 10 mg per 100 g daging ikan.

Histamin tahan panas, sehingga setelah terbentuk tidak dapat hilang oleh suhu memasak secara normal, sehingga ikan yang dimasak dengan benarpun masih dapat menyebabkan keracunan. Tidak ada cara pencucian atau pemasakan yang dapat menghilangkan atau menghancurkannya. Demikian juga, pembekuan tidak akan mengurangi atau merusak histamin setelah terbentuk. Keberadaan histamin tidak bisa dideteksi secara sensorik karena tidak berbau dan tidak berwarna.

Pembentukan histamin pada ikan dapat dikurangi secara drastis dengan pendinginan secepat mungkin sampai 4°C (internal). Ingat bahwa ikan yang lebih besar memakan waktu lebih lama untuk mendinginkan dari pada ikan yang kecil. Pengeluaran isi perut (pengangkatan usus) dari ikan yang lebih besar adalah cara yang baik untuk membantu menghilangkan bakteri yang menyebabkan pembentukan histamin.

Pastikan rongga perut diisi dengan media pendingin agar bagian kritis pada ikan ini dapat lebih cepat dingin. Pengeluaran isi perut harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mencemari daging atau bagian ikan lainnya.

Bahkan pada ikan yang berbau normalpun, histamin masih bisa terjadi dan menyebabkan penyakit jika ikan belum didinginkan dengan cepat, dan terus dijaga dalam kondisi dingin. Pendinginan ikan, sekaligus akan mencegah bakteri pembusuk lainnya dari pembiakan dan akan membantu memastikan bahwa ikan dalam kondisi kualitas tertinggi.

Gejala Keracunan

Keracunan histamin, terutama yang ringan, sering terlewatkan karena menyerupai atau rancu dengan reaksi alergi. Timbulnya gejala keracunan histamin cukup cepat, biasanya terjadi dalam waktu 10 menit sampai 4 jam setelah mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi. Serangan yang cepat inilah yang merupakan salah satu alasan mengapa keracunan scombroid ini lebih sering dilaporkan, daripada banyak keracunan makanan lain yang bereaksi jauh lebih lambat.

Gejala awal keracunan menunjukkan reaksi alergi seperti kemerahan pada wajah/berkeringat, rasa panas-sensasi rasa pedas di mulut dan tenggorokan, pusing, mual, sakit kepala, denyut jantung meningkat (berdebar), dan gejala seperti flu.

Gejala awal tersebut dapat bertambah dengan ruam wajah (keluar bintik-bintik merah), ruam badan seperti biduran, gatal-gatal, bengkak-bengkak, diare jangka pendek, dan kram perut.

Dalam kasus terburuk, keracunan dapat menyebabkan penglihatan kabur, gangguan pernapasan, dan pembengkakan lidah. Gejala biasanya berlangsung sekitar tiga jam, tetapi ada yang mengalami sampai beberapa hari. Dalam kasus yang jarang terjadi, keracunan ini dapat menyebabkan kematian.

Pencegahan dan Pengobatan

Satu-satunya cara untuk pencegahan terbaik adalah memastikan bahwa histamin tidak terbentuk dalam ikan sejak di tempat pertama kali ditangkap. Dengan kata lain, untuk menghindari keracunan scombroid adalah dengan mencegah produksi racun.

Untuk itu harus dilakukan pendinginan pada suhu 4oC (40oF) sepanjang waktu penyimpanan. Jangan membeli ikan segar yang disimpan dengan suhu diatas 4oC, dan ikan segar harus segera digunakan atau dimasak setelah waktu 48 jam pada suhu pendinginan.

Apabila terjadi kasus keracunan, sebaiknya korban segera dibawa ke dokter untuk diberikan pengobatan sesuai tingkat keparahannya. Tindakan pengobatan yang mungkin diberikan antara lain pemberian obat antihistamin, cairan infus untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah dan diare, obat untuk menghentikan muntah, obat untuk reaksi alergi yang parah (jika diperlukan), dan bantuan pernapasan (dalam kasus yang jarang terjadi).

Semoga bermanfaat.

Salam dari saya.

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun